Tengah hari sudah lewat, tetapi terik matahari masih terasa saat menimpa kulit. Terlebih saat aku berjalan kaki seperti ini. Rasanya seperti mandi keringat di setiap langkah yang kuayun. Tak jauh beda dengan perempuan sebaya di sisiku. Dia menjadi teman bicara membunuh jarak yang tak bisa dibilang dekat saat ditempuh dengan kaki.
Kurang dari tiga ratus meter tujuan kami, tiba-tiba sebuah motor berhenti. Seorang lelaki bertanya jalan menuju rumah sakit di ujung jalan besar tadi. Katanya ada saudaranya yang dirawat di sana.
"Gang depan belok kiri, ketemu pertigaan belok kanan. Ikuti jalan searah, sebelum pintu tol nanti belok kiri. Rumah sakitnya kelihatan dari jalan", aku mencoba menjelaskan.
Tampaknya si lelaki masih kebingungan. Teman perjalananku mencoba menghentikanku dengan colekan di lengan. "Sudah, ayo kita pulang saja.. Tak usah ditanggapi", matanya seolah bicara demikian. Tetapi aku masih belum menyerah. Kata 'rumah sakit' di kepalaku selalu berhubungan dengan nyawa dan hal darurat lainnya. Aku pun mengantar bapak itu hingga sampai di seberang rumah sakit.
Tapi ia tak kunjung masuk ke sana.
Bernegosiasi meminjam tas, mau ke ATM, memgambil laptop. Ah, aku lupa kalimat apa lagi yang dikatakannya waktu itu. Yang jelas aku tak berikan laporan pekerjaan yang dipenuhi coretan merah dari atasanku. Mengerjakan revisinya bisa membuat rambut teman kerjaku rontok tak terkendali. Yang benar saja! Ini lebih horor dari skripsi!
Selesai negosiasi yang tak jelas. Akhirnya aku pun berjalan kaki, menyeberang ke arah rumah sakit. Memotong jalan melewati tanah kosong berisi padang ilalang menuju kontrakan teman terdekat. Dari jauh kulihat si bapak tadi tak berbelok ke tempat yang semula ditanyakannya. Lalu tadi apa maksudnya???
Takut-takut kupercepat langkah. Di kepalaku sudah tak ada lagi prasangka baik. Jangan-jangan dia... penipu, pencuri, rampok!?!? Di otakku serasa diputar sederet kasus yang ditangani Sherlock Holmes hingga detektif Conan. Alarm waspada yang coba dinyalakan teman kontrakanku tadi baru bereaksi sekarang.
Dengan nafas Senin Kamis, akhirnya aku pun sampai di tempat aman. Beruntung akhir pekan seperti ini penghuni kontrakan sebelah tak sedang mudik atau pergi. Kuselonjorkan kaki sambil bercerita tentang bapak-bapak yang baru kutemui.
"Sepertinya kamu 'terlalu baik', jadi penipunya juga bingung mau nipu", komentar julid temanku.
"Atau bisa jadi penipunya kasihan melihat penampilan calon korban. Hari gini masih ada orang jalan kaki jauh. Jangankan make up, muka aja kucel gini. Bawa ransel keliahatannya berat, mungkin dikira laptop. Nggak taunya laporan segambreng. Mau ngerampok juga cuma bawa duit selembar di dompet."
"Yassalam.. Ngenes banget", komentar temanku, antara kasihan dan menahan tertawa.
"Pantesan tadi itu bapak kelihatan bimbang.. Yang ada ga jadi ngerampok, malah ngasih santunan", kali ini kami pun tergelak bersama.
Jika Dia berkehendak, tak ada yang mampu menolak rezeki. Begitu pula tak ada satupun yang mampu menghalangi keburukan selain Allah SWT.
#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe13
#IbuProfesionalMalang
#HariKe13
Komentar
Posting Komentar