Langsung ke konten utama

RBI 2: Day 7

Diawinasis M Sesanti
Tgk, 18 Mei 2018

Alhamdulillah, memasuki hari ke-2 Ramadan kami pun memasuki hari ke 18 berbagi. Dengan kondisi di pegunungan, bukan hal mudah memang memposting konten #OneDayOneHadits. Tapi alhamdulillah dengan memilih waktu pagi, meski lambat alhamdulillah bisa terposting.

Tema hadits ke-15 kali ini tentang etika orang yang beriman. Pengingat pertama untuk menjaga perkataan, berkata yang baik atau diam. Ini memang cukup menjadi ujian, kami memaknai berkata yang baik ini seperti berkomunikasi produktif yang kami pelajari di kelas Bunda Sayang level 1.

Yang kedua, tentang menghormati tetangga. Membuat kami mengingat kembali tentang hak-hak tetangga. Sepertinya kami belum banyak memberi manfaat untuk tetangga, semoga ke depan kami dapat menebar kebaikan mengingat kami butuh "orang sekampung" untuk membesarkan anak-anak.

Ketiga tentang memuliakan tamu. Tentang adab bertamu, pasangannya dengan memuliakan tamu. Bisa jadi "adat kebiasaan" tiap daerah beragam, namun cara Nabi Ibrahim saat menjamu tamu "malaikat" pembawa kabar kehamilan Sarah menjadi satu referensi bagaimana harus memperlakukan tamu di rumah. Tentu sesuai dengan kemampuan dan kondisi rumah masing-masing.

#2ndW
#HappyFamilySpreadHappiness
#GriyaWistara
#RuangBerkaryaIbu
#Ibu Profesional
#MandiriBerkaryaPercayaDiriTercipta
#KenaliPotensimuCiptakanRuangBerkaryamu
#Proyek2RBI
#Day7

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oncek Tela; Tradisi Mengupas Singkong Bersama

 Sekitar tahun 2000-an, ada kegiatan membuka lahan baru di bukit seberang. Deru mesin pemotong kayu bersahutan. Pohon-pohon besar dicabut hingga ke akarnya. Entah kemana perginya hewan-hewan penghuni hutan. Berpindah tempat tinggal atau justru tersaji ke meja makan.  Aroma dedaunan serta kayu basah menyebar. Tak hanya lewat buku pelajaran IPA, aku bisa melihat langsung lingkaran tahun belasan hingga puluhan lapis. Pohon-pohon itu akhirnya menyerah dengan tangan manusia. Tunggu dulu... Mengapa orang-orang justru bersuka cita? Bukankah menggunduli hutan bisa berisiko untuk tanah di perbukitan seperti ini? Waktu berselang, pertama kalinya aku menapak ke bukit seberang. Setelah menyeberang dua tiga sungai, dilanjutkan jalan menanjak hingga ke atas. Terhampar tanah cokelat yang siap menumbuhkan tanaman baru. Aku melihat terasering di bukit seberang, rumahku tersembunyi di balik rimbun pohon kelapa. Di kiri kanan terhimpun potongan pohon singkong yang siap ditancapkan. Jenis singkon...

Jejak Bahagia RD 2023

 Bismillahirrahmanirrahim...  Sepertinya sudah terlalu lama saya tidak menulis di blog ini. Tiba-tiba 2023 sudah sampai di penghujung Desember, jadi kita akan langsung membuat selebrasi atas perjalanan setahun ini bersama Rinjing Destock.  Video Pecha Kucha & Ebook Story Of Success RD 2023 Video Portofolio RD 2023 di YouTube Rinjing Destock Garis besarnya sudah saya rangkum di Video Pecha Kucha: Portofolio RD 2023 yang bisa kalian simak di sini .  Selain video, kami juga membuat rangkuman perjalanan dalam bentuk e-book. Dari susunan tata letak /layout ebook ini saya belajar banyak menerapkan prinsip-prinsip desain. Bagaimana agar warnanya kontras, bagaimana agar informasi penting dapat diberi penekanan, bagaimana menerapkan keseimbangan, dst. Belum sempurna memang, tetapi sedikit banyak saya merasa ada progress dibandingkan dengan ebook sebelumnya yang pernah saya susun.  Saat menyusun ini, rasanya campuran antara bahagia, lega, bangga, lelah, heran juga RD ...

Jejak Ki Hadjar Dewantara di Hardiknas 2024

 Siapa nama pahlawan nasional yang hari lahirnya dijadikan Hari Pendidikan Nasional? Pasti kalian sudah hafal di luar kepala. Beliau yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Suryaningrat hingga akhirnya berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara di usia 40 tahun. Anak ke-5 dari 9 bersaudara yang memiliki keteguhan dalam memperjuangkan idealisme sepanjang hidupnya.  Kisah beliau seolah tak asing, seperti menonton perjalanan seorang changemaker yang bermula dari tumbuh suburnya empati. Meskipun lahir dari keluarga ningrat, Soewardi menangkap diskriminasi tentang hak pendidikan yang hanya dinikmati oleh keluarga priyayi dan Belanda. Sementara rakyat pribumi yang merupakan teman-teman bermainnya di masa kecil tak bisa mengakses fasilitas sekolah yang dibuat Belanda di zaman itu. Soewardi muda belajar di Yogyakarta, hingga berlanjut di STOVIA meskipun tidak sampai lulus. Tentu saja ini berkaitan dengan perjuangannya sebagai "seksi media" di Budi Utomo, menyebarkan tulisan yang ber...