Sampai kemarin saya pun masih bertanya-tanya, buat apa saya dulu belajar integral differensial limit dan saudara-saudaranya??? Padahal kuliah juga ga ketemu lagi (alhamdulillah). #eeehh
Lalu di suatu pagi yang romantis, matahari masih mengintip tipis-tipis, ada obrolan manis.
Keluar lah pertanyaan ini buat mas tentor Matematika tercintah. "Buat apa sih belajar teori-teori matematika itu? aplikasinya buat apa???". Si abang senyum manis (cuma buat saya ya.. haha).
"Jadi, rumus yang dipelajari itu ibarat pisau. Saat kamu jadi koki, kamu pakai pisau itu setiap hari. Saat kamu jadi pilot, kamu ga akan bawa pisau buat menerbangkan pesawat tapi kamu tahu apa gunanya pisau meskipun ga ahli. Ga semua orang akan jadi ahli matematika, tapi paling nggak kamu pernah belajar matematika. Kita tinggal menikmati "hasil aplikasi" dari Matematika tanpa kita harus menghitung dengan hitungan rumit. Apa aja? HP (bilangan biner), cara ngatur jadwal kereta api di Jawa, bangunan di sekitar kita, dsb."
Saya langsung ingat dengan "Generasi Rabbani", generasi yang punya wawasan luas (tahu banyak ilmu) tapi ahli di satu bidang. Mungkin dengan belajar aneka rumus itu, menjadikan kita tahu banyak. Sebuah proses untuk menemukan "bidang keahlian" kita masing-masing.
Masih tentang Matematika, ada bab khusus di buku Bunda Sayang tentang "Aku Suka Matematika" (mungkin kalau saya sekarang suka mas tentor Matematika aja #eehh). Buat apa kita belajar dan mengajarkan Matematika ke anak-anak? Ada "finish line" yang jadi tujuan, antara lain agar kita bisa adil (menempatkan sesuatu sesuai porsi), agar kita tidak mudah ditipu, agar kita bisa membuat perencanaan yang tepat, agar kita bisa belanja dengan bijak, agar bisa membuat rancangan bangunan, dst.
Jadi, saat kecil belajar angka dan hitungan itu baru pembuka pintu. Ga boleh berhenti belajar ketika anak sudah tahu angka, tahu perkalian, tahu pangkat, dsb. Prosesnya masih panjaaanngggg. Tapi kebanyakan anak cape, bosan disuruh ngitung terus, gurunya ga pernah senyum, PR lagi.. PR lagi. PR para orangtua, menjaga fitrah anak yang selalu punya rasa ingin tahu. Yah, untuk yang ini saya juga masih belajar. Semoga nanti bisa membuat Farza bilang "Aku Suka Matematika".
Jadi penasaran.. Konon ada peradaban di masa lalu, yang membuat persyaratan menjadi imam masjid: harus bisa Matematika dan mengajarkannya. Apa hubungannya imam masjid dan Matematika?
Komentar
Posting Komentar