Langsung ke konten utama

Hidup Sehat itu Akhlaq

"Menjadi dokter itu bakat, tetapi hidup sehat itu akhlaq." 

Demikian salah satu pesan Ustadz Harry Santosa, salah satu SME HEbAT yang juga penulis buku Fitrah Based Education. Artinya setiap manusia memiliki kecenderungan untuk menjadi sehat dan mengusahakannya, tak peduli apakah dia kaya atau miskin, tua atau muda, laki-laki maupun wanita. Berbeda dengan menjadi dokter yang membutuhkan potensi bakat tertentu. 

Setiap manusia yang lahir sudah membawa fitrahnya masing-masing. Berbicara tentang kesehatan, tentu tak lepas dari fitrah jasmani (fisik dan indera) yang sudah Allah tanamkan pada setiap diri manusia. Sejak dalam kandungan, kecenderungan hidup sehat ditanamkan oleh calon ibu dan ayah. Bagaimana ibu mengatur pola makan, pola istirahat, kebersihan, dan sebagainya telah "direkam" oleh setiap janin. 

Setelah lahir, Allah telah sediakan makanan sehat berupa ASI. Tentu bunda sudah tahu beetapa menakjubkan cairan yang telah Allah ciptakan ini? Bahkan disebutkan pula dalam kitab suci kewajiban orangtua dalam pemberian ASI. Bukan hanya untuk bayi, tapi memberikan ASI juga menyehatkan bagi ibu. ASI yang sehat ini sangat mudah diberikan dan murah. Coba hitung berapa pengeluaran kita saat tidak bisa memberikan ASI dan harus membeli susu formula? 

Sebelum anak-anak mengenal jajanan instan, sudah menjadi fitrah mereka makan makanan alami yang disediakan di rumah. Lalu orangtua dan orang sekitar yang mulai mengenalkan berbagai makanan dengan pengawet, pewarna, dan perasa dengan alasan tidak perlu ribet. Padahal sudah jelas kita tahu mana yang memberi efek lebih menyehatkan, makanan alami Vs makanan instan. 

Makanan Sehat


Ketika fitrah fisik dan indera telah tumbuh sempurna, kesehatan sebenarnya dapat diperoleh jika kita menerapkan "adab". Misalnya bagaimana adab makan yang baik, dengan duduk, membaca doa, memakai tangan kanan, berhenti sebelum kenyang, dst. Porsi makan pun telah diatur adabnya, sepertiga makanan, sepertiga air, dan sepertiga udara. Makan berlebihan dan juga kekurangan memang tidak dianjurkan. Terakhir tentang adab pemilihan makanan yang halal lagi thayyib, berarti makanan berkualitas tinggi yang ada di sekitar kita. 

Ini baru soal makanan yang erat kaitannya dengan kesehatan, masih banyak lagi adab yang telah Allah tuangkan dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits. Betapa mudahnya menunaikan adab ketika kembali menyemai fitrah. Membiasakan adab-adab dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi akhlaq akan membuat hidup kita lebih teratur dan tentu lebih sehat. 


Diawinasis M Sesanti
Mlg, 2 Maret 2018

#IPMalangRaya
#RumbelMenulis
#ChallengeMingguan
#HealthAndWellness

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapata...

Setiap Kita Istimewa

"Setiap kita diciptakan istimewa, unik, dan satu-satunya. Tidak ada produk gagal dari setiap ciptaan Allah SWT." Demikian kalimat yang sering didengungkan, namun bukan perkara mudah meyakininya hingga mewujudkannya dalam kehidupan nyata. Karena di luar sana banyak kalimat yang tak kalah sakti memupus harap hingga kita tak yakin lagi bahwa kita istimewa. "Mengapa kamu tak bisa juara kelas seperti mbak X?" "Mas A sudah diterima PTN favorit, kamu gimana?" "Si Y bisa beli rumah, mobil, tanah, dan investasi lain lho.. Nggak kaya kamu." Dibandingkan. Satu hal yang paling sering membekas dan menjadi inner child yang belum selesai bahkan setelah status berubah menjadi orangtua. Guratan kecil yang tanpa sadar dapat memudarkan pendar cahaya dari sisi unik setiap diri manusia. Tak ada yang salah dengan perbandingan. Bukankah mengukur itu memakai perbandingan besaran dan satuan? Hanya saja perlu memastikan, saat mengukur besaran panjang satuannya pun ...

Jurnal Belajar Level #1 Mantra Bahagia Keluarga: "Ngobrol Bareng"

Jurnal Belajar LevelL#1 Mengikat Rasa, Mengikat Makna Diawinasis M Sesanti Mlg, 28 November 2017 Sebelum belajar tentang komprod, sering sekali dulu membombardir pasangan dengan semua isi kepala tanpa ada filter. Tak jarang, semua itu disampaikan dari balik tembok artinya kaidah-kaidah komprod dengan orang dewasa belum diterapkan karena belum dipelajari. Maka membawa sepotong demi sepotong teori komprod ke dalam kehidupan sehari-hari memberi banyak hikmah bagi kami. Meskipun level 1 telah lama dilewati, namun tantangan selalu hadir untuk dapat menyampaikan pesan dengan lebih produktif kepada siapa saja lawan bicara kita. Belajar komunikasi produktif adalah latihan yang tak ada habisnya. * Family forum Griya Wistara * Pada level 1, tantangannya adalah "ngobrol bareng" tapi bukan sembarang bicara. Membuat kesepakatan adanya family forum dalam sebuah keluarga. Awalnya canggung memang, namun dari hal remeh temeh maupun hal penting yang dibicarakan ternyata mem...