Langsung ke konten utama

Jadi, Siapa Dirimu???

Jadi ceritanya dulu pernah kuliah. Terus ada matakuliah Psikodiagnostik. Apa itu? Kalau orang awam sih (padahal saya juga bukan orang yang expert di bidang ini), simple-nya berkaitan dengan psikotes.

Nah, dulu mah iya aja.. ambil aja mana matakuliah yang dipasarkan. Yang orang Psikologi pasti kenal sama Psikodiagnostik I, II, III, ... dst. Masih inget ga, kita dulu belajar tentang apa di tiap season-nya? Btw, dapat nilai apa dulu bro? #ehh

Lalu tadi belajar di forum emak. Bahas PR ttg rejeki, tapi ada hubungannya dg matakuliah di atas. Lha kok bisa? Makanya hayuk ikutan matrikulasi IIP. (Padahal saya aja belum lulus, doakan lulus ya manteman).

Langsung ke topik di atas. Masih inget ga, di psikodiagnostik ada materi apa aja? Tes intelegensi? bakat minat? grafis? wartegg? inventori? ayo.. apa lagi? Iyes, ada OBSERVASI dan WAWANCARA diantara sederet alat tes keren di atas.

Nah, intinya gini.. keterlibatan orangtua dalam aktivitas anak, bagaimana orangtua mengamati, melihat dan mendengar adalah kunci utama menemukan peran anak sesuai "instalan" yang udah dari sononya.

Segala psikotes itu memang kadang dibutuhkan, tapi tetap pengamatan mendalam dan seni mendengarkan itu PENTING. Eh, untuk kasus "khusus" kan mengedepankan ini. Pernah ikut psikotes yang bikin keceplosan curhat soal mantan, atau kejadian traumatis di masa lalu? #bukansayaaa

Coba deh, berapa banyak orangtua yang bingung saat anaknya mau lulus SMA? Atau anak TK yang ikut tes apa itu namanya untuk mengenali bakat anaknya? Jadi kepo.. jangan-jangan ortunya sendiri ga ngerti bakat dirinya dimana..#inibarusaya ^_^

Lagi belajar ini ceritanya. Alhamdulillah sih, ga salah jurusan. Ada yg kepo apa cita-cita saya waktu mau masuk PTN??? Jadi IBU. Seriusan ini!! Meskipun pernah nyasar lupa tujuan. :-(

Apakah anda termasuk yg galau dengan potensi diri? Yuk selesai dg diri sendiri dulu sebelum melangkah ke step berikutnya.

#MIP #IIP #PSIKOLOGI 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapatan (uang dan sebagainya untuk

Pulang ke Udik: Menggelar Kenangan, Membayar Hutang Kerinduan

Sebagai warga perantau, bagi Griya Wistara acara mudik bukan lagi hal baru. Entah pulang ke rumah orangtua di luar kota dalam propinsi maupun mertua yang lebih jauh, antar kota antar propinsi. Bukan hal mudah dalam mempersiapkan mudik, sebutlah H-3 bulan kami harus berburu tiket kereta agar tak kehabisan sesuai tanggal yang direncanakan. Pernah suatu waktu kami harus pasang alarm tengah malam, karena hari sebelumnya sudah kehabisan tiket kereta yang diharapkan. Padahal baru jam 00.15 WIB, artinya 15 menit dari pembukaan pemesanan. Belum lagi persiapan deretan kebutuhan selama sekian hari di kampung halaman. Mana barang pribadi, mana milik pasangan, dan persiapan perang ananda tak ketinggalan. Jangan tanya rancangan budget lagi, saat pengeluaran mendominasi catatan keuangan. Membawa sepaket koper alat perang, melipat jarak agar semakin dekat. Perjalanan selalu menyisakan hikmah. Bukan perkara mudah mengelola sekian jam di atas kereta bersama balita. Alhamdulillah, beberapa kali mele

Jurnal Belajar Level 7 : Semua Anak Adalah Bintang

Usia 0-6 tahun : selesai dengan diri sendiri. Salah satu tantangan yang paling identik dengan tema level 7 ini, adalah saat orangtua mulai galau dan membanding-bandingkan anaknya dengan anak orang lain. Atau yang paling dekat dengan saudara kandungnya sendiri. Seolah-olah anak harus mengikuti sebuah pertandingan yang belum tentu setara dengan dirinya. " Coba lihat, mas itu sudah bisa jalan. Kamu kok belum?" "Berani nggak maju ke depan seperti mbak ini? " Setiap anak memiliki sisi unik yang menjadikannya bintang. Allah tak pernah salah dalam membuat makhluk, maka melihat sisi cahaya dari setiap anak adalah keniscayaan bagi setiap orangtua. Berusaha dalam meninggikan gunung, bukan meninggikan lembah. Mengasah sisi yang memang tajam pada diri anak butuh kepekaan bagi orangtua. Dalam buku CPWU, dapat diambil teknik E-O-WL-W untuk menemukan kelebihan setiap anak. 1. Engage Atau membersamai anak dalam proses pengasuhan dan pendidikan dengan sepenuh hati (yang