"Anak saya kurang di bidang linguistik, dilihat dari hasil psikotesnya anak saya lebih dominan di bidang matematika", cerita salah seorang ayah tentang anaknya.
Kita sering mendengar hal serupa, khawatir dengan anak yang tak pandai matematika, nilainya kurang di bidang akademis, dan keluhan sejenis. Galau saat membandingkan anak sendiri dengan anak-anak orang lain. Padahal setiap anak adalah istimewa, setiap anak dilahirkan atas fitrahnya artinya anak lahir dengan membawa "potensi" masing-masing.
Saat disebut tentang "kecerdasan", masih banyak orangtua di luar sana yang mengaitkan dengan kecerdasan intelektual semata. Mendewakan skor IQ (di atas rata-rata, superior, hingga jenius) agar anaknya dapat mencapai kesuksesan dan kebahagiaan. Padahal ada bentuk kecerdasan lain yang juga tak kalah penting yaitu kecerdasan emosi (Emotional Quotient), kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient), serta kecerdasan dalam menghadapi tantangan (Adversity Intellegence). Sudahkah kita sudah mengenal jenis-jenis kecerdasan selain kecerdasan intelektual?
Apakah kita (sebagai orangtua) sudah menerapkannya dalam hidup kita sebelum mendampingi anak-anak?
Lewat tantangan di level #3 Kelas Bunda Sayang, keluarga kami belajar bersama lewat "Projek Keluarga". Pada tantangan ini, kami dapat berlatih mempraktekkan komunikasi produktif, melatih kemandirian, dan tentu saja menstimulasi berbagai jenis kecerdasan ananda. Ternyata banyak hal seru kami dapatkan saat "mrojek" bareng keluarga.
#Bingung, kegiatan apa yang akan dilakukan?
Dan kami memilih melakukan hal yang urgent atau hal yang paling mudah/"bisa" dilakukan artinya memakai fasilitas yang ada. Salah satunya saat kami belajar angka dan membilang benda (matematika) memakai daun-daun kering (sampah) di sekitar rumah uti.
#Rencana tak sesuai dengan realita
Tantangan lain saat eksekusi rencana yang telah dibuat, misalnya saat kami merencanakan aktivitas X tetapi ternyata ada acara Y yang harus segera dilakukan. Memasukkan acara Y sebagai projek ternyata bisa dilakukan. Jika kita jeli selalu ada unsur komunikasi produktif, kemandirian, serta melatih kecerdasan anak di dalamnya sehingga rencana yang tertunda dapat dilakukan esok hari.
#Blank, tidak punya ide projek
Saat kita tak punya ide, menyulap aktivitas sehari-hari menjadi projek pun dapat dilakukan. Ternyata tak kalah seru meskipun sekedar membersihkan halaman dari dedaunan kering. Tentu saja tugas untuk ananda disesuaikan dengan kemampuannya.
#Beratnya tantangan menulis
Satu lagi tantangan yaitu konsisten melakukan apresiasi dan "menuliskan" hasil projek keluarga. Dibutuhkan waktu khusus agar "harta karun" keluarga ini tidak hilang begitu saja kemudian menjadi bekal untuk melakukan projek-projek selanjutnya.
Sejak menjawab tantangan kelas bunsay #1 MRJatseLa di bulan Maret 2017, Griya Wistara mulai ketagihan "mrojek". Meskipun sederhana lewat kegiatan sehari-hari dan tidak bernilai uang, tetapi terasa sekali kami bisa lebih bahagia. Tentu saja lebih mudah bagi kami menerapkan mantra bahagia : banyak main, ngobrol, dan beraktivitas bersama lewat projek keluarga ini. Semoga ke depan kami dapat konsisten melakukan kegiatan seru bersama-sama dengan keluarga lewat "family project".
Definisi sukses bisa jadi berbeda-beda bagi setiap keluarga. Namun setiap individu berhak untuk bahagia.
Diawinasis M Sesanti
Mlg, 26 Januari 2018
#JurnalBelajarLevel3
#KuliahBunsayIIP
#FamilyProject
#InfoDoodle
Mantra yang halal dan mujarab ya..
BalasHapusNyesel jadinya teh.. Kenapa nggak dari dulu 😆
Hapus