Dza, kolam enceng gondok.
"Siapa nama cowokmu? W**d*? Hahaha... Mirip nama cewek!!"
Mendengar komentarnya membuat mukaku lebih mirip uang dua ribu yang berpindah-pindah dari angkot, tukang parkir, hingga tukang gorengan. Tak berbentuk. Tapi kali ini aku malas menyahut. Seperti main tinju melawan Mike Tyson, jelas bukan keahlianku menyela orang satu ini.
Ah, meskipun cupu tapi aku juga punya perasaan. Rasa suka pada seseorang. Perasaan yang tak sejalan lebih tepatnya.
"Tau ga, bu Ainun itu dokter lho.", kembali dia mencoba membuka pembicaraan.
"Bu Ainun?", kuangkat satu alisku.
"Yang istrinya pak Habibi."
"Oh. "
"Jadi mau ambil jurusan apa nanti?"
"Yang jelas bukan kedokteran seperti bu Ainun. ", kali ini aku yakin sepenuh hati.
Dan obrolan panjang pun mengalir. Dari mata air, anak sungai, hingga tak terasa lautan di depan mata mulai menenggelamkan. Ah, harusnya aku tak terbawa arus, aku lupa tak bisa berenang.
Kadang orang yang menyebalkan terlihat menarik. Memasang umpan menggelikan. Siapa yang mau makan cacing, ulat, atau binatang melata dari bawah pohon turi? Jangan samakan aku dengan ikan.
***
Komentar
Posting Komentar