Langsung ke konten utama

TANTANGAN 11.1 Saya Perempuan

Tantangan 11.1
Diawinasis M Sesanti
Mlg, 05 Januari 2018

Alhamdulillah masih diberikan kesempatan belajar di awal tahun 2018. Masih menapaki km 0-1 "how to educate children", kali ini tantangan kelas bunda sayang cukup menarik karena berbeda dengan level-level sebelumnya. Tak ada materi, kami lah yang belajar mencari sendiri "Learning by Teaching".

Dimulailah kami menyemai rasa ingin tahu. Bermodal 5W+1H, mulai lah menjelajah apa itu "FITRAH SEKSUALITAS". Ternyata banyak sekali isu-isu dan tantangan "jaman now" yang berkaitan hal ini. Dari anak-anak yang cenderung berperilaku tidak sesuai fitrahnya, anak perempuan tomboy atau saya baliknya anak laki-laki yang melambai. Belum lagi isu besar "lagibete" hingga "sewa rahim" yang sempat geger dunia persilatan. Dan semua berakar dari tidak tuntasnya menyemai fitrah seksualitas dari rumah.

Kemudian menengok keluarga dan amanah yang ada di dalamnya, menjadi satu-satunya pilihan. Memastikan fitrah seksualitas ananda "on track". Setelah melewati 0-2 tahun dengan menyusui serta bahasa ibu, kini ananda memasuki tahapan 3-6 tahun. Alhamdulillah di usia 3.5 tahun ini, ananda sudah bisa menyebutkan dengan tegas "Saya perempuan". Sudah mulai bisa mengidentifikasi laki-laki dan perempuan saat bertemu orang lain (khususnya yang lebih besar darinya), ananda masih kesulitan saat bertemu anak bayi yang umumnya belum tumbuh rambut sehingga sulit membedakan jenis kelaminnya. Dan tentu saja, "Farza mau punya adik laki-laki atau perempuan?" masih menjadi pertanyaan primadona. Jawabannya pun berganti-ganti, kadang dijawabnya"laki-laki dan perempuan".

Belajar lagi dan lagi, mengulik PR besar menyiapkan diri mendampingi anak-anak menyambut peran di zamannya kelak.

#GameLevel11
#Tantangan10Hari
#KuliahBunsayIIP
#FitrahSeksualitas

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapatan (uang dan sebagainya untuk

Pulang ke Udik: Menggelar Kenangan, Membayar Hutang Kerinduan

Sebagai warga perantau, bagi Griya Wistara acara mudik bukan lagi hal baru. Entah pulang ke rumah orangtua di luar kota dalam propinsi maupun mertua yang lebih jauh, antar kota antar propinsi. Bukan hal mudah dalam mempersiapkan mudik, sebutlah H-3 bulan kami harus berburu tiket kereta agar tak kehabisan sesuai tanggal yang direncanakan. Pernah suatu waktu kami harus pasang alarm tengah malam, karena hari sebelumnya sudah kehabisan tiket kereta yang diharapkan. Padahal baru jam 00.15 WIB, artinya 15 menit dari pembukaan pemesanan. Belum lagi persiapan deretan kebutuhan selama sekian hari di kampung halaman. Mana barang pribadi, mana milik pasangan, dan persiapan perang ananda tak ketinggalan. Jangan tanya rancangan budget lagi, saat pengeluaran mendominasi catatan keuangan. Membawa sepaket koper alat perang, melipat jarak agar semakin dekat. Perjalanan selalu menyisakan hikmah. Bukan perkara mudah mengelola sekian jam di atas kereta bersama balita. Alhamdulillah, beberapa kali mele

Jurnal Belajar Level 7 : Semua Anak Adalah Bintang

Usia 0-6 tahun : selesai dengan diri sendiri. Salah satu tantangan yang paling identik dengan tema level 7 ini, adalah saat orangtua mulai galau dan membanding-bandingkan anaknya dengan anak orang lain. Atau yang paling dekat dengan saudara kandungnya sendiri. Seolah-olah anak harus mengikuti sebuah pertandingan yang belum tentu setara dengan dirinya. " Coba lihat, mas itu sudah bisa jalan. Kamu kok belum?" "Berani nggak maju ke depan seperti mbak ini? " Setiap anak memiliki sisi unik yang menjadikannya bintang. Allah tak pernah salah dalam membuat makhluk, maka melihat sisi cahaya dari setiap anak adalah keniscayaan bagi setiap orangtua. Berusaha dalam meninggikan gunung, bukan meninggikan lembah. Mengasah sisi yang memang tajam pada diri anak butuh kepekaan bagi orangtua. Dalam buku CPWU, dapat diambil teknik E-O-WL-W untuk menemukan kelebihan setiap anak. 1. Engage Atau membersamai anak dalam proses pengasuhan dan pendidikan dengan sepenuh hati (yang