Langsung ke konten utama

Jurnal Belajar Level 5 : Literasi "Jaman Now"


Diawinasis M Sesanti
Tgk, 25 Mei 2018
#Definisi

Sebelum membahas lebih jauh tentang literasi, ada baiknya kita tengok lebih dahulu apa itu literasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.

li.te.ra.si1 /litêrasi/
kemampuan menulis dan membacapengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu: -- komputerkemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup

Lebih jauh, menurut National Institute for Literacy, kemampuan membaca, menulis, berhitung, berbicara, dan memecahkan masalah ini berguna pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga, dan masyarakat sekitar kita. Menjadi pengingat bagi kita, bahwa aktivitas calistung bukan sekedar memenuhi tuntutan nilai rapor semata. Namun kita menjadi paham bahwa ada "strong why" untuk terus belajar, untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata dalam menyelesaikan masalah, menemukan solusi dan kebermanfaatan yang lebih besar.

#Kemudahan

Saat ini, semua lapisan masyarakat dapat memperoleh akses untuk meningkatkan kemampuan literasi-nya. Bukan hanya tersedia di perpustakaan, kini memperkaya literasi dapat dilakukan dari rumah lewat beragam media yang siap untuk diakses. Sebutlah media cetak, elektronik, internet, serta beragam pilihan lain. Tinggal mau atau tidak untuk turut bergerak seiring perkembangan dunia literasi yang semakin pesat dewasa ini.

#Tantangan

Di balik kemudahan meningkatkan literasi yang ditawarkan saat ini, perlu ada "saringan" yang perlu digunakan agar tidak terjerumus pada FOMO (fear of missing out) bahkan nomophobia. Menemukan sumber literasi apa yang benar-benar dibutuhkan, bukan sekedar ingin tahu atau ingin dianggap tahu segala hal seperti mesin pencari.

Semua orang bisa membaca buku, mengakses internet dan media literasi lainnya. Akan tetapi tidak semuanya mau membaca, menyimak, serta menggunakan kemampuan literasi untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bisa jadi ini "penyakit bawaan" saat masih belajar di bangku sekolah, bahwa kegiatan belajar itu dilakukan hanya saat mendekati ujian atau memenuhi nilai rapor semata.

#ForThingstoChangeIMustChangeFirst

Tentu kita sebagai orang dewasa lebih dulu perlu menjadi contoh langsung sebelum menstimulasi ke anak. Pada tantangan level 5 Kelas Bunda Sayang, hal ini diwujudkan dengan membuat pohon literasi keluarga. Sehelai demi sehelai daun literasi tumbuh rimbun sebanyak buku yang dibaca. Tantangan bertambah dengan si kecil (3 tahun) yang seolah "kecanduan", tak henti minta dibacakan buku yang disukainya.

Saat di perjalanan, kami dapat memanfaatkan ebook yang lebih praktis dibawa. Banyak tersebar situs yang menyediakan buku elektronik yang berkualitas namun bebas diakses, misalnya kisah-kisah untuk anak di www.muslimkecil.com. Beberapa sumber belajar dan printable di Indonesia Montessori juga cukup membantu memperkaya literasi ananda. Karena literasi kini tak hanya media cetak dan elektronik, internet dengan segala kemudahan yang ditawarkan siap membantu.

Pohon Literasi Griya Wistara 


Saat ini kemampuan ananda baru di level literasi dini-dasar, sehingga kami masih punya banyak kesempatan untuk berbenah dan ikut tumbuh bersamanya. Pengalaman interaksi sosial terutama dengan anak-anak seusianya cukup berkesan dan menjadi bahan berkomunikasi lisan. Terlebih ada sisi unik #communication yang cukup menonjol. Bersilaturahim sambil melihat sumber literasi anak lain membuatnya semakin berbinar. Dimana ada buku, ananda terlihat betah berlama-lama dan langsung minta untuk dibacakan.
Tak kalah penting, di kelas Bunda Sayang ini kami pun belajar tentang tahapan literasi dalam menstimulasi anak-anak. Membaca bukan sesuatu yang ujug-ujug, tapi melewati proses dari mendengar-bicara-membaca-menulis. Masing-masing memiliki porsi dan penting untuk distimulasi dengan baik.
Dengan memperhatikan tahapan ini, orangtua seperti saya menjadi paham media literasi apa yang pas untuk usia anak saya (3 tahun). Pentingnya menyempurnakan bahasa ibu yang disepakati keluarga agar anak dapat melanjutkan kemampuan literasi yang lebih kompleks. Di Griya Wistara, kami memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu karena perbedaan bahasa ibu antara Ayah (Betawi) dan Bunda (Jawa). Alhamdulillah saat ini ananda sudah mulai lancar di tahapan mendengar-bicara dalam mengungkapkan apa yang dipikirkan dan dirasakannya.

Menjadi teladan memang tak mudah, namun tak salah jika kami ingin terus berproses. Kami pun memulai dari belajar mendengar, menyimak apa yang disampaikan oleh ananda ketika satu per satu kosa katanya berganti menjadi kalimat. Belajar saling mengungkapkan pendapat lewat forum keluarga yang sederhana. Kemudian dilanjutkan kegiatan membaca bersama maupun bacaan pribadi satu dua buku yang tak kunjung habis. 

