Langsung ke konten utama

Membersamai Hingga Akil Baligh


Konon sampai masa inilah tugas kita sebagai orangtua, selebihnya bersiaplah menjadi "tetangga" bagi anak-anak kita. Membayangkan saja sudah mulai galau, tak selamanya anak-anak ada di dekapan kita. Tapi semoga dapat menjalani tiap tahapan menuju ke sana dengan ikhlas.

Saat ini, seberapa banyak kita memberi kesempatan pada anak-anak untuk memilih hal-hal yang bisa ditentukannya sendiri? Prinsip semua boleh kecuali yang tidak boleh, sangat bisa diterapkan pada hal-hal di luar ibadah. Melatih nanti saat akil baligh tiba, karena mereka berhak mengambil keputusan sendiri atas dirinya.

Saat reward dan punishment menjadi kontroversi, mengajarkan konsekuensi sebab akibat menjadi pilihan. Bahwa saat mereka memilih A, akan terjadi B. Ijinkan anak-anak mulai memahami hal ini. Maka tak sulit membuatnya bertanggungjawab atas perilaku sadar dan bebasnya saat baligh tiba.

Suka kepo dengan apa isi kepala anak? Sepertinya saya pun demikian. Tapi menjelang akil baligh, kebutuhan untuk punya privasi bagi mereka sepertinya lumrah. Rasanya baru berapa waktu lalu kita pun merasakan, tak ingin orangtua banyak campur tangan. Bersiap menapaki masa ini, karena si akil baligh memang berhak memiliki ruang pribadi (privacy).

Satu hal yang membingungkan di negeri ini, fisik dewasa tapi dibocahkan (tidak diberi ruang sebagai orang dewasa) tapi juga diejek saat berperilaku seperti anak-anak. Yap, secara umum disebut remaja. Padahal mereka sebenarnya telah terkena hukum-hukum sosial dan syariah. Bukan hanya soal sholat, zakat, puasa, haji bahkan menikah pun mereka dibolehkan. Tentu dengan catatan, si akil baligh sudah mandiri tak hanya secara fisik tapi juga mental.

Rasanya baru kemarin menemani ananda belajar berjalan, namun fase-fase menuju akil baligh memang perlu diusahakan selangkah demi selangkah. Belajar memberi ruang pada anak untuk mengatasi masalahnya, karena fitrahnya memang bermoral dan mencintai Al-Haq. Tetap relaks dan optimis atas potensi yang Allah tanamkan pada diri ananda. Menuju kesuksesan tak hanya di dunia, namun hingga akhirat.

Semoga Allah kuatkan,
Semoga Allah memberikan petunjuk untuk istiqomah di jalan kebenaran.

Diawinasis M Sesanti
Tgk, 05 Juni 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapata...

Setiap Kita Istimewa

"Setiap kita diciptakan istimewa, unik, dan satu-satunya. Tidak ada produk gagal dari setiap ciptaan Allah SWT." Demikian kalimat yang sering didengungkan, namun bukan perkara mudah meyakininya hingga mewujudkannya dalam kehidupan nyata. Karena di luar sana banyak kalimat yang tak kalah sakti memupus harap hingga kita tak yakin lagi bahwa kita istimewa. "Mengapa kamu tak bisa juara kelas seperti mbak X?" "Mas A sudah diterima PTN favorit, kamu gimana?" "Si Y bisa beli rumah, mobil, tanah, dan investasi lain lho.. Nggak kaya kamu." Dibandingkan. Satu hal yang paling sering membekas dan menjadi inner child yang belum selesai bahkan setelah status berubah menjadi orangtua. Guratan kecil yang tanpa sadar dapat memudarkan pendar cahaya dari sisi unik setiap diri manusia. Tak ada yang salah dengan perbandingan. Bukankah mengukur itu memakai perbandingan besaran dan satuan? Hanya saja perlu memastikan, saat mengukur besaran panjang satuannya pun ...

Jurnal Belajar Level #1 Mantra Bahagia Keluarga: "Ngobrol Bareng"

Jurnal Belajar LevelL#1 Mengikat Rasa, Mengikat Makna Diawinasis M Sesanti Mlg, 28 November 2017 Sebelum belajar tentang komprod, sering sekali dulu membombardir pasangan dengan semua isi kepala tanpa ada filter. Tak jarang, semua itu disampaikan dari balik tembok artinya kaidah-kaidah komprod dengan orang dewasa belum diterapkan karena belum dipelajari. Maka membawa sepotong demi sepotong teori komprod ke dalam kehidupan sehari-hari memberi banyak hikmah bagi kami. Meskipun level 1 telah lama dilewati, namun tantangan selalu hadir untuk dapat menyampaikan pesan dengan lebih produktif kepada siapa saja lawan bicara kita. Belajar komunikasi produktif adalah latihan yang tak ada habisnya. * Family forum Griya Wistara * Pada level 1, tantangannya adalah "ngobrol bareng" tapi bukan sembarang bicara. Membuat kesepakatan adanya family forum dalam sebuah keluarga. Awalnya canggung memang, namun dari hal remeh temeh maupun hal penting yang dibicarakan ternyata mem...