Langsung ke konten utama

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya?

Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna :
re·ze·ki n 1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2 ki penghidupan; pendapatan (uang dan sebagainya untuk memelihara kehidupan); keuntungan; kesempatan mendapat makan;--elang tak akan dapat (dimakan) oleh musang (burung pipit), pb setiap orang ada keuntungannya masing- masing; ada nyawa (umur) ada -- , pb selama masih hidup kita tentu masih sanggup berusaha;


Sedangkan menurut Islam sendiri, 
rezeki adalah segala sesuatu yang bermanfaat yang Allah halalkan untukmu, entah berupa pakaian, makanan, sampai pada istri. Itu semua termasuk rezeki. Begitu pula anak laki-laki atau anak peremupuan termasuk rezeki. Termasuk pula dalam hal ini adalah kesehatan, pendengaran dan penglihatan.


Saat kita paham tentang makna rezeki ini, seharusnya semakin banyak hal yang dapat disyukuri. Termasuk di dalamnya nikmat lelah sehingga dapat beristirahat, nikmat lapar sehingga dapat menikmati kelezatan makanan, nikmat sakit sehingga dapat bersyukur saat sehat, dst.

Beberapa konsep rejeki dalam Islam dapat kita jadikan pijakan agar semakin bijak dalam mengelola finansial.
1. Semua makhluk (yang berakal maupun yang tidak berakal) rizkinya telah dijamin oleh Allah.
Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran:
Tidak ada satupun yang bergerak di muka bumi ini kecuali Allah yang menanggung rizkinya. (QS. Hud: 6).

Sedangkan dalam hadits disebutkan: “Kemudian diutus malaikat ke janin untuk meniupkan ruh dan diperintahkan untuk mencatat 4 takdir, takdir rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya.” (HR. Muslim 6893).

Contoh paling nyata tentang kepastian rezeki ini, saat seorang ibu mengandung bayi. Dengan izin  Allah, sudah dijamin rezeki sang janin meskipun berada di dalam perut lewat plasenta ibu. Saat lahir sudah disiapkan air susu ibu sebagai rezeki. Begitu mudah Allah mengatur rezeki bagi setiap manusia, bahkan setiap makhluk yang telah diciptakannya di langit maupun di bumi.

Saat ayah sebagai kepala rumah tangga yang mencari nafkah, bukan berarti ayah yang memberi rejeki pada anaknya. Ayah hanyalah sarana atau jalan bagi Allah menitipkan rejeki bagi sang anak, istri, dan orang yang menjadi tanggungannya. Jalan ini bisa beragam, lewat ayah, ibu, bahkan langsung ke sang anak.

Meskipun rezeki telah ditakdirkan, namun bukan berarti kita tidak berihtiar menjemput rezeki. Karena kita tidak pernah tahu bagaimana takdir kita, maka penting mengupayakan yang terbaik termasuk dalam soal rezeki.

2. Setiap jiwa tidak akan mati sampai dia menghabiskan semua jatah rizkinya. Sehingga siapapun yang hidup pasti diberi jatah rizki oleh Allah sampai dia mati.
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian tidak akan mati sampai sempurna jatah rezekinya, karena itu, jangan kalian merasa rezeki kalian terhambat dan bertakwalah kepada Allah, wahai sekalian manusia. Carilah rezeki dengan baik, ambil yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Baihaqi dalam sunan al-Kubro 9640, dishahihkan Hakim dalam Al-Mustadrak 2070 dan disepakati Ad-Dzahabi)

Masih berkaitan dengan kepastian rejeki. Maka berikutnya tugas kita adalah mengejar kemuliaan di sisi Allah Swt dengan cara menjadi insan yang bertaqwa, mengambil rezeki yang halal saja.

3. Hakekat dari rizki kita adalah apa yang kita konsumsi dan yang kita manfaatkan. Sementara yang kita kumpulkan belum tentu menjadi jatah rizki kita.
Dalam hadis dari Abdullah bin Sikhir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Manusia selalu mengatakan, “Hartaku… hartaku…” padahal hakekat dari hartamu – wahai manusia – hanyalah apa yang kamu makan sampai habis, apa yang kami gunakan sampai rusak, dan apa yang kamu sedekahkan, sehingga tersisa di hari kiamat. (HR. Ahmad 16305, Muslim 7609 dan yang lainnya)

Mengingat setiap orang sudah memiliki jatah rezekinya masing-masing, maka kita pun dilarang terlalu kikir dengan menyimpan harta yang dimiliki. Padahal setiap harta pasti akan dimintai pertanggungjawaban.

