Langsung ke konten utama

Multitasking

Sepiring nasi putih ditemani ikan asin, tak ketinggalan "blendrang" kecipir dan gude ikut ambil tempat. Para netizen pasti langsung komentar "Kok menunya nggak sehat?". Dan si pemilik piring pun akan menjawab dengan sebuah senyum (sok) bijak. "Tak ada yang lebih lezat daripada masakan di kampung halaman". Tetapi kali ini bukan menu yang menjadi fokus pembicaraan. Ada hal penting lain yang perlu diperhatikan saat makan.

Sedang asik membaca cerita di gawai, membuat si empunya piring enggan benar-benar melepas pandangan dari layar. 
Sambil mengunyah, ditelan pula baris-baris kalimat yang berada di sisi kirinya. Hati kecilnya sempat ramai berunjuk rasa, "Hei hei.. itu beresiko tinggi! Ini bukan multitasking, ini prokrastinasi namanya!!!". 

Mengabaikan suara kebenaran ternyata berakibat fatal. Sebuah duri tersangkut di tenggorokan tepat saat konflik terjadi di novel "cinderella" yang dibacanya. Naas, konflik di dunia nyata ternyata cukup menguras emosi. Diraihnya gelas baru di rak, namun lupa galon di dispenser sudah kosong sejak kemarin. Berusaha memuntahkan nasi yang sudah masuk kerongkongan. Berhasil! Tetapi si tulang ikan belum beranjak dari tempatnya. Coba lagi-lagi-lagi, seperti deretan kata di kertas undian berhadiah.

Akhirnya kelegaan sempurna terbit di wajahnya saat kerongkongannya tak lagi terjejali benda tajam tadi. Ditambah masih ada segelas air yang menjadi rezekinya. Sempurna lah taubat si pelaku multitasking karena tulang ikan yang tersangkut. Sayup-sayup lagu tentang adab makan pun seolah menjadi musik latar.

Makan jangan asal makan
Perut buncit langsung kenyang
Makan pakai aturan yang Nabi ajarkan

Makan jangan asal makan
Perut buncit langsung kenyang
Raihlah keberkahan dalam setiap makan

Lets go.. Lets go.. Lets go.. Lets go..

Cuci bersih tanganmu
Ucapkanlah bismillah
Gunakan tangan kananmu
Biasakan tak berdiri

Jangan tiup yang panas
Lebih baik dikipas
Minum dalam tiga tegukan..
Satu dua tiga

Jangan abaikan suara kebenaran, multitasking itu beresiko tinggi.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe16

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapatan (uang dan sebagainya untuk

Pulang ke Udik: Menggelar Kenangan, Membayar Hutang Kerinduan

Sebagai warga perantau, bagi Griya Wistara acara mudik bukan lagi hal baru. Entah pulang ke rumah orangtua di luar kota dalam propinsi maupun mertua yang lebih jauh, antar kota antar propinsi. Bukan hal mudah dalam mempersiapkan mudik, sebutlah H-3 bulan kami harus berburu tiket kereta agar tak kehabisan sesuai tanggal yang direncanakan. Pernah suatu waktu kami harus pasang alarm tengah malam, karena hari sebelumnya sudah kehabisan tiket kereta yang diharapkan. Padahal baru jam 00.15 WIB, artinya 15 menit dari pembukaan pemesanan. Belum lagi persiapan deretan kebutuhan selama sekian hari di kampung halaman. Mana barang pribadi, mana milik pasangan, dan persiapan perang ananda tak ketinggalan. Jangan tanya rancangan budget lagi, saat pengeluaran mendominasi catatan keuangan. Membawa sepaket koper alat perang, melipat jarak agar semakin dekat. Perjalanan selalu menyisakan hikmah. Bukan perkara mudah mengelola sekian jam di atas kereta bersama balita. Alhamdulillah, beberapa kali mele

Jurnal Belajar Level 7 : Semua Anak Adalah Bintang

Usia 0-6 tahun : selesai dengan diri sendiri. Salah satu tantangan yang paling identik dengan tema level 7 ini, adalah saat orangtua mulai galau dan membanding-bandingkan anaknya dengan anak orang lain. Atau yang paling dekat dengan saudara kandungnya sendiri. Seolah-olah anak harus mengikuti sebuah pertandingan yang belum tentu setara dengan dirinya. " Coba lihat, mas itu sudah bisa jalan. Kamu kok belum?" "Berani nggak maju ke depan seperti mbak ini? " Setiap anak memiliki sisi unik yang menjadikannya bintang. Allah tak pernah salah dalam membuat makhluk, maka melihat sisi cahaya dari setiap anak adalah keniscayaan bagi setiap orangtua. Berusaha dalam meninggikan gunung, bukan meninggikan lembah. Mengasah sisi yang memang tajam pada diri anak butuh kepekaan bagi orangtua. Dalam buku CPWU, dapat diambil teknik E-O-WL-W untuk menemukan kelebihan setiap anak. 1. Engage Atau membersamai anak dalam proses pengasuhan dan pendidikan dengan sepenuh hati (yang