Langsung ke konten utama

Sisa Konsumsi


Hari-hari menjelang pesta demokrasi bulan lalu, hampir setiap sudut jalan dan tempat umum dipenuhi gambar-gambar partai serta caleg yang sedang melakukan uji peruntungan lima tahunan. Entah berapa rupiah yang dikeluarkan untuk banner ini saja. Yang pasti ada rezeki percetakan dan tukang desain di baliknya.

Sehari sebelum pemilihan, alat peraga kampanye di jalanan itu lenyap. Konon sudah ada aturan pencopotan. Luar biasa ya, mereka yang bertanggungjawab memasang sekaligus menurunkan baliho-baliho sebesar rumah. Tentu saja tugas ini disempurnakan petugas dari bawaslu yang membersihkannya hingga tak bersisa.

Lalu kemana perginya banner-banner itu? Konon ada sebagian yang berpulang ke tukang loak, berganti wujud menjadi recehan rupiah. Ada juga yang beralih fungsi menambal dinding warung yang mengelupas. Tak mau rugi, ada juga yang memakainya menjadi alas piknik keluarga saat ke pantai atau taman di musim liburan.

Ide liar di kepala pun tak mau kalah. Pasti lebih puas jika coret-coret di atas media sebesar itu. Sayang ide ini baru hadir saat jalanan tak lagi berhias gambar paslon maupun caleg. Tetapi rezeki memang tak akan kemana. Tawaran membuat backdrop untuk reuni keluarga datang. Banner bekas yang masih bersih di baliknya siap disulap menjadi sesuatu yang istimewa. Pengalaman pertama bermesraan dengan media besar tak menyurutkan semangat untuk menuangkan kreativitas.

Bermodalkan 3 spidol permanen beda warna dan ukuran, konsep desain di telepon pintar siap dipindahkan ke atas banner bekas. Tak ada penggaris besar, jadilah tampah dan lipatan yang sebelumnya dibuat menjadi perkiraan ukuran. Kurang dari enam jam, backdrop lama siap dipakai ulang.

Bagaimana rasanya belanja pengalaman kali ini? Pernah pergi wisata seharian atau belanja keliling pusat perbelanjaan sambil membawa tentengan? Lelah bukan? Tetapi ada rasa puas dan bahagia mencoba hal baru. Ditambah dengan memanfaatkan sisa konsumsi untuk dipakai ulang.

Rasanya kurang bijak menyebutnya "sampah". Mungkin lebih tepat sumber daya yang menanti dimanfaatkan?

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe3

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapata...

Setiap Kita Istimewa

"Setiap kita diciptakan istimewa, unik, dan satu-satunya. Tidak ada produk gagal dari setiap ciptaan Allah SWT." Demikian kalimat yang sering didengungkan, namun bukan perkara mudah meyakininya hingga mewujudkannya dalam kehidupan nyata. Karena di luar sana banyak kalimat yang tak kalah sakti memupus harap hingga kita tak yakin lagi bahwa kita istimewa. "Mengapa kamu tak bisa juara kelas seperti mbak X?" "Mas A sudah diterima PTN favorit, kamu gimana?" "Si Y bisa beli rumah, mobil, tanah, dan investasi lain lho.. Nggak kaya kamu." Dibandingkan. Satu hal yang paling sering membekas dan menjadi inner child yang belum selesai bahkan setelah status berubah menjadi orangtua. Guratan kecil yang tanpa sadar dapat memudarkan pendar cahaya dari sisi unik setiap diri manusia. Tak ada yang salah dengan perbandingan. Bukankah mengukur itu memakai perbandingan besaran dan satuan? Hanya saja perlu memastikan, saat mengukur besaran panjang satuannya pun ...

Jurnal Belajar Level #1 Mantra Bahagia Keluarga: "Ngobrol Bareng"

Jurnal Belajar LevelL#1 Mengikat Rasa, Mengikat Makna Diawinasis M Sesanti Mlg, 28 November 2017 Sebelum belajar tentang komprod, sering sekali dulu membombardir pasangan dengan semua isi kepala tanpa ada filter. Tak jarang, semua itu disampaikan dari balik tembok artinya kaidah-kaidah komprod dengan orang dewasa belum diterapkan karena belum dipelajari. Maka membawa sepotong demi sepotong teori komprod ke dalam kehidupan sehari-hari memberi banyak hikmah bagi kami. Meskipun level 1 telah lama dilewati, namun tantangan selalu hadir untuk dapat menyampaikan pesan dengan lebih produktif kepada siapa saja lawan bicara kita. Belajar komunikasi produktif adalah latihan yang tak ada habisnya. * Family forum Griya Wistara * Pada level 1, tantangannya adalah "ngobrol bareng" tapi bukan sembarang bicara. Membuat kesepakatan adanya family forum dalam sebuah keluarga. Awalnya canggung memang, namun dari hal remeh temeh maupun hal penting yang dibicarakan ternyata mem...