Berkali-kali kugerakkan brushpen merah yang baru kubeli kemarin. Beberapa lembar kertas kuletakkan sekenanya di meja sebelah. Setelah tak mampu memenuhi ekspektasiku soal seni menulis indah tentu saja. Ah, kenapa masih saja terasa kaku. Harus berapa kali aku harus berlatih agar luwes seperti di tutorial-tutorial yang sering kutonton? Mau tak mau aku harus bersabar, butuh waktu lebih untuk belajar hal satu ini. Apa mau dikata, telanjur cinta. Memang dasarnya tulisan tanganku acak-acakan. Dan pasti tak akan ada hari itu jika tulisanku cukup "indah". Minimal mudah dibaca. *** Aku melirik Kris yang sedang duduk di sebelahku. Mau tak mau aku memohon bantuannya kali ini. Hanya dia yang kukenal di sini. Padahal sehari-hari aku pun jarang menyapa teman sekelasku ini. Dia hanya tersenyum, mengangkat bahunya sambil melirik ke bocah-bocah di sebelahnya. "Siapa namanya? Kenalan dong?" , seloroh bocah usil di sebelah yang sedang membawa topiku. Suara usil bocah di sebe
Belanja Pengalaman Keluarga Wistara