Langsung ke konten utama

Jurnal Belajar Level 7 : Semua Anak Adalah Bintang


Usia 0-6 tahun : selesai dengan diri sendiri.
Salah satu tantangan yang paling identik dengan tema level 7 ini, adalah saat orangtua mulai galau dan membanding-bandingkan anaknya dengan anak orang lain. Atau yang paling dekat dengan saudara kandungnya sendiri. Seolah-olah anak harus mengikuti sebuah pertandingan yang belum tentu setara dengan dirinya.
"Coba lihat, mas itu sudah bisa jalan. Kamu kok belum?"
"Berani nggak maju ke depan seperti mbak ini?"
Setiap anak memiliki sisi unik yang menjadikannya bintang. Allah tak pernah salah dalam membuat makhluk, maka melihat sisi cahaya dari setiap anak adalah keniscayaan bagi setiap orangtua. Berusaha dalam meninggikan gunung, bukan meninggikan lembah. Mengasah sisi yang memang tajam pada diri anak butuh kepekaan bagi orangtua. Dalam buku CPWU, dapat diambil teknik E-O-WL-W untuk menemukan kelebihan setiap anak.
1. Engage
Atau membersamai anak dalam proses pengasuhan dan pendidikan dengan sepenuh hati (yang ditandai dengan ibu ikhlas dan bahagia). Tantangan bagi orangtua untuk lebih banyak menjadi pendengar, memberi kesempatan pada anak untuk berkembang menjadi dirinya sendiri. Pentingnya hadir utuh, sadar penuh baik secara kualitas maupun kuantitas.
Tak hanya orangtua yang membersamai anak, sekali waktu dapat dibuat sebaliknya yaitu anak yang mendampingi kegiatan orangtua. Di sinilah penting memberi peran yang sesuai, agar anak merasa memiliki peran dan keberadaannya diakui. Dalam proses engage, orangtua juga perlu memperhatikan bahasa cinta setiap anak agar anak merasa nyaman dan memiliki kelekatan yang baik dengan orangtuanya. Karena proses berikutnya tergantung pada tahap ini.
2. Observe
Yaitu melakukan pengamatan keseharian anak melalui berbagai kegiatan bermain dan belajar dengan tujuan mengamati kesesuaian tahapan perkembangan serta mengambil kesimpulan tindak lanjut stimulasi perkembangan.
Observasi perlu dilakukan secara konsisten untuk membangun child sense atau kepekaan hati mengenai bagaimana anak bereaksi secara individual atau kelompok merasakan sesuatu, dan bereaksi terhadap lingkungannya.
Dalam melakukan observasi, orangtua perlu menggunakan panca indera (fisik), mata hati (insting fitrah keibuan), serta alat pencatatan. Dalam prosesnya, ada tiga hal yang dilakukan di tahap ini yaitu 1)observasi ,2)pencatatan, 3)interpretasi.
3. Watch - Listen
Mendengarkan adalah bagian penting dari komunikasi. Kita hanya mendengarkan hal yang kita anggap penting sehingga perlu untuk mawas diri, siapa yang sebenarnya penting untuk kita dengarkan. Belajar mendengarkan anak sebagaimana kita ingin didengarkan. Saat mendengarkan berarti kita sedang membangun kepercayaan dan bonding dengan anak. Hal ini sangat penting bagi perkembangan emosional anak.
Mendengar yang baik artinya mendengar dengan empati yaitu memahami perasaan, kebutuhan, dan keinginan dari pembicara sehingga kita dapat menghargai sudut pandangnya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara: memperhatikan dengan seksama serta menghindari penghalang dalam mendengar.
4. Write
Menulis adalah sebuah cara ampuh dalam mengikat makna, menemukan sisi unik anak yang telah dilalui lewat tahapan sebelumnya (engage-observe-watch-listen). Setiap orangtua perlu menuliskan sisi baik yang ditemukan pada diri anak. Media yang dipilih dapat disesuaikan dengan kenyamanan tiap ibu, begitu pula dengan waktu untuk menulis. Bentuk tulisan ini biasa disebut dengan portofolio anak. Contoh pencatatan sisi unik anak dapat dilihat pada buku Jurnal Ibu Pembelajar (Farda Semanggi, dkk. 2018). Adapun Buku Protofolio Anak (Andita A. Aryoko & Choirul W Syamsudin, 2017) juga dapat dijadikan rujukan tentang isi dan format penulisan.

Tahapan-tahapan di atas sangat perlu dilakukan sepanjang waktu hingga anak mampu menemukan siapa dirinya. Menemukan peran spesifik dalam kehidupannya.
Di usia kakak yang memasuki 4 tahun, kami sebagai orangtua masih berproses di ranah konsep diri. Masa memenuhi sisi egosentrisnya sebelum nanti naik ke tugas berikutnya. Kami masih memegang prinsip "raise your child, raise your self" yang artinya kami sebagai orangtua perlu memperbaiki konsep diri bersama dengan membersamai ananda.