4. Kita akan dihisab oleh Allah untuk semua yang kita usahakan. Tak terkecuali semua pemasukan yang kita hasilkan. Meski belum tentu kita akan memanfaatkannya.
“Kemudian, pada hari kiamat itu, sungguhmu akan ditanya tentang kenikmatan.” (QS. At-Takatsur: 8).

Kita tidak hanya ditanya tentang bagaimana cara mendapatkan harta, termasuk jika mengunakan harta. Dalam hadis dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia bertanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, juga tentang tubuh untuk diucapkannya. (HR. Turmudzi 2417, ad-Darimi 537, dan dishahihkan al-Albani)

Perlu kiranya kita memeriksa kembali tentang cara-cara mendapatkan rezeki, apakah sudah jalan yang halal? Selanjutnya tentang untuk apa rezeki kita gunakan, apakah sudah tepat sesuai kebutuhan? Keduanya adalah jalan untuk mencapai kemuliaan di hadapan Allah SWT yang telah menitipkan rezeki pada kita.

5. Prestasi manusia tidak dapat digunakan dari banyak orang yang dia miliki, tetapi dari banyak hal dia bisa memberikan manfaat bagi orang.
Dalam salah satu hadits disebutkan, “Manusia yang paling dicintai Allah, adalah yang paling berharga bagi manusia lainnya.” (At-Thabrani dalam as-Shaghir, 862 - majma 'zawaid 13708)
Sedikit maupun banyak harta yang dimiliki, nilai kita akan semakin mulia jika harta digunakan sesuai dengan petunjuk yang Allah berikan (syariat) dalam hal penggunaan harta.



Setelah memahami konsep rezeki, selanjutnya adalah upaya menjadi mulia di hadapan Allah Yang Maha Mulia. Yaitu menggunakan rezeki sesuai arahan Sang Pemberi Rejeki.
Semakin syukur, akan semakin ditambah (QS Ibrahim :07)
Dalam buku MDDMAK, pada bab pertama disebutkan tentang pentingnya memahami bahwa Allah Sang Maha Baik telah memberi banyak nikmat untuk kita. Menulis jurnal syukur ternyata sangat efektif membuat kita lebih bahagia dengan melihat lagi nikmat kecil yang sering terlewat di setiap harinya. Membuat kita lebih dekat kepada Allah yang memberi rezeki. Karena mindset menjadi bahagia adalah pilihan (Choice) yang Allah berikan sepanjang waktu diantara kita dilahirkan (Birth) hingga datang kematian (Death). Demikian rumus ABCD yang disebutkan Ippho Santosa.

Gunakan di jalan Allah, akan dilipat gandakan dan ditambah kemuliaannya (QS Al Hadiid:11), salah satunya dengan sedekah (QS Al Hadiid:8)
Kisah tentang 3 orang Bani Israil yang botak, sopak, dan buta memberi pelajaran berharga pada kita. Bahwa mudah bagi Allah memberi dan mengambil apa yang telah dititipkanNya. Menafkahkan sesuai syariatNya lah yang membuat kita dicintai dan menjadikan rezeki di sekeliling kita diberkahi.
Masih panjang daftar yang dapat kita lakukan untuk menjadi mulia di hadapan Allah dengan memanfaatkan rezeki yang telah Allah titipkan. Berlatih memiliki mental kaya, termasuk kebaikan dalam memberi dan menerima. Yang tidak boleh adalah meminta-minta.


Rejeki itu pasti, kemuliaan yang dicari
Rejeki sudah ditetapkan, dicatat di lauhul mahfudz. Tak perlu terlalu bahagia saat punya banyak. Tak usah galau saat terbatas. Bukan soal banyak dan sedikit, tapi darimana dan untuk apa yang jadi pertimbangan. Maka tak ada alasan bagi kita untuk belajar manajemen rezeki agar semakin mulia di hadapan Allah SWT.


Diawinasis M. Sesanti
Mlg, 26 Oktober 2018

Sumber :
Aryoko, Andita A., 2018. Memahami Bakat Diri Dahulu, Memandu Bakat Anak Kemudian. Pasuruan: Penerbit Aryoko Indonesia

Baits, Ammi Nur. https://konsultasisyariah.com/30696-memahami-konsep-rezeki-dalam-islam-bag-01.html

Baits, Ammi Nur. https://konsultasisyariah.com/30715-memahami-konsep-rezeki-dalam-islam-bag-02.html

Basalamah, Khalid. 2 Kebiasaan Yang Dapat Membuka Pintu Rezeki. https://youtu.be/PzWN1Y54EQI

Santosa, Ippho. 2010. Hanya 2 Menit Anda Bisa Tahu Potensi Rezeki Anda. Jakarta : PT Elex Media Computindo Kelompok Gramedia

Tuasikal, Muhammad Abduh. https://rumaysho.com/11517-makna-rezeki-dan-cara-mencarinya.html

Komentar

  1. Tulisan bunda wistara ini selalu menarik dan lengkap yg didukung dgn berbagai sumber beserta mindmap nya yg lucu². Bikin semangat membacanya .

