Langsung ke konten utama

TANTANGAN 1.8 : TATAP MATAKU

HARI KEDELAPAN
Diawinasis MS
Malang, 01 Februari 2017

Bismillahirrahmanirrahiim…

Hari ini waktu untuk family forum bergeser agak siang karena ayah masuk pagi. Sambil menunggu ayah pulang, berusaha “waras” alias tetap memastikan nalar lebih dominan daripada emosi karena hanya berdua dengan Farza.

Ada beberapa keadaan yang perlu diwaspadai (menurut saya), yaitu saat lapar, ngantuk, cape, dan saat hormonal tidak seperti biasanya alias PMS. Saat semuanya ngumpul jadi satu, saya memilih diam daripada salah memilih diksi. Ditambah kadang anak-anak suka melakukan hal-hal yang menarik.

F: “Bun, mau keripik..”
B: “Keripik yang kemarin habis sayang”
F: “Mau biskuit… mau susu kotak..mau ikan..dst” (disebutkan yang tidak ada)
Padahal baru sarapan, baru ngemil jagung rebus. Lama-lama Farza minta “bobo di kamar” padahal bukan jam tidurnya, lalu menangis. Apa yang saya lakukan cukup “alhamdulillah” hari ini. Mencoba menahan diri tidak bicara, melanjutkan aktivitas. Lalu saya lihat cara Farza menangis, mata tertutup tidak banyak airmata jatuh, sambil berteriak. Sepertinya semacam cara untuk menarilk perhatian. Saya dekati, “Farza nangis boleh, kalau sudah selasai bilang ya maunya apa”. Mulai berhenti menangis,
F: “mau kue”
B: “Kuenya tadi bunda makan, itu masih ada sosis”
F: “Iya sosis aja” (Mata masih berkaca-kaca, sambil makan)
Dan langit kembali biru, pelangi melengkung warna-warni. Bayangkan jika saya ikut meninggikan emosi, bisa menangis bombai berdua. Dan ini pernah terjadi dulu saat masih belum tahu ilmunya.

Dan ayah pulang, bawa nasi kotak dimakan bertiga. Maka Family Forum siap digelar. Ayah kali ini melanjutkan obrolan kami kemarin, “misi keluarga”. Menyambut tanggal satu dengan “misi bulan ini” (bukan gajian, karena memang suami saya tidak gajian di tanggal-tanggal tertentu). Karena saya tipe visual, mencatat obrolan adalah “senjata” untuk action, jika tidak mau ada yang tercecer. Hal simple yang kami bahas tentang medsos, kami sepakat tidak akan share “berita” yang tidak jelas sanad-rawi-matannya. Kalaupun kami tahu itu baik tapi tidak jelas, lebih baik berhenti di kami.



Apakah Family Forum di keluarga kami anteng, fokus, duduk manis? tentu TIDAAKKK. Kami sambil menyanyi, senam, bahkan main lempar bola agar Farza tidak bosan dan forum tetap bisa jalan.

Ngomong-ngomong soal ngobrol dengan pasangan, saya masih sering menyampaikan pesan tanpa “intensity of eye contact”. Di balik tembok sambil nanya, “ayah nanti berangkat jam berapa?”. Benar-benar butuh effort untuk mengubah hal ini. #tantangan




PERUBAHAN KOMUNIKASI DI HARI KEDELAPAN
√ Fokus pada solusi
√ Gunakan intonasi dan suara ramah dg anak
√ Latih lagi “intensity of eye contact” dengan pasangan.


#hari8
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapatan (uang dan sebagainya untuk

Pulang ke Udik: Menggelar Kenangan, Membayar Hutang Kerinduan

Sebagai warga perantau, bagi Griya Wistara acara mudik bukan lagi hal baru. Entah pulang ke rumah orangtua di luar kota dalam propinsi maupun mertua yang lebih jauh, antar kota antar propinsi. Bukan hal mudah dalam mempersiapkan mudik, sebutlah H-3 bulan kami harus berburu tiket kereta agar tak kehabisan sesuai tanggal yang direncanakan. Pernah suatu waktu kami harus pasang alarm tengah malam, karena hari sebelumnya sudah kehabisan tiket kereta yang diharapkan. Padahal baru jam 00.15 WIB, artinya 15 menit dari pembukaan pemesanan. Belum lagi persiapan deretan kebutuhan selama sekian hari di kampung halaman. Mana barang pribadi, mana milik pasangan, dan persiapan perang ananda tak ketinggalan. Jangan tanya rancangan budget lagi, saat pengeluaran mendominasi catatan keuangan. Membawa sepaket koper alat perang, melipat jarak agar semakin dekat. Perjalanan selalu menyisakan hikmah. Bukan perkara mudah mengelola sekian jam di atas kereta bersama balita. Alhamdulillah, beberapa kali mele

Jurnal Belajar Level 7 : Semua Anak Adalah Bintang

Usia 0-6 tahun : selesai dengan diri sendiri. Salah satu tantangan yang paling identik dengan tema level 7 ini, adalah saat orangtua mulai galau dan membanding-bandingkan anaknya dengan anak orang lain. Atau yang paling dekat dengan saudara kandungnya sendiri. Seolah-olah anak harus mengikuti sebuah pertandingan yang belum tentu setara dengan dirinya. " Coba lihat, mas itu sudah bisa jalan. Kamu kok belum?" "Berani nggak maju ke depan seperti mbak ini? " Setiap anak memiliki sisi unik yang menjadikannya bintang. Allah tak pernah salah dalam membuat makhluk, maka melihat sisi cahaya dari setiap anak adalah keniscayaan bagi setiap orangtua. Berusaha dalam meninggikan gunung, bukan meninggikan lembah. Mengasah sisi yang memang tajam pada diri anak butuh kepekaan bagi orangtua. Dalam buku CPWU, dapat diambil teknik E-O-WL-W untuk menemukan kelebihan setiap anak. 1. Engage Atau membersamai anak dalam proses pengasuhan dan pendidikan dengan sepenuh hati (yang