Langsung ke konten utama

Setiap Kisah Bunda Selalu Istimewa

Hamil, melahirkan, dan menyusui adalah satu paket fitrah yang Allah berikan pada perempuan. Di balik kepayahan yang sudah pasti dialami para ibu hamil dan menyusui, tersimpan bahagia dan hikmah luar biasa. Tentu Ini menjadi pengalaman istimewa bagi setiap yang menjalaninya. Begitu pun pada sepotong perjalananku hingga ada yang memanggil "Bunda".

Kabar kehamilan pertama memang kami nantikan. Beberapa bulan berselang dari akad nikah, alhamdulillah Allah titipkan amanah di rahimku. Dan aku pun masuk ke dunia baru, bersiap menjadi ibu. "Morning sickness", mood yang cepat berubah, sensitif, dan berbagai ujian di level trimester pertama. Level berikutnya tak kalah seru, semakin berat dalam beraktivitas dan butuh ekstra hati-hati. Bersyukur sang calon ayah pun begitu sabar dengan keluhan ibu hamil waktu itu. Banyak mengelus, bicara, merasakan tiap tendangan di perut bunda. Dan saya pun lebih banyak menuruti naluri keibuan dalam menjalani amanah pertama ini, banyak-banyak bertawakal pada pemilik  amanah ini.

Benar-lah jika anak adalah guru terbaik bagi orangtuanya. Kami banyak belajar dari kehadiran ananda. Bagaimana ibu berpayah-payah 9 bulan dalam menjaga janin dalam rahimnya. Sebuah perjalanan panjang yang insya Allah berbuah surga.

Pada kehamilan pertama, satu yang paling berkesan adalah proses melahirkan. Tepat di bulan Ramadhan, ananda memilih hari kelahirannya. Saat gelombang cinta mulai hadir di waktu sahur, Jumat tanggal 13 Ramadhan saat itu tepatnya. Karena pengalaman pertama, kukira inilah pertanda akan kehadiran ananda. Namun ternyata ananda masih menagih janji main ke rumah budhenya, janji bunda mengkhatamkan Quran sebelum ananda lahir, serta aktivitas lainnya. Meskipun tak bisa disangkal, hampir semua menunjukkan wajah panik saat belum juga bertambah banyak pembukaan jalan lahir.

Alhamdulillah ananda memilih hari kelahirannya sendiri. Bukan hal yang mudah menunggu selama 2 hari dengan gelombang cinta bertubi-tubi. Sepertinya ananda menunggu hari Ahad, saat semua anggota keluarga libur sehingga bisa menyambut kehadirannya. Sempat mandi keramas sebelum berangkat ke rumah sakit, paling tidak cukup menyegarkan sebelum berangkat berperang. Tak banyak yang dapat kuucap saat waktu semakin dekat, istighfar banyak-banyak seolah menjadi penguat.

Dan tangis bayi perempuan itu pun seolah menghapus semua rasa sakit. Jatuh cinta pada pandangan pertama itu benar adanya, bahkan ini sebelum mampu memandangnya. Dan hari itu sah aku menjadi ibu, artinya telah menanti PR panjang untuk terus belajar menjadi ibu. Bukan hal mudah, tetapi berproses bersama ananda adalah satu-satunya pilihan.

Mulailah bertemu isu-isu pengasuhan klasik, mitos dan fakta seputar bayi, popok kain Vs pospak, sufor Vs ASI, vaksin Vs antivaksin, serta berderet hal lain yang membuka mata bahwa dunia "emak" itu penuh warna. Dari sini mulai belajar dan mencari tahu kebenaran, bermodal mana yang paling "melegakan hati" dan mampu untuk dilakukan. Karena semua ibu pasti mengharap yang terbaik untuk ananda.

Alhamdulillah ananda lulus ASI ekslusif di 6 bulan pertamanya, dilanjutkan MPASI rumahan. Rasanya baru kemarin ananda belajar menyusu pada bunda di hari pertama, pun begitu bunda belajar menggendong dan mencari posisi nyaman berdua. Masih terbayang malam-malam terbangun berkali-kali. Kenangan indah yang harus selesai, meskipun kami belum sepenuhnya berhasil melakukan WWL tapi alhamdulillah tepat 30 bulan  ananda dan bunda berhasil melakukan penyapihan. Proses panjang yang sangat butuh dukungan keluarga. Diwarnai pertanyaan: "Kapan bayi ini diberi sufor?", "Kapan diberi bubur instan?", serta berbagai pertanyaan lain. Alhamdulillah menjadi bukti itu lebih melegakan daripada menunggu lingkungan berubah.

Dan setiap ibu adalah istimewa, dengan kisah dan perjalanan berharga yang dilalui bersama buah hatinya. Tak pernah terputus doa, semoga Allah senantiasa menjaga keluarga serta tiap amanah di dalamnya. Dan kini bersiap mengulang siklus yang sama, meskipun sudah pasti prosesnya berbeda. Kini tak hanya ayah bunda, ada Wistara pertama yang siap menanti kehadiran yang kedua.

Diawinasis M Sesanti
Mlg, 02-12-2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapatan (uang dan sebagainya untuk

Pulang ke Udik: Menggelar Kenangan, Membayar Hutang Kerinduan

Sebagai warga perantau, bagi Griya Wistara acara mudik bukan lagi hal baru. Entah pulang ke rumah orangtua di luar kota dalam propinsi maupun mertua yang lebih jauh, antar kota antar propinsi. Bukan hal mudah dalam mempersiapkan mudik, sebutlah H-3 bulan kami harus berburu tiket kereta agar tak kehabisan sesuai tanggal yang direncanakan. Pernah suatu waktu kami harus pasang alarm tengah malam, karena hari sebelumnya sudah kehabisan tiket kereta yang diharapkan. Padahal baru jam 00.15 WIB, artinya 15 menit dari pembukaan pemesanan. Belum lagi persiapan deretan kebutuhan selama sekian hari di kampung halaman. Mana barang pribadi, mana milik pasangan, dan persiapan perang ananda tak ketinggalan. Jangan tanya rancangan budget lagi, saat pengeluaran mendominasi catatan keuangan. Membawa sepaket koper alat perang, melipat jarak agar semakin dekat. Perjalanan selalu menyisakan hikmah. Bukan perkara mudah mengelola sekian jam di atas kereta bersama balita. Alhamdulillah, beberapa kali mele

Jurnal Belajar Level 7 : Semua Anak Adalah Bintang

Usia 0-6 tahun : selesai dengan diri sendiri. Salah satu tantangan yang paling identik dengan tema level 7 ini, adalah saat orangtua mulai galau dan membanding-bandingkan anaknya dengan anak orang lain. Atau yang paling dekat dengan saudara kandungnya sendiri. Seolah-olah anak harus mengikuti sebuah pertandingan yang belum tentu setara dengan dirinya. " Coba lihat, mas itu sudah bisa jalan. Kamu kok belum?" "Berani nggak maju ke depan seperti mbak ini? " Setiap anak memiliki sisi unik yang menjadikannya bintang. Allah tak pernah salah dalam membuat makhluk, maka melihat sisi cahaya dari setiap anak adalah keniscayaan bagi setiap orangtua. Berusaha dalam meninggikan gunung, bukan meninggikan lembah. Mengasah sisi yang memang tajam pada diri anak butuh kepekaan bagi orangtua. Dalam buku CPWU, dapat diambil teknik E-O-WL-W untuk menemukan kelebihan setiap anak. 1. Engage Atau membersamai anak dalam proses pengasuhan dan pendidikan dengan sepenuh hati (yang