Bukan kebetulan, aku terlahir sebagai perempuan. Dominan otak kanan dan perasa atas tiap keadaan. Bukan makhluk berdada bidang, namun dicipta kuat menghadapi setiap tantangan.
Seperti tentara yang berbekal senjata, bukan untuk menghancurkan sia sia tapi untuk menjaga. Seperti tukang kayu, dia takkan mengingkari peran palu menghasilkan manfaat lewat jutaan karya. Begitu pula fitrah Tuhanku atas tubuh yang dititipkan padaku.
Saat di rahim ini ditempati nyawa baru, keyakinanku menuntun untuk banyak-banyak menerima. Mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya. Kemudian aku pun bersandar banyak-banyak pada Sang Pencipta. Betapa besar kuasaNya.
Ketika tiba waktu, terdengar tangisan haru yang menghapus segala rasa sakitku. Saat jaminan rejekiNya dititipkan lewat aku. Kembali aku diingatkan, bahwa inilah guna perangkat di tubuhku. Bukan sekedar hiasan yang mengindahkan tanpa tuju.
Dan kami terima hadiah terindah Rabb lewat kelahiran. Laksana tanaman, kami pun ikut tumbuh menggelar akar. Tak tega sembarangan mengganggu rekahan kuncup dedaunan. Meskipun khilaf kami hadir silih berganti membersamai ananda. Maka kepadaNya lah kami kembalikan segalanya.
Kini kupeluk kembali aroma rindu akan kehadiran nyawa di rahim ini.
Menata diri..
Menata hati..
Sepenuh jiwa membersamai ananda tetap pada fitrah diri.
Tak cukup langkah kami sampai pada hamil dan menyusui, masih panjang tugas kami hingga akil baligh mereka tiba. Karena merekalah generasi pengganti, sholih sholihah penyejuk hati.
Bunda Wistara,
Mlg, 08 April 2018
Komentar
Posting Komentar