Langsung ke konten utama

Oncek Tela; Tradisi Mengupas Singkong Bersama

 Sekitar tahun 2000-an, ada kegiatan membuka lahan baru di bukit seberang. Deru mesin pemotong kayu bersahutan. Pohon-pohon besar dicabut hingga ke akarnya. Entah kemana perginya hewan-hewan penghuni hutan. Berpindah tempat tinggal atau justru tersaji ke meja makan. 


Aroma dedaunan serta kayu basah menyebar. Tak hanya lewat buku pelajaran IPA, aku bisa melihat langsung lingkaran tahun belasan hingga puluhan lapis. Pohon-pohon itu akhirnya menyerah dengan tangan manusia. Tunggu dulu... Mengapa orang-orang justru bersuka cita? Bukankah menggunduli hutan bisa berisiko untuk tanah di perbukitan seperti ini?


Waktu berselang, pertama kalinya aku menapak ke bukit seberang. Setelah menyeberang dua tiga sungai, dilanjutkan jalan menanjak hingga ke atas. Terhampar tanah cokelat yang siap menumbuhkan tanaman baru. Aku melihat terasering di bukit seberang, rumahku tersembunyi di balik rimbun pohon kelapa. Di kiri kanan terhimpun potongan pohon singkong yang siap ditancapkan. Jenis singkong yang ditanam warga umumnya bukan yang bisa langsung dikonsumsi dengan dikukus. Entah kebutuhan pasar, atau memang lebih mudah dibudidayakan. Yang jelas, orang-orang menaruh harapan pada pucuk-pucuk daun yang mulai bermunculan. 


Bulan berlalu, musim panen singkong tiba. Tengkulak membawa mobil pick up berlalu lalang.  Petani bisa memilih menjual singkong segar atau menjualnya dalam bentuk singkong kering. Gaplek kami menyebutnya, singkong yang dikupas lalu dijemur di bawah sinar matahari beberapa hari hingga hilang kadar airnya. Tentu nilai jualnya berbeda dengan harga singkong basah. Selain dijual, gaplek juga menjadi cara masyarakat menyimpan cadangan makanan bagi masyarakat. Bagi kalian yang tinggal di selatan Jawa, kawasan Jogja, hingga Blitar dan sekitarnya pasti tidak asing dengan thiwul. Nasi dari olahan tepung singkong -- gaplek yang dihaluskan dengan alu atau mesin penggiling. 


Lapisan kulit singkong bagian dalam. 

Proses membuat gaplek diawali dengan oncek tela atau mengupas singkong. Kegiatan ini dapat dilakukan berkelompok, sambil mengobrol harga pasar, hingga kabar terbaru tentang tetangga. Karena waktu panen tidak dalam waktu yang sama, para warga dapat bergantian. Hal ini seperti sebuah budaya ketika musim panen tiba. Saat matahari mulai terik, halaman warga akan dipenuhi dengan singkong-singkong yang berbaris. Jika cuaca bagus, warnanya putih tulang. Sebaliknya singkong akan menghitam jika musim hujan atau proses penjemuran tidak maksimal. Biasanya singkong ini diolah menjadi gathot dikukus lalu ditaburi parutan kelapa. 


Singkong yang telah dikupas


Tak hanya bagian daging singkong yang digunakan, bagian kulit singkong juga dimanfaatkan oleh warga. Misalnya untuk pakan ternak mereka. Kulit singkong dicuci bersih hingga terbuang lapisan luar yang berwarna cokelat. Setelah tersisa bagian yang putih, dibilas beberapa kali kemudian direndam. Sama seperti daunnya, kandungan sianida pada umbi singkong juga berbahaya untuk ternak. Karena itulah semua bagian dari tanaman singkong tak bisa langsung dikonsumsi oleh hewan maupun manusia. 