Beberapa poin yang dapat kami ambil agar selesai dengan diri diantaranya berkaitan dengan fitrah yang penting untuk disemai di usia ananda saat ini antara lain:
1. Fitrah Keimanan
Usia 0-6 tahun merupakan periode emas bagi fitrah keimanan. Dimana imaji positif tentang Rabb sangat penting untuk ditumbuhkan. Allah Yang Maha Menciptakan, Maha Memberi rizki, serta Maha Merajai dan Mengatur alam semesta. Hal ini dapat ditumbuhkan lewat:
*Keteladanan orangtua dan orang dewasa di sekitar anak. Orangtua sebagai role model dapat menunjukkan mimik wajah bersemangat dan bahagia saat melakukan ibadah, penguatan moral dengan sikap, menunjukkan gairah kebaikan, dst.
*Kisah kepahlawanan yang inspiratif. Kisah keteladanan lewat dongeng menjadi salah satu sarana menguatkan fitrah keimanan anak.
*Imaji positif (ridho/cinta) terhadap diri, terhadap Allah, ibadah, agama, dst.
2. Fitrah Individual
Setiap manusia dilahirkan sebagai individu sekaligus makhluk sosial. Maka individualitas harus tumbuh sempurna sebelum usia 7 tahun, sebelum mereka memilik tanggungjawab moral dan sosial. Masa egosentris harus dipuaskan di usia 0-6 tahun karena menjadi bekal di tahap berikutnya.
Mengenal Allah bagi anak 0-6 tahun lebih mudah melalui melihat langsung beragam ciptaannNya. Melihat gunung yang besar, laut dan ombak bergulung, hewan aneka rupa, tanaman, dst tentu membuat anak-anak takjub, "Allah yang menciptakan tentu lebih hebat". Dari sini anak mulai memahami bahwa Allah yang menciptakan dirinya, menjamin rizkinya, mengatur alam semesta. Bahwa dirinya istimewa, ciptaan Allah yang sempurna.
3. Fitrah Alam dan tempat hidup
Belajar bersama alam merupakan upaya untuk membuat anak kaya akan wawasan. Tak hanya alam, namun juga peng-alam-an. Memahami kearifan lokal di sekitarnyasekitarnya.
*Mengamati keanekaragaman hayati di sekitar
*Keunggulan alam
*Sumber Daya Alam
*Geografis
Memaparkan anak pada alam sekitar menjadi stimulasi dalam menyemai fitrah belajar, utamanya intelektual curiosity. Rasa ingin tahu anak akan bermunculan dengan melihat hal-hal yang menarik baginya.
4. Fitrah Zaman
Setiap anak hidup di zaman yang berbeda, karena itu kita tidak bisa menyamakan pengalaman hidup kita untuk diterapkan pada anak. Perlu kiranya orangtua menyiapkan anak-anak agar siap menghadapi zamannya kelak yang tentu berbeda dengan saat ini.
5. Fitrah Bakat
Membaca kehendak Allah lewat apa yang dititipkan dalam diri anak (potensi) butuh proses yang panjang hingga anak mencapai usia akil baligh. Sempurna fitrah diri, paham fitrah zaman dan tempatnya hidup membuat anak ikhlas menerima diri dan menjadi pribadi yang siap melanjutkan tugas berikutnya.

Diawinasis M Sesanti
Mlg, 15 September 2018


Sumber :
Andita A. Aryoko & Choirul W Syamsudin. 2017. Buku Protofolio Anak. Serang: Penerbit Aryoko Indonesia

Aryoko, Andita A, dkk. 2017. Coretan Penaku Sebuah Warisan Untukmu. Pasuruan: Penerbit Aryoko Indonesia

Farda Semanggi, dkk. 2018. Jurnal Ibu Pembelajar. Serang: Penerbit Sinar Gamedia

Komunitas Ibu Profesional. 2013. Bunda Sayang: 12 Ilmu Dasar Mendidik Anak. Jakarta: Gazza Media

Santosa, Harry. 2016. Fitrah Based Education. Depok: Millenial Learning Center

Komentar

  1. Dapet ilmu lagi 😍😍😍
    Menjadi ibu yg bahagia adalah kunci dari pembwntukan konsep diri anak yg positif 👍🏻

    BalasHapus
  2. Tulisannya menginspirasi.. Raise your child, raise your self 💖

    BalasHapus
  3. Menambah ilmu ini. Makin menguatkan bahwa dalam menemukan konsep diri, orangtua memiliki peran yang sangat penting. Menemani, mengamati, melihat, mendengar, menuliskan. Tugas yang luar biasa.

    BalasHapus
  4. Sebagai orangtua perlu memperbaiki konsep diri bersama dengan membersamai ananda.

    Trima kasih ilmunya mbak. Saya baru punya CPWU dan JIP. ^_^

    BalasHapus
  5. Terima kasih mba untuk tulisannya, langsung saya catat metode dan jenis-jenis fitrahnya :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapatan (uang dan sebagainya untuk

Pulang ke Udik: Menggelar Kenangan, Membayar Hutang Kerinduan

Sebagai warga perantau, bagi Griya Wistara acara mudik bukan lagi hal baru. Entah pulang ke rumah orangtua di luar kota dalam propinsi maupun mertua yang lebih jauh, antar kota antar propinsi. Bukan hal mudah dalam mempersiapkan mudik, sebutlah H-3 bulan kami harus berburu tiket kereta agar tak kehabisan sesuai tanggal yang direncanakan. Pernah suatu waktu kami harus pasang alarm tengah malam, karena hari sebelumnya sudah kehabisan tiket kereta yang diharapkan. Padahal baru jam 00.15 WIB, artinya 15 menit dari pembukaan pemesanan. Belum lagi persiapan deretan kebutuhan selama sekian hari di kampung halaman. Mana barang pribadi, mana milik pasangan, dan persiapan perang ananda tak ketinggalan. Jangan tanya rancangan budget lagi, saat pengeluaran mendominasi catatan keuangan. Membawa sepaket koper alat perang, melipat jarak agar semakin dekat. Perjalanan selalu menyisakan hikmah. Bukan perkara mudah mengelola sekian jam di atas kereta bersama balita. Alhamdulillah, beberapa kali mele