Langsung ke konten utama

Panduan Memilih Sekolah Untuk Anak Zaman Now



Judul: Memilih Sekolah Untuk Anak Zaman Now
Penulis: Bukik Setiawan, Andrie Firdaus, Imelda Hutapea
Penerbit: Buah Hati, Tangerang Selatan
Tahun Terbit: 2018 (Cetakan I)
153+XII halaman
ISBN: 978-602-7652-96-5


Ketika anak memasuki usia sekolah, biasanya orang tua mulai galau dalam memilih tempat belajar. Sempat terlintas di kepala bahwa sekolah yang bagus adalah sekolah favorit yang harganya mahal dan orang-orang saling berebut masuk ke sana. Apakah benar demikian?
Buku ini memberikan sebuah sudut pandang yang berbeda dalam memilih sekolah yang tepat untuk anak. Layak dijadikan rujukan mengingat para penulis memiliki latar belakan di bidang Psikologi dan Pendidikan. Tak hanya bersifat teoritis namun juga ranah praktis.

Pesan untuk mendidik anak sesuai zamannya, berarti penting bagi kita para orangtua memahami kondisi anak zaman now terlebih dahulu.  Dibandingkan generasi orangtuanya, mereka cenderung lebih mampu mengelola diri, peka dengan perubahan, fokusnya mudah teralih, dan membutuhkan teman bicara kapan saja. Mengingat pekerjaan yang ada saat ini pun jauh berbeda dengan sepuluh atau dua puluh tahun yang lalu, maka penting bagi mereka meningkatkan keterampilan dalam berpikir kritis, memperkaya kreativitas, berkomunikasi dan berkolaborasi. Bukan sekedar memperkaya pengetahuan atau nilai tinggi semata.
Jika saat ini saja zaman sudah banyak berubah, bagaimana dengan 20 tahun mendatang?
Pada bagian berikutnya, kita diajak memahami cara belajar anak zaman now agar relevan dengan kondisi anak. Terdapat tabel berisi cara kerja otak, cara belajar yang perlu dihindari Vs cara yang disarankan. Misalnya jika diketahui otak ikut aktif saat tubuh aktif, maka proses belajar dengan duduk diam mendengarkan tidaklah efektif. Anak perlu terlibat aktif dalam proses belajar, baik dengan berdiskusi, melakukan percobaan, bergerak, dsb. 
Tabel Cara Kerja Otak
Orangtua diberikan perbandingan dalam menetapkan pilihan cara belajar, apakah di sekolah yang menumbuhkan (menganggap anak sebagai benih yang akan tumbuh) atau sekolah yang menanamkan pengetahuan (anak sebagai kertas kosong). Intinya, cara belajar anak zaman now bermula dari rasa ingin tahu-adanya kesempatan belajar-pengalaman seru-diakhiri dengan kebermaknaan. Silahkan amati calon sekolah yang akan menjadi tempat belajar anak.
  • Apakah di sekolah, guru memberikan stimulasi rasa ingin tahu anak? 
  • Apakah anak diberikan kesempatan untuk mengalami atau mencari sendiri suatu pengetahuan?
  • Apakah ada tantangan belajar sehingga anak merasakan pengalaman yang seru?
  • Adakah aktivitas refleksi sehingga anak menemukan makna dari proses belajar?
Lalu sekolah seperti apa yang mampu memfasilitasi anak zaman now?
Agar tidak memilih kucing dalam karung, lakukan observasi langsung ke sekolah. Perhatikan fasilitas fisik secara keseluruhan sekaligus bagaimana fasilitas tersebut digunakan. Lihat juga praktik/perilaku seluruh warga sekolah, suasana belajar dan kebersamaan antar warga. Yang  tak kalah penting adalah value sekolah yang disimpulkan secara implisit (kesesuaian di atas kertas dengan kenyataan). 
Sekali lagi, penting membedakan sekolah yang sekedar menanamkan atau sekolah yang benar-benar menumbuhkan. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah jarak sekolah, kebutuhan anak, kesesuaian value sekolah Vs orang tua, syarat masuk dan biaya. Di bagian akhir buku juga terdapat bonus lembar indikator sekolah berdasarkan kebutuhan anak usia dini. Bagian ini yang sempat saya gunakan saat memilih sekolah untuk anak pertama kami.
Ditambah pilihan ilustrasi dominan biru-kuning di seluruh halaman, tabel, dan bagan membuat buku ini lebih menarik. Secara keseluruhan, buku ini patut untuk dibaca para orangtua yang akan memilihkan sekolah untuk anak-anaknya. Namun demikian, pilihan sekolah yang tepat memang bersifat relatif bagi setiap anak. Selamat memilih sekolah dengan bahagia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapatan (uang dan sebagainya untuk

Pulang ke Udik: Menggelar Kenangan, Membayar Hutang Kerinduan

Sebagai warga perantau, bagi Griya Wistara acara mudik bukan lagi hal baru. Entah pulang ke rumah orangtua di luar kota dalam propinsi maupun mertua yang lebih jauh, antar kota antar propinsi. Bukan hal mudah dalam mempersiapkan mudik, sebutlah H-3 bulan kami harus berburu tiket kereta agar tak kehabisan sesuai tanggal yang direncanakan. Pernah suatu waktu kami harus pasang alarm tengah malam, karena hari sebelumnya sudah kehabisan tiket kereta yang diharapkan. Padahal baru jam 00.15 WIB, artinya 15 menit dari pembukaan pemesanan. Belum lagi persiapan deretan kebutuhan selama sekian hari di kampung halaman. Mana barang pribadi, mana milik pasangan, dan persiapan perang ananda tak ketinggalan. Jangan tanya rancangan budget lagi, saat pengeluaran mendominasi catatan keuangan. Membawa sepaket koper alat perang, melipat jarak agar semakin dekat. Perjalanan selalu menyisakan hikmah. Bukan perkara mudah mengelola sekian jam di atas kereta bersama balita. Alhamdulillah, beberapa kali mele

Jurnal Belajar Level 7 : Semua Anak Adalah Bintang

Usia 0-6 tahun : selesai dengan diri sendiri. Salah satu tantangan yang paling identik dengan tema level 7 ini, adalah saat orangtua mulai galau dan membanding-bandingkan anaknya dengan anak orang lain. Atau yang paling dekat dengan saudara kandungnya sendiri. Seolah-olah anak harus mengikuti sebuah pertandingan yang belum tentu setara dengan dirinya. " Coba lihat, mas itu sudah bisa jalan. Kamu kok belum?" "Berani nggak maju ke depan seperti mbak ini? " Setiap anak memiliki sisi unik yang menjadikannya bintang. Allah tak pernah salah dalam membuat makhluk, maka melihat sisi cahaya dari setiap anak adalah keniscayaan bagi setiap orangtua. Berusaha dalam meninggikan gunung, bukan meninggikan lembah. Mengasah sisi yang memang tajam pada diri anak butuh kepekaan bagi orangtua. Dalam buku CPWU, dapat diambil teknik E-O-WL-W untuk menemukan kelebihan setiap anak. 1. Engage Atau membersamai anak dalam proses pengasuhan dan pendidikan dengan sepenuh hati (yang