Langsung ke konten utama

Keinginan Tak Selalu Diraih, Kebutuhan Pasti Datang Bertandang

Satu kegiatan yang dulu sering saya lakukan saat masih single: window shopping alias cuci mata dengan berkeliling toko, pasar, atau mall.



Belanja? Belum tentu.
Tergantung kondisi kantong atau kebutuhan.

Ketika status berubah, kebiasaan ini masih berlanjut. Bedanya kini tak harus pergi keluar rumah karena ada aplikasi marketplace maupun media sosial yang memfasilitasi lapak jual-beli. Tinggal klik-klik masuk keranjang. Tapi jangan tanya kapan dibayarnya.

Ada satu merk baju menyusui yang sering menggoda iman bagi saya. Bahan adem dengan bukaan samping membuat saya jatuh cinta. Dari model manset, kaos, tunik, hingga gamis pun ada. Polos hingga motif yang memanjakan mata. Dulu saya sempat menjadi resellernya saat masih menyusui anak pertama. Tentu sering muncul konflik, "dipakai sendiri atau dijual, ya?"

Setiap ada motif baju yang gue banget, segera capture buat disimpan. Pas ada diskonan laporan ke pak suami pengen dibelikan. Akhirnya saya memilih untuk berhenti karena tak kuat dengan lapar mata. Meskipun sesekali masih tergoda. Untuk kado teman yang habis lahiran misalnya.

Sampailah di masa menyusui anak kedua. Baiklah, mari kita simak produk baru di tiap minggu yang semakin uwu. Tak hanya berbahan kaos, tapi juga katun yang lebih formal. Motifnya semakin beragam begitu pula modelnya. Bayangkan, godaan muncul setiap hari seliweran di beranda!

Sampai usai dua tahun masa menyusui, saya berhasil  menahan diri untuk tidak membeli. Saya anggap sebuah prestasi karena berhasil menjawab pertanyaan: butuh atau ingin? Karena memang belum waktunya menambah koleksi. Masih ada beberapa baju menyusui yang masih awet dan layak pakai meskipun sudah sekian tahun ambil cuti diam di lemari. Bahagia bukan, ketika kita bisa merdeka menentukan pilihan?

Lapar mata sebagian besar berisi keinginan. Menggebu di awal, ketika sudah di tangan belum tentu sesuai kebutuhan. Belakangan saya memilih untuk membekukan hingga meng-unisntall aplikasi belanja. Mengurangi godaan produk skincare natural yang mulai menggeser pesona si baju dengan merk warna biru.

Kadang butuh dan ingin pun sulit dibedakan. Sama-sama makanan, tapi beda status saat dilihat dari gengsi yang mengikuti. Sebut saja nasi goreng rumahan Vs menu restoran. Sama-sama pakaian, tapi akan beda cerita ketika tumpukan baju sudah menggunung di lemari.

Namanya manusia, ada juga masanya saya galau. Pernah sekali waktu saya merengek dalam doa, "Ya Allah aku mau itu." Tapi saya memilih untuk menyimpannya dalam wishlist, mengingat ada kebutuhan lain yang lebih penting.

Bisa jadi tak ada tambahan nominal yang bisa dibelokkan untuk pos baru. Tapi Allah pasti penuhi setiap kebutuhan, bukankah jatah rezeki telah ditetapkan? Satu per satu Allah ijinkan saya mencoba skincare yang pernah jadi target incaran. Ternyata keisengan coret-coret dan utak atik aplikasi editing sejuta umat membawa peruntungan.

Cukup satu kata menjadi penutup: "Alhamdulilla," atas segala rezeki yang Allah berikan. Bukankah kalimat ini mengundang datangnya keberkahan?

Bunda Wistara
Malang, Juli 2020


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alir Rasa Kelas Bunda Cekatan

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Ta'ala yang telah memberikan kelapangan hingga mampu menyelesaikan kelas Bunda Cekatan batch #1 Institut Ibu Profesional.  Challenge Buncek: Done! Terimakasih untuk Ibu Septi Peni Wulandani yang telah menjadi guru bagi kami, setia membawa dongeng istimewa di setiap pekannya. Terimakasih untuk team belakang layar Buncek #1 (Mak Ika dkk), teman-teman satu angkatan, dan tentu all team Griya Wistara yang mendukung saya belajar sampai di tahap ini. Apa yang membuat bahagia selama berada di kelas Bunda Cekatan? Kelas Bunda Cekatan menyimpan banyak sekali stok bahagia yang bisa diambil oleh siapa saja dengan cara yang tak pernah sama. Rasanya tak ada habisnya jika harus disebutkan satu per satu. Potongan gambar berikut cukup mewakili proses yang telah saya lalui. Tahap Telur-Telur Saya jadi tahu apa yang membuat saya bahagia. Apa yang penting dan urgent untuk segera dipelajari. Dan saya diijinkan untuk membuat pe...

Oncek Tela; Tradisi Mengupas Singkong Bersama

 Sekitar tahun 2000-an, ada kegiatan membuka lahan baru di bukit seberang. Deru mesin pemotong kayu bersahutan. Pohon-pohon besar dicabut hingga ke akarnya. Entah kemana perginya hewan-hewan penghuni hutan. Berpindah tempat tinggal atau justru tersaji ke meja makan.  Aroma dedaunan serta kayu basah menyebar. Tak hanya lewat buku pelajaran IPA, aku bisa melihat langsung lingkaran tahun belasan hingga puluhan lapis. Pohon-pohon itu akhirnya menyerah dengan tangan manusia. Tunggu dulu... Mengapa orang-orang justru bersuka cita? Bukankah menggunduli hutan bisa berisiko untuk tanah di perbukitan seperti ini? Waktu berselang, pertama kalinya aku menapak ke bukit seberang. Setelah menyeberang dua tiga sungai, dilanjutkan jalan menanjak hingga ke atas. Terhampar tanah cokelat yang siap menumbuhkan tanaman baru. Aku melihat terasering di bukit seberang, rumahku tersembunyi di balik rimbun pohon kelapa. Di kiri kanan terhimpun potongan pohon singkong yang siap ditancapkan. Jenis singkon...

Jejak Ki Hadjar Dewantara di Hardiknas 2024

 Siapa nama pahlawan nasional yang hari lahirnya dijadikan Hari Pendidikan Nasional? Pasti kalian sudah hafal di luar kepala. Beliau yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Suryaningrat hingga akhirnya berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara di usia 40 tahun. Anak ke-5 dari 9 bersaudara yang memiliki keteguhan dalam memperjuangkan idealisme sepanjang hidupnya.  Kisah beliau seolah tak asing, seperti menonton perjalanan seorang changemaker yang bermula dari tumbuh suburnya empati. Meskipun lahir dari keluarga ningrat, Soewardi menangkap diskriminasi tentang hak pendidikan yang hanya dinikmati oleh keluarga priyayi dan Belanda. Sementara rakyat pribumi yang merupakan teman-teman bermainnya di masa kecil tak bisa mengakses fasilitas sekolah yang dibuat Belanda di zaman itu. Soewardi muda belajar di Yogyakarta, hingga berlanjut di STOVIA meskipun tidak sampai lulus. Tentu saja ini berkaitan dengan perjuangannya sebagai "seksi media" di Budi Utomo, menyebarkan tulisan yang ber...