Saya mulai mengenal istilah bakat dan Talents Mapping di tahap matrikulasi Institut Ibu Profesional. Saat itu saya mengerjakan asessmen bakat di www.temubakat.com yang hasilnya berupa ST30. Ternyata itu baru 'kulit' luarnya saja. Semoga ke depan saya bisa ikut TMA agar bisa memahami diri dengan lebih baik. (Aamiin)
Meskipun demikian, bukan berarti saya 'menyerah' dengan bakat diri. Saya mencoba mencari referensi tentang bakat sesuai dengan kemampuan. Diantaranya lewat buku Talents Mapping, 90 Days Mission Mompossible, Keluarga Sadar Bakat, dst.
Bagi teman-teman yang ingin memberi ruang pada bakat diri, tidak ada salahnya membaca buku Memahami Bakat Diri Dahulu Memandu Bakat Anak Kemudian. Dari buku ini, kita bisa praktek langsung lewat workbook yang disediakan.
1. Bersyukur
Sebelum bicara tentang bakat, misi hidup dan hal besar lainnya, mari kita memulai dengan melihat lebih dekat segala hal baik yang datang dalam hidup kita. Kita bisa belajar membuat gratitude journal. Bukankah nikmat akan semakin ditambah jika kita bersyukur?
2. Belajar dari Masa Lalu
Mengingat kembali bidang yang pernah/sedang kita kuasai. Mungkin kita pernah juara kelas, olahraga, fashion show, menggambar, bahkan jangan sepelekan juara lomba makan kerupuk. Karena setiap kita adalah juara.
3. Buatlah Ruang
Dalam talents mapping terdapat konsep bakat panca indera, bakat sifat, dan bakat peran. Dari ST30 kita bisa melihat 7 bakat peran dominan kita. Dari sini kita bisa mulai memberi ruang agar dapat menjalani hidup dengan lebih bermakna. Misalnya bagi orang yang dominan 'educator', berilah ruang untuk memajukan orang lain entah dengan mengajari anak, membuat tutorial sederhana, dsb.
4. Merancang Mimpi
Setelah paham 'modal' yang dimiliki, kita bisa merencanakan tujuan. "Saya ingin menjadi ..." Apakah tidak terlambat membuat cita-cita di usia kita saat ini? Buka kembali, usia berapa Rasulullah menjadi Nabi? Usia Abah Rama menemukan Talents Mapping? Usia Mr Sanders sukses mengekspansi dunia dengan KFC-nya?
Selanjutnya kita bisa membuat personalize curriculum: apa saja yang ingin dipelajari, berapa lama, siapa gurunya, bagaimana cara belajarnya, dst. Seperti saat kita membuat peta belajar di kelas Bunda Cekatan.
5. Atur Waktu
Agar dapat menjadi seorang maestro, dibutuhkan minimal 10.000 jam terbang. Tantangan berikutnya adalah kemampuan dan kemauan kita mengatur waktu agar kompetensi maestro dapat terpenuhi.
6. Belajar lewat Project
Tentu kita tidak asing lagi dengan istilah home team, family project, dan semacamnya. Nah, saatnya mengampil peran sesuai dengan unik diri yang kita punya. Bersinergi dan berkolaborasi dengan keluarga lebih dahulu, berikutnya dapat diperluas cakupannya agar dapat memberi manfaat sebanyak-banyaknya.
Welcome New Maestro! Berikutnya memandu bakat anak pun akan terasa lebih percaya diri karena kita sudah menjalani terlebih dahulu.
Untuk lebih lengkapnya bisa dibaca langsung di buku #MDDMAK.
Meskipun demikian, bukan berarti saya 'menyerah' dengan bakat diri. Saya mencoba mencari referensi tentang bakat sesuai dengan kemampuan. Diantaranya lewat buku Talents Mapping, 90 Days Mission Mompossible, Keluarga Sadar Bakat, dst.
Bagi teman-teman yang ingin memberi ruang pada bakat diri, tidak ada salahnya membaca buku Memahami Bakat Diri Dahulu Memandu Bakat Anak Kemudian. Dari buku ini, kita bisa praktek langsung lewat workbook yang disediakan.
1. Bersyukur
Sebelum bicara tentang bakat, misi hidup dan hal besar lainnya, mari kita memulai dengan melihat lebih dekat segala hal baik yang datang dalam hidup kita. Kita bisa belajar membuat gratitude journal. Bukankah nikmat akan semakin ditambah jika kita bersyukur?
2. Belajar dari Masa Lalu
Mengingat kembali bidang yang pernah/sedang kita kuasai. Mungkin kita pernah juara kelas, olahraga, fashion show, menggambar, bahkan jangan sepelekan juara lomba makan kerupuk. Karena setiap kita adalah juara.
3. Buatlah Ruang
Dalam talents mapping terdapat konsep bakat panca indera, bakat sifat, dan bakat peran. Dari ST30 kita bisa melihat 7 bakat peran dominan kita. Dari sini kita bisa mulai memberi ruang agar dapat menjalani hidup dengan lebih bermakna. Misalnya bagi orang yang dominan 'educator', berilah ruang untuk memajukan orang lain entah dengan mengajari anak, membuat tutorial sederhana, dsb.
4. Merancang Mimpi
Setelah paham 'modal' yang dimiliki, kita bisa merencanakan tujuan. "Saya ingin menjadi ..." Apakah tidak terlambat membuat cita-cita di usia kita saat ini? Buka kembali, usia berapa Rasulullah menjadi Nabi? Usia Abah Rama menemukan Talents Mapping? Usia Mr Sanders sukses mengekspansi dunia dengan KFC-nya?
Selanjutnya kita bisa membuat personalize curriculum: apa saja yang ingin dipelajari, berapa lama, siapa gurunya, bagaimana cara belajarnya, dst. Seperti saat kita membuat peta belajar di kelas Bunda Cekatan.
5. Atur Waktu
Agar dapat menjadi seorang maestro, dibutuhkan minimal 10.000 jam terbang. Tantangan berikutnya adalah kemampuan dan kemauan kita mengatur waktu agar kompetensi maestro dapat terpenuhi.
6. Belajar lewat Project
Tentu kita tidak asing lagi dengan istilah home team, family project, dan semacamnya. Nah, saatnya mengampil peran sesuai dengan unik diri yang kita punya. Bersinergi dan berkolaborasi dengan keluarga lebih dahulu, berikutnya dapat diperluas cakupannya agar dapat memberi manfaat sebanyak-banyaknya.
Welcome New Maestro! Berikutnya memandu bakat anak pun akan terasa lebih percaya diri karena kita sudah menjalani terlebih dahulu.
Untuk lebih lengkapnya bisa dibaca langsung di buku #MDDMAK.
Komentar
Posting Komentar