Langsung ke konten utama

Saat Kita Bisa Menerima, Tak Semua Harus Sama

Diawinasis M Sesanti
Mlg, 03 Maret 2018

10 Hari Kedua

"Tak perlu kata puitis atau kisah romansa,
karena hadirmu,
berbagi rasa denganmu,
cukup untuk mengganti tangis menjadi bahagia."



Melewati 10 hari kedua di GPA membuat kami lebih menikmati ngobrol dengan pasangan. Masih seperti biasa, sambil sarapan bareng, mengerjakan tugas domestik bareng, momong bareng, tak hanya di rumah tapi bisa di mana saja. Hanya kadang kami lebih serius saat memang dibutuhkan, seperti masalah urgent atau proyek bulanan sederhana yang kami rancang. Bedanya, kali ini kami belajar membuat catatan kecil tiap hari atas hikmah dari pembicaraan kami. Dan itu lebih "membekas" sebagai pijakan kami melewati hari-hari bersama.

Ternyata ada banyak hal yang kami sepakati lewat obrolan sehari-hari. Tak harus dalam rapat kaku yang penuh perencanaan, kadang kesepakatan itu muncul lewat "kisah" yang kami bawa ke rumah.

Bukan selalu tentang hal baru, mengulang-ulang cerita pun sering kami lakukan. Hanya saja kadang "insight" yang kami dapatkan berbeda. Misalnya saat bicara tentang prinsip pengasuhan. Dulu kami masih belum satu frekuensi dan pasangan lebih banyak menyerahkan keputusan soal anak pada saya. Seiring berjalannya waktu, lewat obrolan, lewat tulisan hasil belajar, lewat forum belajar yang pernah kami datangi, akhirnya kami pun menemukan mana yang paling pas untuk keluarga kami.

"Oiya, kita pernah sepakat soal ini sebelumnya, jadi saat bertemu lagi cerita yang sama artinya jalan ini yang kita pilih."

Namun tetap saja kami dua orang yang berbeda. Ada banyak hal yang memang tak selalu sama. Artinya keluarga akan semakin kaya dengan perbedaan, bahkan negeri ini pun mengakui perbedaan lewat semboyan bhineka tunggal ika.

"Oiya, kita memang berbeda selera soal ini, its ok.. Karena kita tak harus selalu sama, yang penting kita bisa saling menerima." 
Wallahu a'lam, kami masih terus bertumbuh dan belajar. Semoga Allah senantiasa membimbing kami. Semoga Allah menerima setiap doa kami, anak dan pasangan sebagai qurrota a'yun. Dan kami berusaha memperbaiki diri, agar dapat menjadi barisan orang-orang yang taqwa walhamdulillah menjadi pemimpinnya.

#MemaknaiPerjalanan
#10HariKedua
#GriyaPortofolioAnak1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapata...

Setiap Kita Istimewa

"Setiap kita diciptakan istimewa, unik, dan satu-satunya. Tidak ada produk gagal dari setiap ciptaan Allah SWT." Demikian kalimat yang sering didengungkan, namun bukan perkara mudah meyakininya hingga mewujudkannya dalam kehidupan nyata. Karena di luar sana banyak kalimat yang tak kalah sakti memupus harap hingga kita tak yakin lagi bahwa kita istimewa. "Mengapa kamu tak bisa juara kelas seperti mbak X?" "Mas A sudah diterima PTN favorit, kamu gimana?" "Si Y bisa beli rumah, mobil, tanah, dan investasi lain lho.. Nggak kaya kamu." Dibandingkan. Satu hal yang paling sering membekas dan menjadi inner child yang belum selesai bahkan setelah status berubah menjadi orangtua. Guratan kecil yang tanpa sadar dapat memudarkan pendar cahaya dari sisi unik setiap diri manusia. Tak ada yang salah dengan perbandingan. Bukankah mengukur itu memakai perbandingan besaran dan satuan? Hanya saja perlu memastikan, saat mengukur besaran panjang satuannya pun ...

Jurnal Belajar Level #1 Mantra Bahagia Keluarga: "Ngobrol Bareng"

Jurnal Belajar LevelL#1 Mengikat Rasa, Mengikat Makna Diawinasis M Sesanti Mlg, 28 November 2017 Sebelum belajar tentang komprod, sering sekali dulu membombardir pasangan dengan semua isi kepala tanpa ada filter. Tak jarang, semua itu disampaikan dari balik tembok artinya kaidah-kaidah komprod dengan orang dewasa belum diterapkan karena belum dipelajari. Maka membawa sepotong demi sepotong teori komprod ke dalam kehidupan sehari-hari memberi banyak hikmah bagi kami. Meskipun level 1 telah lama dilewati, namun tantangan selalu hadir untuk dapat menyampaikan pesan dengan lebih produktif kepada siapa saja lawan bicara kita. Belajar komunikasi produktif adalah latihan yang tak ada habisnya. * Family forum Griya Wistara * Pada level 1, tantangannya adalah "ngobrol bareng" tapi bukan sembarang bicara. Membuat kesepakatan adanya family forum dalam sebuah keluarga. Awalnya canggung memang, namun dari hal remeh temeh maupun hal penting yang dibicarakan ternyata mem...