Setelah beberapa kali panen, akhirnya lahan yang sebelumnya dibuka warga tak lagi bisa ditanami. Dinas terkait secara bertahap menghimbau warga menanam pohon pinus sebagai penyangga tanah di area perbukitan. Tempat yang sama, tempat kami dulu berlarian bermain layang-layang sudah kembali rimbun dengan pepohonan. Biawak hingga tenggarangan sering singgah menyapa ayam di kandang belakang. Jejak hewan penunggu sudah mulai bermunculan di kebun dekat hutan. Kata warga, konon namanya babi hutan. Percaya saja, karena aku pun tak berniat bertatap muka dengan mereka. 


Oh ya, sekian cerita nostalgia dari dapur emak beranak dua. Generasi sepantaran Genk Jumbo yang tak kalah dengan kampung Seruni. 


Malang, 14 Mei 2025

@diawinasis

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL BELAJAR LEVEL 8 : CERDAS FINANSIAL

Dibutuhkan alasan yang kuat, mengapa kita perlu menerapkan cerdas finansial. Butuh pemahaman yang benar terlebih dahulu agar tak gagap dalam mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga kita sebagai orangtua lebih mudah membersamai ananda di rumah menjadi pribadi yang seimbang, cerdas tak hanya IQ, SQ, EQ, tetapi juga cerdas secara finansial. Bukankah anak-anak adalah peniru ulung orangtuanya? Bicara tentang finansial, erat kaitannya dengan konsep rezeki. Motivasi terbesar kita belajar tentang rezeki kembali pada fitrah keimanan kita. Allah sebagai Rabb telah menjamin rezeki (Roziqon) bagi setiap makhluk yang bernyawa di muka bumi. Saat kita mulai ragu dengan jaminan Allah atas rejeki, maka keimanan kita pun perlu dipertanyakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki bermakna : re·ze·ki  n  1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2  ki  penghidupan; pendapata...

Setiap Kita Istimewa

"Setiap kita diciptakan istimewa, unik, dan satu-satunya. Tidak ada produk gagal dari setiap ciptaan Allah SWT." Demikian kalimat yang sering didengungkan, namun bukan perkara mudah meyakininya hingga mewujudkannya dalam kehidupan nyata. Karena di luar sana banyak kalimat yang tak kalah sakti memupus harap hingga kita tak yakin lagi bahwa kita istimewa. "Mengapa kamu tak bisa juara kelas seperti mbak X?" "Mas A sudah diterima PTN favorit, kamu gimana?" "Si Y bisa beli rumah, mobil, tanah, dan investasi lain lho.. Nggak kaya kamu." Dibandingkan. Satu hal yang paling sering membekas dan menjadi inner child yang belum selesai bahkan setelah status berubah menjadi orangtua. Guratan kecil yang tanpa sadar dapat memudarkan pendar cahaya dari sisi unik setiap diri manusia. Tak ada yang salah dengan perbandingan. Bukankah mengukur itu memakai perbandingan besaran dan satuan? Hanya saja perlu memastikan, saat mengukur besaran panjang satuannya pun ...

Alir Rasa Kelas Bunda Cekatan

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Ta'ala yang telah memberikan kelapangan hingga mampu menyelesaikan kelas Bunda Cekatan batch #1 Institut Ibu Profesional.  Challenge Buncek: Done! Terimakasih untuk Ibu Septi Peni Wulandani yang telah menjadi guru bagi kami, setia membawa dongeng istimewa di setiap pekannya. Terimakasih untuk team belakang layar Buncek #1 (Mak Ika dkk), teman-teman satu angkatan, dan tentu all team Griya Wistara yang mendukung saya belajar sampai di tahap ini. Apa yang membuat bahagia selama berada di kelas Bunda Cekatan? Kelas Bunda Cekatan menyimpan banyak sekali stok bahagia yang bisa diambil oleh siapa saja dengan cara yang tak pernah sama. Rasanya tak ada habisnya jika harus disebutkan satu per satu. Potongan gambar berikut cukup mewakili proses yang telah saya lalui. Tahap Telur-Telur Saya jadi tahu apa yang membuat saya bahagia. Apa yang penting dan urgent untuk segera dipelajari. Dan saya diijinkan untuk membuat pe...