Langsung ke konten utama

Impian



Pada suatu pagi, seperti biasa ada sesi ngobrol bersama. Setelah menyelesaikan misi SKS (sistem kebut sepagian) mengerjakan eNHaWe, akhirnya bisa selonjoran kaki sejenak. Kali ini menjawab pertanyaan seputar tentang impian. Satu hal yang saya tahu, hal ini hanya akan terwujud jika dilakukan.

Jujur saja, saya bukan tipe pemimpi hal yang besar. Lebih suka "nriman" dengan apa yang ada daripada terobsesi dengan sesuatu di luar jangkauan. Pantas saja saat mencoba ARP (tes untuk mengukur tingkat Adversity Quotient) saya cenderung ke tipe Camper. Hmm... Sedikit lagi Climber lah!

Selama ini, harus ada faktor X yang membuat saya berani untuk memperjuangkan sesuatu. Memilih jurusan kuliah misalnya. Bukan karena target ingin pekerjaan dengan gaji sekian, tetapi lebih pada ilmu yang ingin diterapkan minimal pada diri saya sendiri. Curiga memiliki gejala kejiwaan yang menyimpang? Haha.. Bisa jadi. Minimal nanti saya punya teman-teman yang bisa dimintai pertolongan di saat darurat. Lulus tepat waktu sambil memberi sambutan di depan pak WR tiga waktu itu hanya bonus. Paling nggak, sekarang saya tahu tugas perkembangan anak sesuai usianya tanpa harus balapan dengan anak tetangga.

Kembali ke eNHaWe saya pagi itu. Pak suami hanya mesem melihat kata "doodle" di sana. Artinya saya mendapat lampu hijau mencoba menyukai hal ini. Prinsipnya masih sama, "semua boleh kecuali memang ada larangan". Siapa sangka hari ini coretan saya bisa nyempil di buku, nangkring di produk, hingga dipakai untuk logo produk. Di luar ekspektasi diri sendiri.

Yang lebih jago gambar dari saya? Jelas banyak!
Yang lebih sukses dari saya? Lebih banyak lagi.
Tapi saya bukan bermimpi untuk orang lain.

Tak ada kewajiban menjadi kembang api yang membuat langit gemerlap dan suara mengguncang, bukan? Karena saya lebih suka kembang api dengan percikan kecil yang membersamai tawa ringan ketika digenggam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapata...

Setiap Kita Istimewa

"Setiap kita diciptakan istimewa, unik, dan satu-satunya. Tidak ada produk gagal dari setiap ciptaan Allah SWT." Demikian kalimat yang sering didengungkan, namun bukan perkara mudah meyakininya hingga mewujudkannya dalam kehidupan nyata. Karena di luar sana banyak kalimat yang tak kalah sakti memupus harap hingga kita tak yakin lagi bahwa kita istimewa. "Mengapa kamu tak bisa juara kelas seperti mbak X?" "Mas A sudah diterima PTN favorit, kamu gimana?" "Si Y bisa beli rumah, mobil, tanah, dan investasi lain lho.. Nggak kaya kamu." Dibandingkan. Satu hal yang paling sering membekas dan menjadi inner child yang belum selesai bahkan setelah status berubah menjadi orangtua. Guratan kecil yang tanpa sadar dapat memudarkan pendar cahaya dari sisi unik setiap diri manusia. Tak ada yang salah dengan perbandingan. Bukankah mengukur itu memakai perbandingan besaran dan satuan? Hanya saja perlu memastikan, saat mengukur besaran panjang satuannya pun ...

Jurnal Belajar Level #1 Mantra Bahagia Keluarga: "Ngobrol Bareng"

Jurnal Belajar LevelL#1 Mengikat Rasa, Mengikat Makna Diawinasis M Sesanti Mlg, 28 November 2017 Sebelum belajar tentang komprod, sering sekali dulu membombardir pasangan dengan semua isi kepala tanpa ada filter. Tak jarang, semua itu disampaikan dari balik tembok artinya kaidah-kaidah komprod dengan orang dewasa belum diterapkan karena belum dipelajari. Maka membawa sepotong demi sepotong teori komprod ke dalam kehidupan sehari-hari memberi banyak hikmah bagi kami. Meskipun level 1 telah lama dilewati, namun tantangan selalu hadir untuk dapat menyampaikan pesan dengan lebih produktif kepada siapa saja lawan bicara kita. Belajar komunikasi produktif adalah latihan yang tak ada habisnya. * Family forum Griya Wistara * Pada level 1, tantangannya adalah "ngobrol bareng" tapi bukan sembarang bicara. Membuat kesepakatan adanya family forum dalam sebuah keluarga. Awalnya canggung memang, namun dari hal remeh temeh maupun hal penting yang dibicarakan ternyata mem...