Terakhir yang menjadi tantangan bagi kami pribadi adalah menulis. Salah satu strategi yang dilakukan adalah minimal ananda melihat orangtuanya menulis. Baik artikel, mengerjakan tugas, atau yang paling ajeg adalah menulis jurnal harian ananda.
Satu lagi kegiatan literasi yang cukup enjoy-easy kami lakukan adalah dengan membuat catatan lewat infodoodle. Memanfaatkan doodle sebagai media literasi ternyata sangat efektif bagi saya yang tipe visual. Karena itu tak salah jika kulwap di RumBel DoodleArt IP Malang Raya Jatimsel menghadirkan @emakdoodle sangat membantu saya memahami suatu materi atau tema tertentu. Nilai plusnya, saya dapat membagikannya dalam bentuk gambar yang lebih mudah dibaca.

Setiap orang mungkin bisa membaca, tapi membuatnya suka membaca menjadi tantangan tersendiri. Termasuk bagi kami, orang dewasa. Alhamdulillah saat ini kegiatan membaca di Griya Wistara masih berlanjut meskipun Level 5 Kelas Bunda Sayang sudah dilewati hampir setahun lalu. Semoga tetap istiqomah lillah : iqro' dan tholabul ilmi.


Sumber:
https://kbbi.kemdikbud.go.id/
Materi Level 5 Kelas Bunda Sayang : Menstimulasi Anak Suka Membaca
Review Level 5 Kelas Bunda Sayang
Aliran Rasa Level 5 Kelas Bunda Sayang :
Resume Kulwapp RB DoodleArt IP Malang Raya Jatimsel dengan @emakdoodle Wildaini Shalihah : Doodle untuk literasi visual

Komponen Literasi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oncek Tela; Tradisi Mengupas Singkong Bersama

 Sekitar tahun 2000-an, ada kegiatan membuka lahan baru di bukit seberang. Deru mesin pemotong kayu bersahutan. Pohon-pohon besar dicabut hingga ke akarnya. Entah kemana perginya hewan-hewan penghuni hutan. Berpindah tempat tinggal atau justru tersaji ke meja makan.  Aroma dedaunan serta kayu basah menyebar. Tak hanya lewat buku pelajaran IPA, aku bisa melihat langsung lingkaran tahun belasan hingga puluhan lapis. Pohon-pohon itu akhirnya menyerah dengan tangan manusia. Tunggu dulu... Mengapa orang-orang justru bersuka cita? Bukankah menggunduli hutan bisa berisiko untuk tanah di perbukitan seperti ini? Waktu berselang, pertama kalinya aku menapak ke bukit seberang. Setelah menyeberang dua tiga sungai, dilanjutkan jalan menanjak hingga ke atas. Terhampar tanah cokelat yang siap menumbuhkan tanaman baru. Aku melihat terasering di bukit seberang, rumahku tersembunyi di balik rimbun pohon kelapa. Di kiri kanan terhimpun potongan pohon singkong yang siap ditancapkan. Jenis singkon...

Jejak Bahagia RD 2023

 Bismillahirrahmanirrahim...  Sepertinya sudah terlalu lama saya tidak menulis di blog ini. Tiba-tiba 2023 sudah sampai di penghujung Desember, jadi kita akan langsung membuat selebrasi atas perjalanan setahun ini bersama Rinjing Destock.  Video Pecha Kucha & Ebook Story Of Success RD 2023 Video Portofolio RD 2023 di YouTube Rinjing Destock Garis besarnya sudah saya rangkum di Video Pecha Kucha: Portofolio RD 2023 yang bisa kalian simak di sini .  Selain video, kami juga membuat rangkuman perjalanan dalam bentuk e-book. Dari susunan tata letak /layout ebook ini saya belajar banyak menerapkan prinsip-prinsip desain. Bagaimana agar warnanya kontras, bagaimana agar informasi penting dapat diberi penekanan, bagaimana menerapkan keseimbangan, dst. Belum sempurna memang, tetapi sedikit banyak saya merasa ada progress dibandingkan dengan ebook sebelumnya yang pernah saya susun.  Saat menyusun ini, rasanya campuran antara bahagia, lega, bangga, lelah, heran juga RD ...

Jejak Ki Hadjar Dewantara di Hardiknas 2024

 Siapa nama pahlawan nasional yang hari lahirnya dijadikan Hari Pendidikan Nasional? Pasti kalian sudah hafal di luar kepala. Beliau yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Suryaningrat hingga akhirnya berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara di usia 40 tahun. Anak ke-5 dari 9 bersaudara yang memiliki keteguhan dalam memperjuangkan idealisme sepanjang hidupnya.  Kisah beliau seolah tak asing, seperti menonton perjalanan seorang changemaker yang bermula dari tumbuh suburnya empati. Meskipun lahir dari keluarga ningrat, Soewardi menangkap diskriminasi tentang hak pendidikan yang hanya dinikmati oleh keluarga priyayi dan Belanda. Sementara rakyat pribumi yang merupakan teman-teman bermainnya di masa kecil tak bisa mengakses fasilitas sekolah yang dibuat Belanda di zaman itu. Soewardi muda belajar di Yogyakarta, hingga berlanjut di STOVIA meskipun tidak sampai lulus. Tentu saja ini berkaitan dengan perjuangannya sebagai "seksi media" di Budi Utomo, menyebarkan tulisan yang ber...