Langsung ke konten utama

Jurnal Belajar Level #1 Mantra Bahagia Keluarga: "Ngobrol Bareng"

Jurnal Belajar LevelL#1
Mengikat Rasa, Mengikat Makna

Diawinasis M Sesanti
Mlg, 28 November 2017

Sebelum belajar tentang komprod, sering sekali dulu membombardir pasangan dengan semua isi kepala tanpa ada filter. Tak jarang, semua itu disampaikan dari balik tembok artinya kaidah-kaidah komprod dengan orang dewasa belum diterapkan karena belum dipelajari. Maka membawa sepotong demi sepotong teori komprod ke dalam kehidupan sehari-hari memberi banyak hikmah bagi kami. Meskipun level 1 telah lama dilewati, namun tantangan selalu hadir untuk dapat menyampaikan pesan dengan lebih produktif kepada siapa saja lawan bicara kita. Belajar komunikasi produktif adalah latihan yang tak ada habisnya.

*Family forum Griya Wistara*

Pada level 1, tantangannya adalah "ngobrol bareng" tapi bukan sembarang bicara. Membuat kesepakatan adanya family forum dalam sebuah keluarga. Awalnya canggung memang, namun dari hal remeh temeh maupun hal penting yang dibicarakan ternyata membuat tiap anggota keluarga semakin dekat. "Oh, ini isi kepalaku tentang isu X, dan ternyata begitu pendapatmu." Tak jarang kami seiya sekata, namun perbedaan itu pasti ada. PR di sini bukan untuk menyamakan segala hal, tapi agar pesan kita sampai. Seperti kata Pak Dodik, "ngobrol bareng" memang cara terbaik untuk lebih dekat dengan setiap anggota keluarga. Tentunya lebih bermakna dengan adanya "komunikasi produktif".


*Semua bermula dari diri sendiri. 

Sebelum menuntut orang lain paham akan apa isi kepala kita, wajib bagi kita memahami diri sendiri. Apakah saya sedang emosi tinggi sehingga nalar kita turun? Apakah ini perlu disampaikan sekarang atau bisa ditunda? Apakah dengan bicara seperti ini dapat diterima lawan bicara kita? Dan memang kita-lah yang paling bertanggungjawab tentang hasil dari komunikasi itu sendiri, terutama dari sisi yang dapat kita kendalikan: bagaimana kita menyampaikannya. Dan memang level ini lah yang butuh perjuangan lebih dalam berkomunikasi.


*Berkomunikasi dengan orang lain (orang dewasa dan anak-anak). 

Setelah selesai dengan diri sendiri, barulah kita pahami siapa lawan bicara kita. Apakah pasangan dengan segala warna-warni latar belakangnya, ataukah anak-anak yang tentu memiliki cara komunikasi yang berbeda. Tak jarang muncul kosakata baru, bukan bahasa Inggris tapi bahasa Betawi dan Jawa. Karena Griya Wistara memang lahir dari dua budaya yang berbeda, dan kami pun masih belajar untuk saling memahami Frame of Reference serta Frame of Experience masing-masing dan family forum ini lah salah satu caranya. Banyak yang kami dapatkan di sini, termasuk menentukan bahasa ibu untuk anak (Bahasa Indonesia) karena bahasa ibu yang berbeda antara ayah (Betawi) dan bunda (Jawa) diwaktu kecil. Tema-tema yang sedang naik daun pun tak luput dari obrolan, tentang tiang listrik, tentang sahnya pernikahan kedua tanpa ijin istri pertama namun manfaat mudharat-nya lah yang perlu ditimbang, serta banyak lagi yang bisa dibicarakan. Karena potensi 20.000 kata perempuan memang butuh pelampiasan, maka ngobrol dengan anak dan pasangan adalah pilihan yang paling membahagiakan.


 Choose the words, because I'm responsible for my communication result. 

Komentar

  1. Terima kasih mba tulisannya. Jadi ingat lg untuk tdk sembarang bicara pada suami. Saat emosi baiknya diam dulu hehe.. belajar komprod terus :)

    BalasHapus
  2. Terinakasih mba tulisannya jafi mengibgatkan.hihihi

    BalasHapus
  3. Komunikasi tidak sesederhana asal ngomong ya mbak. Harus diperhatikan biar tidak Ada salah paham ya mbak.

    BalasHapus
  4. Pemilihan kata memang vital ya dalam kompro,belajar lagi belajar terus

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapatan (uang dan sebagainya untuk

Pulang ke Udik: Menggelar Kenangan, Membayar Hutang Kerinduan

Sebagai warga perantau, bagi Griya Wistara acara mudik bukan lagi hal baru. Entah pulang ke rumah orangtua di luar kota dalam propinsi maupun mertua yang lebih jauh, antar kota antar propinsi. Bukan hal mudah dalam mempersiapkan mudik, sebutlah H-3 bulan kami harus berburu tiket kereta agar tak kehabisan sesuai tanggal yang direncanakan. Pernah suatu waktu kami harus pasang alarm tengah malam, karena hari sebelumnya sudah kehabisan tiket kereta yang diharapkan. Padahal baru jam 00.15 WIB, artinya 15 menit dari pembukaan pemesanan. Belum lagi persiapan deretan kebutuhan selama sekian hari di kampung halaman. Mana barang pribadi, mana milik pasangan, dan persiapan perang ananda tak ketinggalan. Jangan tanya rancangan budget lagi, saat pengeluaran mendominasi catatan keuangan. Membawa sepaket koper alat perang, melipat jarak agar semakin dekat. Perjalanan selalu menyisakan hikmah. Bukan perkara mudah mengelola sekian jam di atas kereta bersama balita. Alhamdulillah, beberapa kali mele

Jurnal Belajar Level 7 : Semua Anak Adalah Bintang

Usia 0-6 tahun : selesai dengan diri sendiri. Salah satu tantangan yang paling identik dengan tema level 7 ini, adalah saat orangtua mulai galau dan membanding-bandingkan anaknya dengan anak orang lain. Atau yang paling dekat dengan saudara kandungnya sendiri. Seolah-olah anak harus mengikuti sebuah pertandingan yang belum tentu setara dengan dirinya. " Coba lihat, mas itu sudah bisa jalan. Kamu kok belum?" "Berani nggak maju ke depan seperti mbak ini? " Setiap anak memiliki sisi unik yang menjadikannya bintang. Allah tak pernah salah dalam membuat makhluk, maka melihat sisi cahaya dari setiap anak adalah keniscayaan bagi setiap orangtua. Berusaha dalam meninggikan gunung, bukan meninggikan lembah. Mengasah sisi yang memang tajam pada diri anak butuh kepekaan bagi orangtua. Dalam buku CPWU, dapat diambil teknik E-O-WL-W untuk menemukan kelebihan setiap anak. 1. Engage Atau membersamai anak dalam proses pengasuhan dan pendidikan dengan sepenuh hati (yang