Langsung ke konten utama

4 Langkah Menambah Jam Terbang dalam DoodleArt

Saat berbicara tentang fitrah bakat, tidak sah rasanya jika potensi diri berhenti setelah diketahui. Kita butuh ruang-ruang untuk memberi jalan pada tiap potensi agar mencapai kemanfaatan. Ibarat modal, selamanya tak akan bertambah atau berkurang jika tak pernah digunakan untuk usaha tertentu.

Menurut penelitian, prosentase mahasiswa salah jurusan begitu besar. Namun bisa jadi itu adalah proses belanja pengalaman yang tertunda (harusnya dilakukan di masa pre akil baligh). Artinya bukan masalah sekalipun baru setelah lulus kita menemukan ruang yang nyaman untuk memberi ruang pada bakat diri. Terlambat lebih baik daripada tidak sama sekali.

Tentu kita sudah tak asing lagi dengan tallents mapping dari temubakat.com karena menjadi salah satu PR di matrikulasi Institut Ibu Profesional. Setelah memahami kecenderungan kita, dilanjutkan memilih aktivitas yang mudah dan menyenangkan bagi diri sendiri. Bidang-bidang yang dipilih bisa jadi benar-benar baru, atau justru memang yang sudah lama digeluti.

Saya pribadi memilih corat-coret sebagai ranah enjoy-easy. Bisa dijangkau dan bisa dilakukan setelah tuntas tugas utama di ranah domestik. Selanjutnya soal belanja pengalaman menuju level excellent dan earn lah yang butuh meluangkan jam terbang.

1. Me Time

Di awal belajar, saya lebih banyak corat-coret untuk diri sendiri. Meluangkan waktu untuk sekedar katarsis lewat gambar, me time. Tentu hasil gambar lebih banyak ditentukan selera diri sendiri. Mencoba media kertas sederhana, mencoba memakai alat yang ada, tanpa tekanan, mengalir saja.

2. Doodle Gratis

Berikutnya mulai muncul keberanian untuk berbagi coretan untuk teman yang sedang berbahagia. Menemani bingkisan kecil atau buah tangan yang tentu lebih awet dibanding makanan. Dari sininlah mulai datang tantangan untuk dibuatkan coretan sejenis. Dibayar? Tidak sama sekali. Tapi cara ini efektif untuk menambah jam terbang. Tak hanya belajar sendiri, artinya dari sini belajar menemukan kesamaan selera diri dengan selera orang yang minta dibuatkan. Negosiasi, mengganti konsep berkali-kali hingga hampir lelah menemukan kecocokan selera. Yang awalnya semi planned atau bahkan unplanned doodle, hingga dipaksa harus mencicipi planned doodle. Mencoba upgrade alat dan bahan sesuai permintaan juga menjadi satu sarana belajar.

3. Temukan atau Buat Komunitas

Media sosial "mempertemukan" saya dengan banyak orang yang memiliki minat yang sama namun dengan beragam ide. Umumnya komunitas DoodleArt didominasi anak-anak muda. Minder pun terbit dari diri emak. Hingga datang kesempatan menemukan komunitas yang memiliki bulu yang sama. Kemudian hadir kesempatan membuat rumah belajar DoodleArt di IP Malang Raya, tentu tak bisa ditolak begitu saja.
Belajar lewat berbagi dengan para ibu/calon ibu soal DoodleArt, ada banyak pengalaman baru bermunculan selama setahun terakhir.

4. Nikmati Proses

Fitrah belajar menjadi salah satu kunci untuk terus bertumbuh. Kesempatan mencoba hal baru yang bahkan tak terpikir sebelumnya. Bagaimana jika doodle sebagai ilustrasi buku? Bisakah doodle menghias undangan? Bagaimana jika doodle tak sekedar berhenti di kertas, tapi diaplikasikan di media atau benda lain? Dan pertanyaan lain akan menambah kaya pengalaman seiring proses yang dilalui.

Mengapa saya pernah memilih tidak memberi tarif atas coretan yang saya buat? Karena saya masih di ranah enjoy-easy yang jauh dari excellent, belum berhak menerima earn. Hingga sadar bahwa alat dan bahan itu tidak gratis, waktu sekian menit per hari itu berharga, ide itu mahal, belanja pengalaman yang tak bisa diukur dengan materi. Setelah merasakan sendiri, saya pun bertobat dari mengharap desain gratisan. Menghargai diri sendiri dalam berproses. Komitmen dan konsisten atas perjalanan menyemai potensi menjadi kebermanfaatan.

Diawinasis M Sesanti
Mlg, 20 September 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapatan (uang dan sebagainya untuk

Pulang ke Udik: Menggelar Kenangan, Membayar Hutang Kerinduan

Sebagai warga perantau, bagi Griya Wistara acara mudik bukan lagi hal baru. Entah pulang ke rumah orangtua di luar kota dalam propinsi maupun mertua yang lebih jauh, antar kota antar propinsi. Bukan hal mudah dalam mempersiapkan mudik, sebutlah H-3 bulan kami harus berburu tiket kereta agar tak kehabisan sesuai tanggal yang direncanakan. Pernah suatu waktu kami harus pasang alarm tengah malam, karena hari sebelumnya sudah kehabisan tiket kereta yang diharapkan. Padahal baru jam 00.15 WIB, artinya 15 menit dari pembukaan pemesanan. Belum lagi persiapan deretan kebutuhan selama sekian hari di kampung halaman. Mana barang pribadi, mana milik pasangan, dan persiapan perang ananda tak ketinggalan. Jangan tanya rancangan budget lagi, saat pengeluaran mendominasi catatan keuangan. Membawa sepaket koper alat perang, melipat jarak agar semakin dekat. Perjalanan selalu menyisakan hikmah. Bukan perkara mudah mengelola sekian jam di atas kereta bersama balita. Alhamdulillah, beberapa kali mele

Jurnal Belajar Level 7 : Semua Anak Adalah Bintang

Usia 0-6 tahun : selesai dengan diri sendiri. Salah satu tantangan yang paling identik dengan tema level 7 ini, adalah saat orangtua mulai galau dan membanding-bandingkan anaknya dengan anak orang lain. Atau yang paling dekat dengan saudara kandungnya sendiri. Seolah-olah anak harus mengikuti sebuah pertandingan yang belum tentu setara dengan dirinya. " Coba lihat, mas itu sudah bisa jalan. Kamu kok belum?" "Berani nggak maju ke depan seperti mbak ini? " Setiap anak memiliki sisi unik yang menjadikannya bintang. Allah tak pernah salah dalam membuat makhluk, maka melihat sisi cahaya dari setiap anak adalah keniscayaan bagi setiap orangtua. Berusaha dalam meninggikan gunung, bukan meninggikan lembah. Mengasah sisi yang memang tajam pada diri anak butuh kepekaan bagi orangtua. Dalam buku CPWU, dapat diambil teknik E-O-WL-W untuk menemukan kelebihan setiap anak. 1. Engage Atau membersamai anak dalam proses pengasuhan dan pendidikan dengan sepenuh hati (yang