Langsung ke konten utama

Metamorfosis Cinta

Kupikir cinta itu sebatas rasa kagum. Iya, seperti caraku melihat anak tetangga sekolah yang selalu juara lomba. Tampaknya, saat itu aku butuh remidi tentang pemahaman soal cinta.

Kemudian tanyaku berulang, apa itu cinta? Cinta itu kebiasaan. Pepatah Jawa bilang, "witing tresna jalaran saka kulina". Mungkin ini cintaku, pada dia yang tiap hari bertemu. Tapi mengapa hanya dia, padahal ada banyak nama lain yang setiap hari berjumpa. Dan cintaku pun pergi saat dia tak lagi muncul di setiap hari.

Mungkin karena terlalu banyak membaca kisah anak SMA, kemudian cinta mencari alasan. Cinta itu milik anak band, yang jago karate, yang bintang kelas, yang bacaan Qur'an-nya bagus, yang setia mengirim puisi kerinduan, dan sederet alasan yang katanya "cinta". Lalu apakah aku sama sekali tak berhak atas cinta?

Dan aku pun tertawa. Karena semua yang kusebut tadi hanya cinta yang berakhir pada buku diary. Semua itu cinta di kepalaku sendiri, sebatas teori tanpa pernah membuat cinta menjadi kata kerja dengan objek di belakangnya.

Sayangnya tak bisa begitu saja kumaki media yang meracuni pemahamanku soal cinta. Entah mengapa cinta versi monyet masih saja laku di pasaran, padahal masih banyak nama lain yang tak kalah keren. Sebut saja satu per satu judul buku Raditya Dika, ada banyak referensi nama hewan di sana.

Masih di kepalaku sendiri, kuterjemahkan kata cinta sebagai rasa. Rasa saat jauh di sana, dia meminangku. Rasa saat air mataku berderai, melihatnya mengucap ikrar pada waliku. Rasa saat melewati hari-hari bersama. Dan saat itu kupikir cintaku sudah sempurna, aku mencintai dan dicintai.

Kemudian cinta menyapa dalam wujud yang berbeda. Jangankan cinta, lebih sering aku tersenyum sendiri, bicara sendiri, tanpa "balasan berarti". Tapi aku tak menyerah, hanya soal waktu cinta itu tumbuh bahkan lebih indah dari benih yang kusemai. Cinta menyapa dengan wujud yang berbeda.

Dari kedua cintaku, aku belajar tentang beragam wujud cinta. Tentang bahagia yang tak hanya didapat dari meminta, namun lebih banyak bahagia dari apa yang kita berikan. Dan bagaimana Sang Maha Pengasih dan Penyayang, memberikan cinta yang tak terbatas pada makhlukNya. Apa dan bagaimana kami harus mencintai sesuai kehendak Sang Pemilik Cinta.

Masih terus kujalani setapak demi setapak, entah esok kan kutemui cinta dengan wujud apalagi. Karena bagiku kini cinta tak melulu berwarna merah jambu. Hitam putih pun warna lainnya bisa menjelma menjadi cinta.

"Semakin dewasa usia seseorang, (seharusnya) semakin matang pemahaman seseorang tentang cinta. Tapi sepertinya saya pun masih mencari hakikat cinta dan belajar mencintai yang sebenarnya."

Diawinasis M Sesanti
Mlg, 09 Februari 2018
#Cinta
#RumbelMenulis
#IIPMalangRaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapata...

Setiap Kita Istimewa

"Setiap kita diciptakan istimewa, unik, dan satu-satunya. Tidak ada produk gagal dari setiap ciptaan Allah SWT." Demikian kalimat yang sering didengungkan, namun bukan perkara mudah meyakininya hingga mewujudkannya dalam kehidupan nyata. Karena di luar sana banyak kalimat yang tak kalah sakti memupus harap hingga kita tak yakin lagi bahwa kita istimewa. "Mengapa kamu tak bisa juara kelas seperti mbak X?" "Mas A sudah diterima PTN favorit, kamu gimana?" "Si Y bisa beli rumah, mobil, tanah, dan investasi lain lho.. Nggak kaya kamu." Dibandingkan. Satu hal yang paling sering membekas dan menjadi inner child yang belum selesai bahkan setelah status berubah menjadi orangtua. Guratan kecil yang tanpa sadar dapat memudarkan pendar cahaya dari sisi unik setiap diri manusia. Tak ada yang salah dengan perbandingan. Bukankah mengukur itu memakai perbandingan besaran dan satuan? Hanya saja perlu memastikan, saat mengukur besaran panjang satuannya pun ...

Jurnal Belajar Level #1 Mantra Bahagia Keluarga: "Ngobrol Bareng"

Jurnal Belajar LevelL#1 Mengikat Rasa, Mengikat Makna Diawinasis M Sesanti Mlg, 28 November 2017 Sebelum belajar tentang komprod, sering sekali dulu membombardir pasangan dengan semua isi kepala tanpa ada filter. Tak jarang, semua itu disampaikan dari balik tembok artinya kaidah-kaidah komprod dengan orang dewasa belum diterapkan karena belum dipelajari. Maka membawa sepotong demi sepotong teori komprod ke dalam kehidupan sehari-hari memberi banyak hikmah bagi kami. Meskipun level 1 telah lama dilewati, namun tantangan selalu hadir untuk dapat menyampaikan pesan dengan lebih produktif kepada siapa saja lawan bicara kita. Belajar komunikasi produktif adalah latihan yang tak ada habisnya. * Family forum Griya Wistara * Pada level 1, tantangannya adalah "ngobrol bareng" tapi bukan sembarang bicara. Membuat kesepakatan adanya family forum dalam sebuah keluarga. Awalnya canggung memang, namun dari hal remeh temeh maupun hal penting yang dibicarakan ternyata mem...