Langsung ke konten utama

Day 20 : Orangtua Tak Harus Selalu Lebih Tahu

Mlg, 03 Maret 2018
Diawinasis M Sesanti

Bismillahirrahmanirrahiim.

Weekend yang cukup menguras tenaga, tak hanya ayah yang berangkat pagi tapi juga bunda yang sedang berusaha menyelesaikan tugas-tugas belajar sebelum esok kami mudik.

Tak banyak yang kami bicarakan, tapi seperti biasa ada "kesepakatan" to do list harian. Mempersiapkan sebagian kebutuhan untuk esok. Ketika semua clear and clarify, maka menjalaninya pun lebih ringan.

Dan sore ini kami ngobrol sambil makan malam bersama. Bagaimana kakak selalu "show off" saat di depan ayah. Makanan favoritnya hari ini. Aktivitas main DIY dough yang membuat imajinasinya semakin kaya. Serta obrolan si #communication tentang apa saja yang ditemuinya.

"Jerapah itu mamalia bukan?"
"Kura-kura boleh dimakan nggak?"
"Ikan apa ini? Kalau ikan bertelur apa beranak?"
"Ke nggalek nya kapan? Sampainya siang apa sore?"

Dan banyak lagi pertanyaan dan pernyataan yang kakak utarakan. Bagi sebagian orang, anak yang banyak bertanya cukup mengganggu. Tapi alhamdulillah kami sadar bahwa itu bagian dari fitrah belajar ananda. Intellectual Curriousity, rasa ingin tahu. Bayangkan saat anak samasekali tak memiliki rasa penasaran akan sesuatu? Artinya ada yang salah dengan fitrah anak, dan orangtua serta orang di sekitarnya patut dicurigai sebagai tersangka "pemadam" fitrah belajar anak.?

Bagaimana jika orangtua tidak tahu jawaban yang ditanyakan anak? Orangtua memang tak selalu lebih tahu, ada kalanya anak lebih tahu daripada orangtua. Ada kalanya sama-sama tidak tahu, sama-sama belajar, dan kami paling suka kawaban "mari kita cari bersama". Entah dengan browsing, baca buku, bertanya kepada ahlinya, atau darimana saja. Alhamdulillah dengan ini kami merasa lebih relaks dan optimis membersamai ananda.

#GriyaWistara
#03Maret2018
#Malang
#3y7m
#KelasPortofolioAnakbyGPA
#GriyaPortofolioAnak
#MengikatMaknaSepenuhCinta
#PekaAkanUnikAnak

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapata...

Setiap Kita Istimewa

"Setiap kita diciptakan istimewa, unik, dan satu-satunya. Tidak ada produk gagal dari setiap ciptaan Allah SWT." Demikian kalimat yang sering didengungkan, namun bukan perkara mudah meyakininya hingga mewujudkannya dalam kehidupan nyata. Karena di luar sana banyak kalimat yang tak kalah sakti memupus harap hingga kita tak yakin lagi bahwa kita istimewa. "Mengapa kamu tak bisa juara kelas seperti mbak X?" "Mas A sudah diterima PTN favorit, kamu gimana?" "Si Y bisa beli rumah, mobil, tanah, dan investasi lain lho.. Nggak kaya kamu." Dibandingkan. Satu hal yang paling sering membekas dan menjadi inner child yang belum selesai bahkan setelah status berubah menjadi orangtua. Guratan kecil yang tanpa sadar dapat memudarkan pendar cahaya dari sisi unik setiap diri manusia. Tak ada yang salah dengan perbandingan. Bukankah mengukur itu memakai perbandingan besaran dan satuan? Hanya saja perlu memastikan, saat mengukur besaran panjang satuannya pun ...

Jurnal Belajar Level #1 Mantra Bahagia Keluarga: "Ngobrol Bareng"

Jurnal Belajar LevelL#1 Mengikat Rasa, Mengikat Makna Diawinasis M Sesanti Mlg, 28 November 2017 Sebelum belajar tentang komprod, sering sekali dulu membombardir pasangan dengan semua isi kepala tanpa ada filter. Tak jarang, semua itu disampaikan dari balik tembok artinya kaidah-kaidah komprod dengan orang dewasa belum diterapkan karena belum dipelajari. Maka membawa sepotong demi sepotong teori komprod ke dalam kehidupan sehari-hari memberi banyak hikmah bagi kami. Meskipun level 1 telah lama dilewati, namun tantangan selalu hadir untuk dapat menyampaikan pesan dengan lebih produktif kepada siapa saja lawan bicara kita. Belajar komunikasi produktif adalah latihan yang tak ada habisnya. * Family forum Griya Wistara * Pada level 1, tantangannya adalah "ngobrol bareng" tapi bukan sembarang bicara. Membuat kesepakatan adanya family forum dalam sebuah keluarga. Awalnya canggung memang, namun dari hal remeh temeh maupun hal penting yang dibicarakan ternyata mem...