"Mbak, untuk hari Sabtu siang mobilnya berangkat jam berapa, ya?"
"Ada jam setengah dua."
"Saya pesan dua kursi."
"Baik. Nanti akan dihubungi sopirnya."
Kubuka lagi percakapan dengan customer service jasa mobil jemputan yang kupesan kemarin. Masih ada waktu dua jam sebelum waktu yang dijanjikan. Duo Wistara masih sempat tidur siang. Aku pun ingin memejamkan mata sejenak, tetapi urung setelah melihat tumpukan piring kotor di tempat cucian. Baiklah, mari kita bunuh waktu dengan beberes rumah sebelum ditinggal mudik.
Satu jam sebelum waktu berangkat. Memastikan dua gadis kecil sudah siap. Baju panjang, jaket, bantal, dan dua tas berisi keperluan tiga hari untuk mudik. Tinggal menunggu telepon dari pengemudi mobil jemputan.
13.30 tepat.
Belum ada panggilan masuk. Mungkin mobilnya baru jalan.
14.00
Mungkin masih menjemput penumpang lain.
14.30
Mulai gelisah. Ditambah bumbu pertanyaan dari si kakak, "Kok kita belum berangkat? Nanti terlambat ke rumah Uti."
Aku pun mencoba menghubungi mbak CS. Dijawabnya disertai tautan nomor kontak sopir yang akan menjemput. Tanpa basa-basi kutanyakan posisi mobil saat ini.
"Assalamu'alaikum. Mohon infonya, apakah mobilnya sudah berangkat?"
"Sudah."
'Deg!!!' Makhluk dengan stok tujuh ribu kata di belakang kemudi tampaknya sedang berhemat kata. Membuat bingung, maksudnya saya ditinggal, begitu???
"Masih jemput atau sudah keluar kota?"
Tak ada balasan.Kukirim pesan kembali. Kali ini dengan balasan yang tak kalah singkat.
"Jam empat-an".
Tiba-tiba ada surai, emak-emak berubah galak macam singa. Menunggu satu setengah jam harus ditambah satu jam-an lagi. Jam empat-an bukankah bisa bermakna 16.59??? Jam berapa nanti sampai kampung halaman?
" Kalau di atas jam empat, saya cancel pesanan, mbak. Katanya kemarin setengah dua. Dari tadi saya menunggu sambil bawa bayi. Sudah pasti kemalaman jika di atas jam empat.
"Mohon maaf. Mohon kesabarannya, nggih.Diusahakan sebelum jam empat sudah sampai. Kalau cancel juga tetap bayar karena kemarin sudah nolak-nolak penumpang."
"Iya. Saya tunggu. Tapi kalau di atas jam empat fix saya cancel."
Akhirnya lima menit sebelum jam empat ada panggilan masuk. Permohonan maaf dan pemberitahuan mobil sudah hampir sampai tujuan. Kurasa teriakan bayi dan anak kecil di sebelahku sudah mewakili rasanya menunggu sekian jam.
Empat jam dilalui duduk di kursi penumpang. Diwarnai suara latar takbir dari setiap sudut masjid mushola pinggir jalan. Alhamdulillah akhirnya mudik hari raya bisa diwujudkan. Kali ini disambut seekor hewan berkaki empat. Ia pun yang sedang menunggu esok hari menjadi hewan tunggangan menuju surga yang dirindukan.
***
Menunggu bukanlah hal yang menyenangkan. Apalagi jika yang ditunggu tak tepat waktu sesuai kesepakatan. Tetapi ada kalanya butuh kompromi dan kelapangan hati. Menambah subsidi sabar agar tak mudah tersulut emosi.
***
Komentar
Posting Komentar