Langsung ke konten utama

Jalan yang Lurus


Sepanjang sejarah, mudik kali ini adalah perjalanan tercepat Jawa Timur-Jakarta yang pernah kami lalui. Dengan moda transportasi darat, jarak tujuh ratusan kilometer bisa ditempuh sekitar 12 jam. Sudah ditambah berhenti makan sahur dan lainnya. Luar biasa, Armando!



Semua ini tak lepas dari capaian pembangunan jalan bebas hambatan atau jalan tol. Mungkin kalau zaman dulu yang mashur jalan besutan pak Daendels yang fenomenal itu. Tak usah disebut lah ya, korban kerja rodi agar jalan sepanjang Anyer-Panarukan bisa dibuat. Kalau sekarang kan sudah ada alat berat, nggak ada korban manusia seperti zaman Belanda dulu. Yang penting ada dananya. Kalau pun masih kredit, semoga bisa segera dilunasi.

Kembali lagi ke jalan tol. Kami mulai memasuki tol Madiun jam sepuluh malam. Sebelumnya masih tampak orang-orang duduk lesehan di warung kopi pinggir jalan. Mungkin lelah selesai tadarusan, khusnudhon saja, ini kan Ramadhan. Setelah itu, tak ada lagi keramaian manusia, motor, apalagi tukang becak.

"Ini yang beberapa waktu lalu sempat kebanjiran itu ya?", tanya ibu yang duduk di sebelah. Aku hanya mengangguk. Seharusnya begitu, kiri kanan jalan tak terlihat jelas. Maklum, malam seolah menjadi selimut yang membatasi pandangan. Dan menambah dorongan kelopak mata untuk terpejam.

Kulihat angka di layar kembali. Hampir tengah malam. Jalanan lengang. Satu dua kendaraan di jalur berlawanan terlihat dari lampu yang menyala. Sementara di jalur yang sama tak banyak kami temui, serasa jalanan milik kami sendiri. Hanya tampak lampu jalan yang mengaburkan wajah langit dengan ribuan bintang. Benar-benar tak terlihat teman purnama, padahal kuyakin taburan gemintang sudah pasti merajai langit malam ini.

Kadang aku takut dengan gemerlap dunia, segala megah yang mampu diindera. Membelokkan langkah dari tujuan yang sebenarnya.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe14

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapata...

Setiap Kita Istimewa

"Setiap kita diciptakan istimewa, unik, dan satu-satunya. Tidak ada produk gagal dari setiap ciptaan Allah SWT." Demikian kalimat yang sering didengungkan, namun bukan perkara mudah meyakininya hingga mewujudkannya dalam kehidupan nyata. Karena di luar sana banyak kalimat yang tak kalah sakti memupus harap hingga kita tak yakin lagi bahwa kita istimewa. "Mengapa kamu tak bisa juara kelas seperti mbak X?" "Mas A sudah diterima PTN favorit, kamu gimana?" "Si Y bisa beli rumah, mobil, tanah, dan investasi lain lho.. Nggak kaya kamu." Dibandingkan. Satu hal yang paling sering membekas dan menjadi inner child yang belum selesai bahkan setelah status berubah menjadi orangtua. Guratan kecil yang tanpa sadar dapat memudarkan pendar cahaya dari sisi unik setiap diri manusia. Tak ada yang salah dengan perbandingan. Bukankah mengukur itu memakai perbandingan besaran dan satuan? Hanya saja perlu memastikan, saat mengukur besaran panjang satuannya pun ...

Jurnal Belajar Level #1 Mantra Bahagia Keluarga: "Ngobrol Bareng"

Jurnal Belajar LevelL#1 Mengikat Rasa, Mengikat Makna Diawinasis M Sesanti Mlg, 28 November 2017 Sebelum belajar tentang komprod, sering sekali dulu membombardir pasangan dengan semua isi kepala tanpa ada filter. Tak jarang, semua itu disampaikan dari balik tembok artinya kaidah-kaidah komprod dengan orang dewasa belum diterapkan karena belum dipelajari. Maka membawa sepotong demi sepotong teori komprod ke dalam kehidupan sehari-hari memberi banyak hikmah bagi kami. Meskipun level 1 telah lama dilewati, namun tantangan selalu hadir untuk dapat menyampaikan pesan dengan lebih produktif kepada siapa saja lawan bicara kita. Belajar komunikasi produktif adalah latihan yang tak ada habisnya. * Family forum Griya Wistara * Pada level 1, tantangannya adalah "ngobrol bareng" tapi bukan sembarang bicara. Membuat kesepakatan adanya family forum dalam sebuah keluarga. Awalnya canggung memang, namun dari hal remeh temeh maupun hal penting yang dibicarakan ternyata mem...