Di dunia ini, tak ada kebetulan bukan? Mereka sedang menjalani skenario yang mereka pilih sendiri.
"Kupikir, dia gadis tercantik yang pernah kutemui. Belakangan, aku rasa ia tak lagi begitu."
"Hmmm?"
"Ternyata ada yang lebih cantik darinya."
"Hmmm?"
"Ternyata ada yang lebih cantik darinya."
Lelaki berambut ikal itu membuat kesimpulan akhir dari sebuah soal cerita yang sedang dihadapinya. Setelah kalimat itu, esok harinya giliran si gadis semampai yang berujar padaku maksud serupa. Bedanya, ia pasrah saat rasanya tak lagi terbalaskan. Sayup-sayup, kudengar masih ada cinta yang tersisa di antara barisan kata yang diucapnya.
"Mau bagaimana lagi, dia sudah tak bisa mempertahankan hubungan ini."
Ternyata memang tak ada jaminan tentang sebuah hubungan yang mengaku bernama "pacaran". Meskipun sudah kesana kemari bergandeng tangan. Makan berdua di warung prasmanan kini tinggal menjadi kenangan. Mau mengajukan gugatan pun tak ada kekuatan hukum yang bisa diandalkan.
Dan kini adegan sinetron harus kembali kusaksikan. Di dunia ini, tak ada kebetulan bukan? Mereka sedang menjalani skenario yang mereka pilih sendiri. Dua kursi panjang bersama empat manusia berusia belasan. Dua di sisi kiri, dua di sisi kanan. Apa aku harus menjadi hakim garis untuk memastikan siapa yang pantas menjadi pemenang?
Bukan dengan skor, cukup lewat kombinasi mata dan garis lengkung di sudut bibir mereka. Si gadis semampai kalah telak kali ini. Posisinya telah terganti si pemilik senyum yang terkembang sejak tadi. Gadis cantik yang tangannya melekat erat di lengan lelaki ikal. Mungkin ini gadis cantik yang baru ditemukannya.
Seperti tayangan katakan cinta vs katakan putus di televisi, tak ada yang bisa protes meskipun tayang pagi-sore berurutan. Ingin rasanya kubagikan momen dagelan di depan mata, tapi aku cukup tahu diri terhadap karma. Lawakan takdir atas kisah cintaku pun tak enak untuk diumbar. Meskipun paling banter netizen +62 yang budiman beradu jempol di postingan akun gosip bibir bergincu.
Komentar
Posting Komentar