    BalasHapus
  2. Doodle artnua baguss bgt.
    "Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan."
    Ini sangat menohok.
    "Tak perlu terlalu bahagia saat punya banyak. Tak usah galau saat terbatas."
    Noted...trimakasih mbak, sharing yg bermanfaat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di atas lebih banyak catatan utk diri sendiri mbak, banyak yg perlu dibenahi. Alhamdulillah.. Semoga bisa diambil yg bermanfaat. ❤

      Hapus
  3. Makasi Mba utk pengingatnya. Bahkan lelah, lapar, dan sakit bisa merupakan nikmat bagi kita. Doodle-nya juga bagus! :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak, saya dapat ini dari kajian ustadz Khalid. Betapa nikmatnya saat lelah seharian, bisa ngantuk. 😁

      Hapus
  4. Makasih mbk sharingnya tentangvkonsep rezeki. Jleb banget rasanya. Menyadari bahwa rezeki itu padti dan kemuliasn harus dicari. Doodle kreatif.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, mbak Linda.. Masih terus belajar ini.

      Hapus
  5. Terimakasih mbak Dia.. banyak kutipan yang menguatkan. Serasa belajar mengaji sama ustazah keren ini.
    QS: Al Hadiid 8,11 kadang dilupakan ketika materi bertumpuk namun diingat ketika sakit dan kematian mengintai.
    Ya Allah semoga kita terbebas dari hal demikian.

    BalasHapus
  6. Doodlenya keren Masyaallah... Materinya semakin membuka mata, bahwa rejeki itu mutlk hak Allah

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pulang ke Udik: Menggelar Kenangan, Membayar Hutang Kerinduan

Sebagai warga perantau, bagi Griya Wistara acara mudik bukan lagi hal baru. Entah pulang ke rumah orangtua di luar kota dalam propinsi maupun mertua yang lebih jauh, antar kota antar propinsi. Bukan hal mudah dalam mempersiapkan mudik, sebutlah H-3 bulan kami harus berburu tiket kereta agar tak kehabisan sesuai tanggal yang direncanakan. Pernah suatu waktu kami harus pasang alarm tengah malam, karena hari sebelumnya sudah kehabisan tiket kereta yang diharapkan. Padahal baru jam 00.15 WIB, artinya 15 menit dari pembukaan pemesanan. Belum lagi persiapan deretan kebutuhan selama sekian hari di kampung halaman. Mana barang pribadi, mana milik pasangan, dan persiapan perang ananda tak ketinggalan. Jangan tanya rancangan budget lagi, saat pengeluaran mendominasi catatan keuangan. Membawa sepaket koper alat perang, melipat jarak agar semakin dekat. Perjalanan selalu menyisakan hikmah. Bukan perkara mudah mengelola sekian jam di atas kereta bersama balita. Alhamdulillah, beberapa kali mele

Jurnal Belajar Level 7 : Semua Anak Adalah Bintang

Usia 0-6 tahun : selesai dengan diri sendiri. Salah satu tantangan yang paling identik dengan tema level 7 ini, adalah saat orangtua mulai galau dan membanding-bandingkan anaknya dengan anak orang lain. Atau yang paling dekat dengan saudara kandungnya sendiri. Seolah-olah anak harus mengikuti sebuah pertandingan yang belum tentu setara dengan dirinya. " Coba lihat, mas itu sudah bisa jalan. Kamu kok belum?" "Berani nggak maju ke depan seperti mbak ini? " Setiap anak memiliki sisi unik yang menjadikannya bintang. Allah tak pernah salah dalam membuat makhluk, maka melihat sisi cahaya dari setiap anak adalah keniscayaan bagi setiap orangtua. Berusaha dalam meninggikan gunung, bukan meninggikan lembah. Mengasah sisi yang memang tajam pada diri anak butuh kepekaan bagi orangtua. Dalam buku CPWU, dapat diambil teknik E-O-WL-W untuk menemukan kelebihan setiap anak. 1. Engage Atau membersamai anak dalam proses pengasuhan dan pendidikan dengan sepenuh hati (yang