Langsung ke konten utama

Menyapih: Saling Mengikhlaskan

Alhamdulillah, bulan lalu adik Wistara #2 genap berumur dua. Momentum H2C alias harap-harap cemas ketika masa penyapihan datang. Akankah tantangan ini semulus jalan tol, ataukah penuh liku semacam sinetron kejar tayang?
***

Saya memaknai tugas perkembangan bukan melulu terpatok pada usia tetapi kesiapan anak. Mau tidak mau, harus diakui bahwa itu semua ditentukan juga oleh kesiapan orangtua. Begitu pun dengan proses menyapih kali ini.

Meskipun bukan pengalaman pertama, tetapi saya masih belum yakin saat akan memutuskan berhenti mengASIhi anak kedua. Masih ada beban saat mengingat dulu harus menyaksikan kakak menangis sepanjang malam saat disapih. Baru direncanakan saja sudah membuat lelah diri.

Belum lagi saat mengingat kembali komentar netizen saat menyapih anak pertama.

"Pake weaning with love, biar nggak drama."
Semua juga pasti ingin with love, tapi realita bisa beragam hasilnya.

"Aku pake lipstik merah cabe."
Adakah pengaruh jika diganti ungu lembayung atau abu-abu monyet?

Ada juga saran jalan pintas: "Dibawa ke orang pintar aja."
Di kepala muncul ide membawa anak-anak silaturahim ke teman-teman zaman putih abu-abu, saya rasa mereka lebih pantas disebut orang pintar. Dari juara olimpiade Kimia, Fisika, Biologi, Ekonomi, bahkan Matematika tingkat internasional juga ada. Masih kurang? Teman seangkatan pak suami ada yang langganan medali emas IMO. Tapi akankah menjadi solusi penyapihan? Yang ada justru menjadi agenda tour de talent ke beragam profesi dari Guru, Dokter, Dosen, Polisi, dsb.

Bermodal sepotong nasihat ustadz yang sempat mampir di telinga, "Berdoalah kepada Allah di setiap aktivitas kita. Kita nggak akan rugi, saat pergi ke suatu tempat berdoa mendapat tempat parkir yang nyaman, berdoa mendapatkan barang yang kita cari, dsb." Saya pun otomatis berdoa agar Allah Ta'ala mudahkan proses penyapihan kali ini. Apalagi ada perintah Qur'an di dalamnya.

Qadarullah, sebuah kiriman tips penyapihan lewat di beranda. Cukup sahih sumbernya karena beliau ini salah satu psikolog, guru saya di bangku kuliah dulu. Yang menarik, beliau menyinggung efektifnya membaca cerita sebelum tidur. Saya pun tak percaya begitu saja, ah masa iya semudah itu?

Daripada terus berteori, mari kita jalani. Konon rencana tanpa eksekusi hanyalah tinggal mimpi.

Siang hari selama anak banyak kegiatan, insya Allah proses penyapihan lebih mudah. Biarkan anak sibuk bermain atau membaca buku. Sediakan stok camilan dan minuman yang disukai. Mungkin akan ada penambahan anggaran di pos jajanan tapi memang ini kebutuhan untuk mendukung lancarnya proses penyapihan. Perbanyak pelukan, ciuman, dan elusan. Berikan kenyamanan sesuai bahasa cintanya. Menjaga jarak justru tidak disarankan.

Tantangan terberat penyapihan adalah saat jam tidur datang. Saya pernah belajar hipnoterapi basic dan advance, tapi entah salah pilih anchor atau karena saya sendiri tak yakin hingga sounding yang saya buat rasanya tidak begitu berefek. Mungkin cara ini ampuh di anak lain, tapi bukan jalan bagi kami.

Saya memilih cara paling konvensional: menggendong. Awalnya adik sempat galau kemudian saya coba tips membacakan cerita. Adik sendiri yang memilih buku yang akan dibaca. Sambil menebak warna sampul buku, melabel nama tokoh, aktivitas tokoh di gambar, dsb. Ngobrol, menyanyikan lagu favorit, membacakan surat pendek juga bisa menjadi pilihan. Dari mata berbinar hingga tak ada respon alias sudah berpindah ke alam mimpi. Resiko pilihan cara ini adalah penggunaan koyo cabe dan bersiap banjir kata-kata dari lisan si kecil.

Hasilnya tidak bisa instan tetapi terasa sekali selama sepekan ini adik mulai berangsur melepas menyusu sebelum tidur. Sekali dua kali meminta tetapi tetap enjoy meskipun sudah tidak lagi menyusu. Ada momen adik tertidur setelah kenyang makan pisang. Tertidur saat menunggui bunda membuat coretan. Sempat juga terlelap di pangkuan saat bunda sedang melakukan meeting via video.

