Langsung ke konten utama

Baju Baru


Memasuki usia 11 bulan, baju-baju di lemari mulai tak lagi muat di tubuh si nomor dua. Celana yang meninggi, pusar yang tak lagi tertutup kaos, atau kancing baju yang mudah lepas dari lubangnya. Tak sekedar ingin, sepertinya outfit lama memang butuh di-upgrade.

Meskipun baru awal bulan Ramadan, godaan baju baru sudah mulai menyapa. Mulai dari media sosial, marketplace, hingga toko pinggir jalan saling berlomba memberikan potongan harga. Fitrah estetika mulai bicara dihadapkan pada gamis merah berenda, tunik biru berpita, juga hijab ungu untuk balita. Aduhai, pasti cantik sekali saat gadis kecil memakainya. Oiya, jangan lupa perempuan di rumah ada dua. "Dua atau tiga?", pasti pak suami akan menyahut seperti ini.

Baiklah, sepertinya tak masalah jika memang untuk kebutuhan. Setengah lusin kaus dalam masing-masing untuk adik dan kakak akhirnya terbeli. "Ini kebutuhan", tanpa rasa bersalah akhirnya laporan transaksi pun masuk ke pesan masuk.

"Kok cuma baju dalam, katanya tadi butuh baju adik?", pasti bisikan ini dari nafsu karena setan sedang dibelenggu di bulan Ramadan. Bagi ibu-ibu, godaan puasa tak hanya makanan, takjil, apalagi sirup ma*jan. Level menahan godaan dari diskon rupanya lebih berat, Esmeralda!

Tetapi tak perlu ragu dengan ketangguhan para ibu. Membuka kembali lemari baju, masih bertumpuk baju lama anak nomor satu. Setelah menyortir ukuran, lebih selusin siap diwariskan pada si nomor dua. Seketika godaan diskon pun lenyap.

"Itu baju siapa, Bun?", tanya si nomor satu.

"Baju siapa ya?"

"Itu punya kakak, tapi udah nggak muat.. Buat adek aja", tanpa beban diikhlaskan setumpuk baju lamanya. Alhamdulillah, baju baru untuk adik siap menggantikan tugas baju yang kekecilan.

Baju baru tak harus dari toko dengan menukar rupiah. Karena jalan rezeki bisa dari pemberian yang penuh keihklasan.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe4

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapatan (uang dan sebagainya untuk

Pulang ke Udik: Menggelar Kenangan, Membayar Hutang Kerinduan

Sebagai warga perantau, bagi Griya Wistara acara mudik bukan lagi hal baru. Entah pulang ke rumah orangtua di luar kota dalam propinsi maupun mertua yang lebih jauh, antar kota antar propinsi. Bukan hal mudah dalam mempersiapkan mudik, sebutlah H-3 bulan kami harus berburu tiket kereta agar tak kehabisan sesuai tanggal yang direncanakan. Pernah suatu waktu kami harus pasang alarm tengah malam, karena hari sebelumnya sudah kehabisan tiket kereta yang diharapkan. Padahal baru jam 00.15 WIB, artinya 15 menit dari pembukaan pemesanan. Belum lagi persiapan deretan kebutuhan selama sekian hari di kampung halaman. Mana barang pribadi, mana milik pasangan, dan persiapan perang ananda tak ketinggalan. Jangan tanya rancangan budget lagi, saat pengeluaran mendominasi catatan keuangan. Membawa sepaket koper alat perang, melipat jarak agar semakin dekat. Perjalanan selalu menyisakan hikmah. Bukan perkara mudah mengelola sekian jam di atas kereta bersama balita. Alhamdulillah, beberapa kali mele

Jurnal Belajar Level 7 : Semua Anak Adalah Bintang

Usia 0-6 tahun : selesai dengan diri sendiri. Salah satu tantangan yang paling identik dengan tema level 7 ini, adalah saat orangtua mulai galau dan membanding-bandingkan anaknya dengan anak orang lain. Atau yang paling dekat dengan saudara kandungnya sendiri. Seolah-olah anak harus mengikuti sebuah pertandingan yang belum tentu setara dengan dirinya. " Coba lihat, mas itu sudah bisa jalan. Kamu kok belum?" "Berani nggak maju ke depan seperti mbak ini? " Setiap anak memiliki sisi unik yang menjadikannya bintang. Allah tak pernah salah dalam membuat makhluk, maka melihat sisi cahaya dari setiap anak adalah keniscayaan bagi setiap orangtua. Berusaha dalam meninggikan gunung, bukan meninggikan lembah. Mengasah sisi yang memang tajam pada diri anak butuh kepekaan bagi orangtua. Dalam buku CPWU, dapat diambil teknik E-O-WL-W untuk menemukan kelebihan setiap anak. 1. Engage Atau membersamai anak dalam proses pengasuhan dan pendidikan dengan sepenuh hati (yang