Langsung ke konten utama

Kursi Kecil Bermotif Bunga

Kursi kecil bermotif bunga itu masih ada sampai sekarang.

Saat itu aku baru masuk taman kanak-kanak. Di sekolah ada kursi-kursi kecil lucu yang tak kutemui di rumah. "Aku mau yang seperti itu". Aku diajarkan untuk tak banyak meminta, tapi entah kenapa godaan kursi kecil itu mampu membuatku meminta.

Selang berapa waktu, hadirlah tempat duduk berwarna biru dengan motif bunga putih list merah. Orang tuaku tidak membelikannya. Mbah kakung yang membuatkannya untukku.

Banyak perabot di rumah, bukan beli tapi dibuatkan mbah kakung. Digotong dengan punggungnya, padahal rumah beliau beberapa kilo jauhnya +ditambah naik turun bukit).

Aku selalu kagum dengan ukiran di bufet, dengan cara beliau membuat sesuatu. Masih kuingat jelas, jempol tangan beliau "berbeda" jejak benda keras alat pertukangannya.

Saat bertemu bapak kedua, rasanya aku bertemu mbah kung yang lain. Iya, aku melihat "banyak" sisi mbah kung pada bapak mertuaku. Seseorang yang suka membuat "sesuatu" terlebih kerajinan tangan.

Saat aku sendiri, kadang terpikir.. apakah ada "warisan" dari mbah kung yang begitu kreatif, atau dari mbah yang istiqomah berdagang, mbah yang telaten dengan pertanian, bapak yang concern pendidikan??? Dan mantap kujawab, YA. Paling tidak, tanpa tour de talents..aku cukup melihat mereka. Bonus pakpuh budhe yang jadi mantri, tentara, guru, petani, lurah, punya salon, dst. Dan akhirnya aku tetap melihat ibuku, menjadi Ibu Rumah Tangga. #kangenibuk

Coba talents mapping, dan ternyata ada "warisan" mereka yang tersisa pada diriku. Sisi educator dari bapak dan ibu, creator dari "kekaguman" atas handcraft, seller pernah masuk tapi kini sedang saya kurangi. Caretaker sepertinya dari pengalaman keluarga membersamai budhe yang "spesial", ditambah setahun membersamai anak-anak istimewa. Server semakin terasah saat punya keluarga. Mediator, bawaan sisi plegmatis: ga suka konflik, dan entah mengapa sering ketemu kasus saya yang harus jadi penengah dua kubu. Dan journalist: mencoba kembali hobby yang lama ditinggalkan, nge-blog.

Sudah lama mbah kung berpulang, tapi kenangannya masih tersisa.  Allahummaghfirlahu warhamhu wa 'afihi wa'fuanhu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapata...

Setiap Kita Istimewa

"Setiap kita diciptakan istimewa, unik, dan satu-satunya. Tidak ada produk gagal dari setiap ciptaan Allah SWT." Demikian kalimat yang sering didengungkan, namun bukan perkara mudah meyakininya hingga mewujudkannya dalam kehidupan nyata. Karena di luar sana banyak kalimat yang tak kalah sakti memupus harap hingga kita tak yakin lagi bahwa kita istimewa. "Mengapa kamu tak bisa juara kelas seperti mbak X?" "Mas A sudah diterima PTN favorit, kamu gimana?" "Si Y bisa beli rumah, mobil, tanah, dan investasi lain lho.. Nggak kaya kamu." Dibandingkan. Satu hal yang paling sering membekas dan menjadi inner child yang belum selesai bahkan setelah status berubah menjadi orangtua. Guratan kecil yang tanpa sadar dapat memudarkan pendar cahaya dari sisi unik setiap diri manusia. Tak ada yang salah dengan perbandingan. Bukankah mengukur itu memakai perbandingan besaran dan satuan? Hanya saja perlu memastikan, saat mengukur besaran panjang satuannya pun ...

Jurnal Belajar Level #1 Mantra Bahagia Keluarga: "Ngobrol Bareng"

Jurnal Belajar LevelL#1 Mengikat Rasa, Mengikat Makna Diawinasis M Sesanti Mlg, 28 November 2017 Sebelum belajar tentang komprod, sering sekali dulu membombardir pasangan dengan semua isi kepala tanpa ada filter. Tak jarang, semua itu disampaikan dari balik tembok artinya kaidah-kaidah komprod dengan orang dewasa belum diterapkan karena belum dipelajari. Maka membawa sepotong demi sepotong teori komprod ke dalam kehidupan sehari-hari memberi banyak hikmah bagi kami. Meskipun level 1 telah lama dilewati, namun tantangan selalu hadir untuk dapat menyampaikan pesan dengan lebih produktif kepada siapa saja lawan bicara kita. Belajar komunikasi produktif adalah latihan yang tak ada habisnya. * Family forum Griya Wistara * Pada level 1, tantangannya adalah "ngobrol bareng" tapi bukan sembarang bicara. Membuat kesepakatan adanya family forum dalam sebuah keluarga. Awalnya canggung memang, namun dari hal remeh temeh maupun hal penting yang dibicarakan ternyata mem...