Saya memulai proses menyusui adik dengan bahagia lewat IMD. Kemudian memilih bahagia juga dalam mengakhirinya. Secara sadar kami belajar  untuk melepas keinginan, berusaha memnuhi kebutuhan. Bersiap memasuki fase pra latih 3-6 tahun.

Serangkaian proses ini mengingatkan saya tentang pentingnya menerima konsekuensi dari sebuah pilihan. Sebenarnya lebih mudah menidurkan adik sambil menyusui tanpa  harus menyediakan tenaga lebih. Tetapi kami memutuskan untuk mengganti caranya saja. Membantu anak memahami tentang rasa lapar, haus, kantuk, dan apa yang harus dilakukan. Saat anak terbangun di tengah malam, bahasakan apa yang dibutuhkannya dan bantu penuhi. Adik Wistara sudah bisa meminta minum, pijit, pindah tempat tidur, atau ke kamar mandi. Kesempatan emas menumbuhkan bahasa ibu dengan memperbanyak ngobrol bareng.

Oiya, jangan pernah lupakan peran orang serumah yang telah memberikan dukungan bagi Bunda dan adik melewati tahap penyapihan ini. Terimakasih Ayah & Kakak Wistara #1 yang setia mengajak adik ngobrol, main, dan beraktivitas bareng. Terimakasih dukungan seluruh tim di Griya Wistara. Setelah ini masih panjang daftar tugas perkembangan yang harus dilalui.

Terima kasih adik, sudah bekerjasama di level ini.

Bunda Wistara,
Malang, 15 Juli 2020

Komentar

  1. Teknik bercerita ini dulu juga ampuh untuk anak keduaku Mbak.
    Apalagi sapihnya setengah terpaksa karena saya hamil anak ketiga. Ternyata memang kalau kita belum mengikhlaskan jadi susah. Begitu sudah ikhlas dan di sounding terus lama-lama bisa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, tos dulu mbak Lupi. Emang ibunya kudu ikhlas dulu ya.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapata...

Setiap Kita Istimewa

"Setiap kita diciptakan istimewa, unik, dan satu-satunya. Tidak ada produk gagal dari setiap ciptaan Allah SWT." Demikian kalimat yang sering didengungkan, namun bukan perkara mudah meyakininya hingga mewujudkannya dalam kehidupan nyata. Karena di luar sana banyak kalimat yang tak kalah sakti memupus harap hingga kita tak yakin lagi bahwa kita istimewa. "Mengapa kamu tak bisa juara kelas seperti mbak X?" "Mas A sudah diterima PTN favorit, kamu gimana?" "Si Y bisa beli rumah, mobil, tanah, dan investasi lain lho.. Nggak kaya kamu." Dibandingkan. Satu hal yang paling sering membekas dan menjadi inner child yang belum selesai bahkan setelah status berubah menjadi orangtua. Guratan kecil yang tanpa sadar dapat memudarkan pendar cahaya dari sisi unik setiap diri manusia. Tak ada yang salah dengan perbandingan. Bukankah mengukur itu memakai perbandingan besaran dan satuan? Hanya saja perlu memastikan, saat mengukur besaran panjang satuannya pun ...

Jurnal Belajar Level #1 Mantra Bahagia Keluarga: "Ngobrol Bareng"

Jurnal Belajar LevelL#1 Mengikat Rasa, Mengikat Makna Diawinasis M Sesanti Mlg, 28 November 2017 Sebelum belajar tentang komprod, sering sekali dulu membombardir pasangan dengan semua isi kepala tanpa ada filter. Tak jarang, semua itu disampaikan dari balik tembok artinya kaidah-kaidah komprod dengan orang dewasa belum diterapkan karena belum dipelajari. Maka membawa sepotong demi sepotong teori komprod ke dalam kehidupan sehari-hari memberi banyak hikmah bagi kami. Meskipun level 1 telah lama dilewati, namun tantangan selalu hadir untuk dapat menyampaikan pesan dengan lebih produktif kepada siapa saja lawan bicara kita. Belajar komunikasi produktif adalah latihan yang tak ada habisnya. * Family forum Griya Wistara * Pada level 1, tantangannya adalah "ngobrol bareng" tapi bukan sembarang bicara. Membuat kesepakatan adanya family forum dalam sebuah keluarga. Awalnya canggung memang, namun dari hal remeh temeh maupun hal penting yang dibicarakan ternyata mem...