Langsung ke konten utama

Tarawih


Ramadan tiba, biasanya para pemburu pahala sudah mulai kejar target. Siapa yang tidak mau melewatkan pahala dari amalan dhohir dan batin yang kualitas dan kuantitas "outstanding" dibandingkan hari biasanya. Mulailah disusun planner dari menu sahur-buka puasa sebulan, hingga cecklist untuk amalan harian. Tetapi semua rencana tak selalu berjalan mudah, ada PR bagi ibu yang masih memiliki bayi dan atau balita.

Bulan hijriyah dimulai dari matahari terbenam, artinya sholat tarawih lah yang bisa mulai dikerjakan setelah sholat maghrib-isya. Harapan ibu, anak-anak anteng kemudian ibu bisa ikut jamaah dari awal hingga selesai. Tapi bukankah surga memang tak semudah itu diraih? Selalu ada tantangan bagi ibu termasuk dalam hal beramal di bulan mulia.

Bayi sepuluh bulan itu pun girang luar biasa ketika mushola masih kosong. Dengan gelak tawa ia merangkak berkeliling karpet hijau yang digelar rapi. Kemudian satu per satu jamaah mengisi tiap barisan. Si bayi yang baru mudik, mulai mencari kenyamanan dengan merajuk pada ibu karena banyak wajah baru yang ditemuinya kali ini.

Beruntung, bayi kembali tenang saat diajak pindah posisi di pojok belakang. Dan ibu masih bisa sholat Isya hingga usai. Tetapi ada harga yang perlu dibayar, tumpukan tisu yang betebaran di sampingnya. Rupanya ada bayi sehat yang sedang asik bermain "sulap" hingga semua lembaran tisu tertarik keluar dari tempatnya. Saat ibu membereskan barang bukti, si bayi mulai protes sambil berteriak.

Daripada jamaah terganggu, ibu pun menggendong bayinya ke tempat lain. Suara cecak begitu menarik, hingga mulut kecil si bayi ikut berdecak seperti suara hewan kaki empat tersebut. Aha.. Suara-suara, telunjuk yang mengarah ke cecak, mudah sekali si bayi moodnya kembali baik. Ibu pun mencoba peruntungan sekali lagi menggenapkan pundi pahala.

Sayang, baru di rakaat ketiga dari serangkaian ibadah tarawih, si bayi berdiri sambil berpegangan kaki ibu. Menggendongnya sambil melanjutkan gerakan sholat tak lagi efektif menghentikan tangisan. Alhasil, ibu pun mengalah menunda sholat hingga si bayi terlelap. Minimal yang wajib sudah tertunaikan.

Tak usah galau, Bu! Bukankah membersamai bayi dan anak-anak pun bernilai ibadah bagi ibu?

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe2

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapata...

Setiap Kita Istimewa

"Setiap kita diciptakan istimewa, unik, dan satu-satunya. Tidak ada produk gagal dari setiap ciptaan Allah SWT." Demikian kalimat yang sering didengungkan, namun bukan perkara mudah meyakininya hingga mewujudkannya dalam kehidupan nyata. Karena di luar sana banyak kalimat yang tak kalah sakti memupus harap hingga kita tak yakin lagi bahwa kita istimewa. "Mengapa kamu tak bisa juara kelas seperti mbak X?" "Mas A sudah diterima PTN favorit, kamu gimana?" "Si Y bisa beli rumah, mobil, tanah, dan investasi lain lho.. Nggak kaya kamu." Dibandingkan. Satu hal yang paling sering membekas dan menjadi inner child yang belum selesai bahkan setelah status berubah menjadi orangtua. Guratan kecil yang tanpa sadar dapat memudarkan pendar cahaya dari sisi unik setiap diri manusia. Tak ada yang salah dengan perbandingan. Bukankah mengukur itu memakai perbandingan besaran dan satuan? Hanya saja perlu memastikan, saat mengukur besaran panjang satuannya pun ...

Jurnal Belajar Level #1 Mantra Bahagia Keluarga: "Ngobrol Bareng"

Jurnal Belajar LevelL#1 Mengikat Rasa, Mengikat Makna Diawinasis M Sesanti Mlg, 28 November 2017 Sebelum belajar tentang komprod, sering sekali dulu membombardir pasangan dengan semua isi kepala tanpa ada filter. Tak jarang, semua itu disampaikan dari balik tembok artinya kaidah-kaidah komprod dengan orang dewasa belum diterapkan karena belum dipelajari. Maka membawa sepotong demi sepotong teori komprod ke dalam kehidupan sehari-hari memberi banyak hikmah bagi kami. Meskipun level 1 telah lama dilewati, namun tantangan selalu hadir untuk dapat menyampaikan pesan dengan lebih produktif kepada siapa saja lawan bicara kita. Belajar komunikasi produktif adalah latihan yang tak ada habisnya. * Family forum Griya Wistara * Pada level 1, tantangannya adalah "ngobrol bareng" tapi bukan sembarang bicara. Membuat kesepakatan adanya family forum dalam sebuah keluarga. Awalnya canggung memang, namun dari hal remeh temeh maupun hal penting yang dibicarakan ternyata mem...