Langsung ke konten utama

Jam Lima


Seperti hari-hari sebelumnya, rutinitas Ramadhan kali ini kujalani. Memasuki bilangan belasan, semakin banyak daftar menu jajanan yang siap mengisi meja di ruang tamu. Berbanding terbalik dengan jumlah jamaah tarawih yang berguguran satu per satu. Jangan suudzon dulu. Ada yang sedang terima tamu bulanan, pergi ke luar kota, atau sedang menghadiri undangan buka bersama. Intinya mushala tak sepenuh hari pertama. Itu saja.



Entah ramadhan kali ini, tak banyak target yang ingin kucapai. Niat hati ingin khatam membaca Qur'an berkali-kali, tetapi melihat senyum sumringah bayi tiap melihat mushaf coklat di tangan seolah membuatku meleleh. Dari jauh ia akan merangkak dengan kecepatan penuh. Meraih tangan dan bahuku, kemudian dilanjutkan menguasai kitab yang kupegang. Mulutnya kecilnya ikut bergumam bahasa planet yang belum berhasil kukuasai. Daripada belajar bahasa bayi, membuat bayi belajar bahasa orang dewasa itu lebih logis. Melihat bayi bahagia dengan mushaf akhirnya membuatku merapal doa, semoga ia kelak menjadi ahli Qur'an.

Begitu pula dengan amal harian. Terlalu idealis mengejar bilangan rasanya tak logis bagiku. Sholat wajib tepat waktu, syukur alhamdulillah masih bisa menunaikan yang sunnah. Sepanjang Ramadhan ini saja baru sekali bisa ikut berjamaah tarawih lengkap hingga Witir. Ini prestasi luar biasa. Kemana si bayi? Diam-diam sibuk main kabel di samping imam sholat yang tak lain Mbah Kakung-nya.

Ramadhan dengan bayi yang sedang aktif-aktifnya memang membuat bahagia. Setiap hal sederhana begitu berharga. Namun sama saja seperti para pelaku puasa pada umumnya, waktu berbuka rasanya sangat istimewa. Selepas Ashar menyiapkan hidangan ini itu, tak terasa waktu maghrib kurang dari satu jam lagi. Saatnya bersiap membersihkan diri, sebelum adzan yang dinanti.

Pernah janjian ketemuan tetapi gagal di tengah jalan? Mungkin begitu kiranya kedatangan tamu saat menunggu buka puasa. Antara sebal, marah, gemas, akhirnya yang terucap "alhamdulillah". Bagaimana tidak? Bukankah kesempatan buka puasa datang lebih awal. Meskipun artinya wajib mengganti di hari lain. 

Dan pada akhirnya aku pun menjadi pelaku yang mengurangi jumlah jamaah tarawih malam nanti.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe15

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapatan (uang dan sebagainya untuk

Pulang ke Udik: Menggelar Kenangan, Membayar Hutang Kerinduan

Sebagai warga perantau, bagi Griya Wistara acara mudik bukan lagi hal baru. Entah pulang ke rumah orangtua di luar kota dalam propinsi maupun mertua yang lebih jauh, antar kota antar propinsi. Bukan hal mudah dalam mempersiapkan mudik, sebutlah H-3 bulan kami harus berburu tiket kereta agar tak kehabisan sesuai tanggal yang direncanakan. Pernah suatu waktu kami harus pasang alarm tengah malam, karena hari sebelumnya sudah kehabisan tiket kereta yang diharapkan. Padahal baru jam 00.15 WIB, artinya 15 menit dari pembukaan pemesanan. Belum lagi persiapan deretan kebutuhan selama sekian hari di kampung halaman. Mana barang pribadi, mana milik pasangan, dan persiapan perang ananda tak ketinggalan. Jangan tanya rancangan budget lagi, saat pengeluaran mendominasi catatan keuangan. Membawa sepaket koper alat perang, melipat jarak agar semakin dekat. Perjalanan selalu menyisakan hikmah. Bukan perkara mudah mengelola sekian jam di atas kereta bersama balita. Alhamdulillah, beberapa kali mele

Jurnal Belajar Level 7 : Semua Anak Adalah Bintang

Usia 0-6 tahun : selesai dengan diri sendiri. Salah satu tantangan yang paling identik dengan tema level 7 ini, adalah saat orangtua mulai galau dan membanding-bandingkan anaknya dengan anak orang lain. Atau yang paling dekat dengan saudara kandungnya sendiri. Seolah-olah anak harus mengikuti sebuah pertandingan yang belum tentu setara dengan dirinya. " Coba lihat, mas itu sudah bisa jalan. Kamu kok belum?" "Berani nggak maju ke depan seperti mbak ini? " Setiap anak memiliki sisi unik yang menjadikannya bintang. Allah tak pernah salah dalam membuat makhluk, maka melihat sisi cahaya dari setiap anak adalah keniscayaan bagi setiap orangtua. Berusaha dalam meninggikan gunung, bukan meninggikan lembah. Mengasah sisi yang memang tajam pada diri anak butuh kepekaan bagi orangtua. Dalam buku CPWU, dapat diambil teknik E-O-WL-W untuk menemukan kelebihan setiap anak. 1. Engage Atau membersamai anak dalam proses pengasuhan dan pendidikan dengan sepenuh hati (yang