Langsung ke konten utama

CAMILAN RABU MATERI 2.2

������Cemilan Rabu #2������

Materi 2 : Melatih Kemandirian Anak

*Kemandirian Anak dan _Adversity Quotient_*

Berbagai rutinitas harian anak, seringkali menantang dan menghadapkan kita pada pilihan apakah akan 'membantunya' atau 'melatihnya melakukan sendiri'. Sebut saja, misalnya: makan, memakai sepatu, mandi, membereskan mainan, dan lain-lain.

Dengan alasan 'sudah terlambat', seringkali kita pada akhirnya 'membantu' menyuapi si tiga tahun. Tak jarang juga, kita bantu pasangkan sepatu si dua tahun, hanya karena tak sabar melihatnya berproses memakai sepatunya. Lalu bagaimana dengan si 10 tahun yang akan berangkat sekolah? Dengan alasan yg kurang lebih sama, kita sibuk menyiapkan seragam dan berbagai kebutuhan sekolahnya.

Padahal, yang kita cita-citakan bersama tentulah mempersiapkan calon ibu yang tangguh, serta calon ayah yang penuh tanggung jawab bukan? Dan kemandirian sejak dini adalah kunci awalnya.

Maka, bila anak-anak kita yang masih berusia 0-1 tahun masih sepenuhnya bergantung pada orang lain di sekitarnya, seiring dengan pertumbuhannya, sepatutnya kita melatih juga kemandirian anak. Misal: anak usia 3 tahun sewajarnya bila sudah tidak disuapi lagi, dan anak usia 4 tahun sepatutnya sudah bisa membersihkan tubuhnya sendiri.

Adalah _Adversity Quotient_ yang menggambarkan pola seseorang dalam mengolah tanggapan atas semua bentuk dan intensitas dari kesulitan. Menurut Paul G. Stoltz, _Adversity Quotient_ merupakan kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami.

_Adversity Quotient_ memiliki  tiga tingkatan dengan terminologi pendaki gunung.

*1. AQ rendah*
Mereka cenderung mudah menyerah dan tidak berdaya. Mudah menyalahkan orang lain tanpa memperbaiki situasi. Kesulitan yang dihadapi mempengaruhi semua aspek hidupnya sehingga selalu merasa dikelilingi kesulitan.  Seringkali menolak kesempatan yang diberikan. Mereka diidentikkan sebagai orang yang terhenti ( _quitter_)

*2. AQ sedang*
Memiliki banyak perhitungan. Mereka mampu memandang kesulitan sebagai sesuatu yang sementara dan cepat berlalu, tetapi ketika kesulitan itu semakin menumpuk, maka akan membuat putus harapan dan memandang kesulitan tersebut akan berlangsung lama dan menetap.

Seringkali sudah melakukan sedikit lalu berhenti di tengah jalan. Mereka mau mendaki meskipun akan berhenti di pos tertentu dan merasa cukup sampai disitu ( _camper_)

*3. AQ tinggi*
Inilah pembelajar seumur hidup. Mereka mempu untuk mengendalikan setiap kesulitan. Kesulitan yang muncul pada satu aspek kehidupan tidak meluas pada aspek yang lain. Mereka memandang kesulitan yang ada bersifat sementara dan cepat berlalu. Mampu memandang apa yang ada di balik tantangan tanpa memikirkan suatu hal sebagai hambatan. Mereka membuktikan diri untuk terus mendaki ( _climber_)

Pandu anak-anak supaya terbentuk AQ yang tinggi. Bukankah ini penting bagi mereka dalam menghadapi tantangan sehari-hari? Supaya mereka bisa melewati tantangan hidup. Menyelesaikan masalah, mulai dari yang sederhana hingga yang sulit dapat mereka lakukan dengan penuh percaya diri. 

Salam Ibu Profesional,

/Tim Fasilitator Bunda Sayang/

��Bahan Inspirasi :
Stoltz, P.G. 2000. Adversity Quotient, Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. PT. Grasindo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapata...

Setiap Kita Istimewa

"Setiap kita diciptakan istimewa, unik, dan satu-satunya. Tidak ada produk gagal dari setiap ciptaan Allah SWT." Demikian kalimat yang sering didengungkan, namun bukan perkara mudah meyakininya hingga mewujudkannya dalam kehidupan nyata. Karena di luar sana banyak kalimat yang tak kalah sakti memupus harap hingga kita tak yakin lagi bahwa kita istimewa. "Mengapa kamu tak bisa juara kelas seperti mbak X?" "Mas A sudah diterima PTN favorit, kamu gimana?" "Si Y bisa beli rumah, mobil, tanah, dan investasi lain lho.. Nggak kaya kamu." Dibandingkan. Satu hal yang paling sering membekas dan menjadi inner child yang belum selesai bahkan setelah status berubah menjadi orangtua. Guratan kecil yang tanpa sadar dapat memudarkan pendar cahaya dari sisi unik setiap diri manusia. Tak ada yang salah dengan perbandingan. Bukankah mengukur itu memakai perbandingan besaran dan satuan? Hanya saja perlu memastikan, saat mengukur besaran panjang satuannya pun ...

Jurnal Belajar Level #1 Mantra Bahagia Keluarga: "Ngobrol Bareng"

Jurnal Belajar LevelL#1 Mengikat Rasa, Mengikat Makna Diawinasis M Sesanti Mlg, 28 November 2017 Sebelum belajar tentang komprod, sering sekali dulu membombardir pasangan dengan semua isi kepala tanpa ada filter. Tak jarang, semua itu disampaikan dari balik tembok artinya kaidah-kaidah komprod dengan orang dewasa belum diterapkan karena belum dipelajari. Maka membawa sepotong demi sepotong teori komprod ke dalam kehidupan sehari-hari memberi banyak hikmah bagi kami. Meskipun level 1 telah lama dilewati, namun tantangan selalu hadir untuk dapat menyampaikan pesan dengan lebih produktif kepada siapa saja lawan bicara kita. Belajar komunikasi produktif adalah latihan yang tak ada habisnya. * Family forum Griya Wistara * Pada level 1, tantangannya adalah "ngobrol bareng" tapi bukan sembarang bicara. Membuat kesepakatan adanya family forum dalam sebuah keluarga. Awalnya canggung memang, namun dari hal remeh temeh maupun hal penting yang dibicarakan ternyata mem...