Digit angka berjajar di layar, artinya nomor ini belum tersimpan. Antara ya dan tidak, akhirnya kuputuskan memilih menu hijau.
"Assalamualaikum", aku pun mulai membuka suara. Di seberang terdengar suara tak asing, tapi kemudian menjadi aneh ketika malam-malam ada yang bicara formal dan juga menyebut instansi. Ada kalimat "tunjangan" pun semakin membuatku yakin, ada yang salah.
Karena orang yang bicara denganku bisa dihitung jari, mudah bagiku menebak pemilik suara di seberang. Dan kami pun tertawa. Rupanya hampir 5 tahun tak bertemu, logat "jejepangan"nya masih sama. "Kak Santi juga ketawanya masih gitu-gitu aja". Apa mungkin aku perlu belajar tertawa ala gadis Jawa asli yang gemulai?
Dan kisah pun mengalir. Tentang instansi tempat kami pernah belajar bareng. Tentang aktivitas saat ini. Tentang teman lama kami. Tentang potongan kenangan selama 5 tahun ini. Dan tentu saja tentang "salah sambung" ini.
Interupsi pun datang silih berganti saat si kakak ikut ambil suara. "Bun, jangan senyum.. Manyun aja". Diciumi pipi bunda, berlari dan melompat di kasur, meminta peluk, dan segenap cara dilakukannya untuk menarik perhatian bunda yang sibuk bertukar kata. Semua aksi ini berarti "Ini jam tidurku bun, ayo temenin aku tidur".
Dan setelah hampir satu jam berlalu, akhirnya telepon pun ditutup. Anak kecil mulai tenang setelah lampu dimatikan. Coretan terakhir hari ini pun telah kuselesaikan.
Bunda Wistara
Malang, 09-04-2018
Komentar
Posting Komentar