Langsung ke konten utama

TANTANGAN 3.3: "NYAPU LATAR"

Diawinasis M. S
25 Maret 2017
TANTANGAN 10 HARI 3.3

Semakin sumringah dengan Projek Hometown Silaturahim kali ini.  Tantangan hari kemarin mulai terjawab ketika ananda bertemu lebih banyak dan lebih lama dengan orang-orang di luar keluarga inti.  Rupanya si kecil lebih suka talkless do more.  Lakukan kegiatan bersama,  maka orang yang lama tak ditemuinya tak lagi asing.  #yeayy

Ternyata ada banyak projek sederhana yang dapat dilakukan bersama.  Sepulang jalan-jalan pagi,  halaman tampak dipenuhi daun kering yang jatuh selepas hujan dan angin kemarin. Maka  kami bersepakat membersihkan halaman  bersama.
Bunda: "Bunda mau bersihkan halaman. Farza mau ikut?"
Farza: "Mau.."
Bunda: "Bunda yang menyapu,  Farza yang masukin sampahnya ke tempatnya ya"
Farza: "Iya.."
#komprod
Lalu kami mengambil peralatan yang dibutuhkan, sapu lidi,  cikrak/pengki, " tompo" bekas untuk mengangkut sampah.

Ngomong-ngomong soal tompo,  salah satu alat rumah tangga yang terbuat dari bambu. Masih banyak lagi teman si tompo ini,  sebutlah: pithi,  rinjing,  kreneng,  tampah,  capil,  theple,  dsb. Butuh kamus dan fungsinya??? Ternyata nenek moyang kita kece ya,  menyulap segala sumberdaya di sekitar untuk memenuhi kebutuhannya.

Halaman di desa pasti berbeda dari halaman di kota,  sensasi memakai sapu lidi akan lebih mengena. Ananda memegang sapu sama seperti bunda,  namun rupanya baru beberapa sapuan sudah berganti aktivitas: mengambil beberapa lidi untuk mainan.

Setelah bunda selesai menyapu, ananda bersemangat memasukkan sampah dari pengki ke tompo. Meskipun satu dua jatuh-jatuh,  tetapi alhamdulillah ananda semangat melakukan aktivitas ini.  #melatihkemandirian

Yang sudah oke:
- Kerjasama bunda-ananda melakukan projek sederhana ini alhamdulillah cukup baik
- Melatih ananda menjaga kebersihan lingkungan

What next: Melanjutkan aktivitas hometown silaturahim

#TantanganHari3
#Level3
#MyFamilyMyTeam
#KuliahBunsayIIP

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapatan (uang dan sebagainya untuk

Pulang ke Udik: Menggelar Kenangan, Membayar Hutang Kerinduan

Sebagai warga perantau, bagi Griya Wistara acara mudik bukan lagi hal baru. Entah pulang ke rumah orangtua di luar kota dalam propinsi maupun mertua yang lebih jauh, antar kota antar propinsi. Bukan hal mudah dalam mempersiapkan mudik, sebutlah H-3 bulan kami harus berburu tiket kereta agar tak kehabisan sesuai tanggal yang direncanakan. Pernah suatu waktu kami harus pasang alarm tengah malam, karena hari sebelumnya sudah kehabisan tiket kereta yang diharapkan. Padahal baru jam 00.15 WIB, artinya 15 menit dari pembukaan pemesanan. Belum lagi persiapan deretan kebutuhan selama sekian hari di kampung halaman. Mana barang pribadi, mana milik pasangan, dan persiapan perang ananda tak ketinggalan. Jangan tanya rancangan budget lagi, saat pengeluaran mendominasi catatan keuangan. Membawa sepaket koper alat perang, melipat jarak agar semakin dekat. Perjalanan selalu menyisakan hikmah. Bukan perkara mudah mengelola sekian jam di atas kereta bersama balita. Alhamdulillah, beberapa kali mele

Jurnal Belajar Level 7 : Semua Anak Adalah Bintang

Usia 0-6 tahun : selesai dengan diri sendiri. Salah satu tantangan yang paling identik dengan tema level 7 ini, adalah saat orangtua mulai galau dan membanding-bandingkan anaknya dengan anak orang lain. Atau yang paling dekat dengan saudara kandungnya sendiri. Seolah-olah anak harus mengikuti sebuah pertandingan yang belum tentu setara dengan dirinya. " Coba lihat, mas itu sudah bisa jalan. Kamu kok belum?" "Berani nggak maju ke depan seperti mbak ini? " Setiap anak memiliki sisi unik yang menjadikannya bintang. Allah tak pernah salah dalam membuat makhluk, maka melihat sisi cahaya dari setiap anak adalah keniscayaan bagi setiap orangtua. Berusaha dalam meninggikan gunung, bukan meninggikan lembah. Mengasah sisi yang memang tajam pada diri anak butuh kepekaan bagi orangtua. Dalam buku CPWU, dapat diambil teknik E-O-WL-W untuk menemukan kelebihan setiap anak. 1. Engage Atau membersamai anak dalam proses pengasuhan dan pendidikan dengan sepenuh hati (yang