Langsung ke konten utama

TANTANGAN 2.2 : MEMBERI KESEMPATAN

Diawinasis M.S.
Malang, 24 Februari 2017

Hari kedua. Mulai bermunculan potensi kemandirian ananda yang sebelumnya kurang "terlihat". Kami sbg orangtua hanya memberi kesempatan ananda melakukan urusannya sendiri, ternyata anak-anak dapat melakukan banyak hal.

Ada beberapa aktivitas lain yang bunda "tangkap" mewakili kemandirian ananda:
- Dapat memakai dan melepas sandal sendiri (sandal jepit atau selop) meskipun kadang perlu diingatkan saat terbalik memakainya.
- Dapat naik turun tangga sendiri sampai lantai 4.
- Dapat tidur sendiri, sejak disapih penuh 1 bulan ini ananda lebih mandiri tanpa harus digendong/dikeloni. Terkadang minta dielus punggungnya, terkadang tertidur saat menunggui bunda tilawah, dsb.

Untuk toilet training (BAB): ananda masih belum berani naik ke WC, menolak sambil berteriak "ndak mau bun...!". Jadi setelah BAB baru bunda jelaskan caranya dan diberi contoh. Saya kira untuk yang ini ananda masih butuh lebih banyak kesempatan, atau mencoba memakai potty training untuk BAB #whatnext

Malang, 23-02-17
Farzana A.W/2y7m/Pr
Fasilitator: Ayah Bunda
Dokumentasi: Bunda

Hari ini Farza masih bapil. Sesekali menahan ingus agar tidak jatuh dan berkata "Bun, ingus.. ambil tisuu" lalu dia pun berlari ke tempat tisu, mengambil tisu sambil meminta bantuan bunda memegang tisu. Lalu spontan dia membuang tisu ke tempat sampah. Ananda mengambil satu lembar saja tiap kali mau membuang ingus, jadi tidak ada tisu yang terbuang. Sekaligus latihan motorik halus, mengambil 1 lembar tisu sesuai kebutuhan.

Karena sudah hampir 4  hari pilek dan sering mengelap ingus, ada bekas di hidungnya sehingga merasa sakit saat mengelap sendiri. Kali ini ananda banyak meminta bantuan, tidak seperti kemarin yang bisa sendiri. #syafakillah semoga ananda lekas sembuh dan bisa latihan kemandirian poin yang lain.

#Gamelevel2.2
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapatan (uang dan sebagainya untuk

Pulang ke Udik: Menggelar Kenangan, Membayar Hutang Kerinduan

Sebagai warga perantau, bagi Griya Wistara acara mudik bukan lagi hal baru. Entah pulang ke rumah orangtua di luar kota dalam propinsi maupun mertua yang lebih jauh, antar kota antar propinsi. Bukan hal mudah dalam mempersiapkan mudik, sebutlah H-3 bulan kami harus berburu tiket kereta agar tak kehabisan sesuai tanggal yang direncanakan. Pernah suatu waktu kami harus pasang alarm tengah malam, karena hari sebelumnya sudah kehabisan tiket kereta yang diharapkan. Padahal baru jam 00.15 WIB, artinya 15 menit dari pembukaan pemesanan. Belum lagi persiapan deretan kebutuhan selama sekian hari di kampung halaman. Mana barang pribadi, mana milik pasangan, dan persiapan perang ananda tak ketinggalan. Jangan tanya rancangan budget lagi, saat pengeluaran mendominasi catatan keuangan. Membawa sepaket koper alat perang, melipat jarak agar semakin dekat. Perjalanan selalu menyisakan hikmah. Bukan perkara mudah mengelola sekian jam di atas kereta bersama balita. Alhamdulillah, beberapa kali mele

Jurnal Belajar Level 7 : Semua Anak Adalah Bintang

Usia 0-6 tahun : selesai dengan diri sendiri. Salah satu tantangan yang paling identik dengan tema level 7 ini, adalah saat orangtua mulai galau dan membanding-bandingkan anaknya dengan anak orang lain. Atau yang paling dekat dengan saudara kandungnya sendiri. Seolah-olah anak harus mengikuti sebuah pertandingan yang belum tentu setara dengan dirinya. " Coba lihat, mas itu sudah bisa jalan. Kamu kok belum?" "Berani nggak maju ke depan seperti mbak ini? " Setiap anak memiliki sisi unik yang menjadikannya bintang. Allah tak pernah salah dalam membuat makhluk, maka melihat sisi cahaya dari setiap anak adalah keniscayaan bagi setiap orangtua. Berusaha dalam meninggikan gunung, bukan meninggikan lembah. Mengasah sisi yang memang tajam pada diri anak butuh kepekaan bagi orangtua. Dalam buku CPWU, dapat diambil teknik E-O-WL-W untuk menemukan kelebihan setiap anak. 1. Engage Atau membersamai anak dalam proses pengasuhan dan pendidikan dengan sepenuh hati (yang