Langsung ke konten utama

Cerita Horor



Sesuatu yang tidak biasa memang mudah memicu rasa ingin tahu orang kebanyakan. Sebut saja cerita tentang KKN yang menyita perhatian para netizen beberapa waktu terakhir. Padahal hampir semua mahasiswa yang pernah KKN pasti punya cerita "horor" nya masing-masing. Misalnya kisah pagi hari bertemu gundukan berasap, atau cinta lokasi saat KKN namun kandas tanpa restu otangtua. Maaf yang dua ini kisah nyata yang tak perlu dibahas siapa pelakunya.

Sebagai warga negara +62 yang mudah menerima sugesti, saya pun ikut terbawa euforia banting stir ke genre horor. Padahal saat baca wattpad, KaBeeM atau webtoon paling banter ke cerita romantis atau drama mertua-menantu. Maklum, kata hasil TM memang harmony ada di rangking atas. Suka gegana jika hidup terlalu banyak konflik. Mumpung belum gelap, saya pun berhasil khatam membaca cerita viral tersebut dari POV (point of view) dua tokohnya. Agak ngeri juga sih, membayangkan tahun 2009 belum ada kamar mandi. Ya sebelas-dua belas dengan masa-masa kemarau dulu zaman masih eSDe, pernah untuk mandi harus mengungsi ke kamar mandi masjid, mencari sumber air dari kali dan berakibat gatal-gatal, serta pengalaman horor lainnya.

Jujur, saya ikut bernostalgia saat membaca cerita ini. Kampung halaman saya di perbukitan, khas jalan menanjak dan berkelok melewati hutan-hutan. Tapi tak harus naik motor untuk sampai ke sana, naik mobil atau jalan kaki pun bisa sampai tujuan. Sering sebenarnya saya alami, mendengar suara gamelan malam-malam. Alih-alih teror seperti yang dialami Nur dkk, justru saya merasa tenang karena bapak-bapak di sana sedang latihan karawitan sambil ronda malam.

Setelah kontroversi cerita KKN yang viral, siang ini suara gamelan kembali menyapa pendengaran saya. Padahal ini tepat tengah hari. Kali ini benar-benar terlihat penari berbaju putih-putih berusia belia. Oiya, saya sedang menunggui si kakak yang latihan menari di sekolahnya. Sementara gawai menampilkan barisan huruf yang membuat bulu kuduk meremang.

Kadang kita perlu melihat sebuah kejadian dari sudut pandang yang berbeda. Bisa jadi di balik genre misteri itu sebenarnya kisah  komedi atau drama menyentuh hati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alir Rasa Kelas Bunda Cekatan

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Ta'ala yang telah memberikan kelapangan hingga mampu menyelesaikan kelas Bunda Cekatan batch #1 Institut Ibu Profesional.  Challenge Buncek: Done! Terimakasih untuk Ibu Septi Peni Wulandani yang telah menjadi guru bagi kami, setia membawa dongeng istimewa di setiap pekannya. Terimakasih untuk team belakang layar Buncek #1 (Mak Ika dkk), teman-teman satu angkatan, dan tentu all team Griya Wistara yang mendukung saya belajar sampai di tahap ini. Apa yang membuat bahagia selama berada di kelas Bunda Cekatan? Kelas Bunda Cekatan menyimpan banyak sekali stok bahagia yang bisa diambil oleh siapa saja dengan cara yang tak pernah sama. Rasanya tak ada habisnya jika harus disebutkan satu per satu. Potongan gambar berikut cukup mewakili proses yang telah saya lalui. Tahap Telur-Telur Saya jadi tahu apa yang membuat saya bahagia. Apa yang penting dan urgent untuk segera dipelajari. Dan saya diijinkan untuk membuat pe...

Oncek Tela; Tradisi Mengupas Singkong Bersama

 Sekitar tahun 2000-an, ada kegiatan membuka lahan baru di bukit seberang. Deru mesin pemotong kayu bersahutan. Pohon-pohon besar dicabut hingga ke akarnya. Entah kemana perginya hewan-hewan penghuni hutan. Berpindah tempat tinggal atau justru tersaji ke meja makan.  Aroma dedaunan serta kayu basah menyebar. Tak hanya lewat buku pelajaran IPA, aku bisa melihat langsung lingkaran tahun belasan hingga puluhan lapis. Pohon-pohon itu akhirnya menyerah dengan tangan manusia. Tunggu dulu... Mengapa orang-orang justru bersuka cita? Bukankah menggunduli hutan bisa berisiko untuk tanah di perbukitan seperti ini? Waktu berselang, pertama kalinya aku menapak ke bukit seberang. Setelah menyeberang dua tiga sungai, dilanjutkan jalan menanjak hingga ke atas. Terhampar tanah cokelat yang siap menumbuhkan tanaman baru. Aku melihat terasering di bukit seberang, rumahku tersembunyi di balik rimbun pohon kelapa. Di kiri kanan terhimpun potongan pohon singkong yang siap ditancapkan. Jenis singkon...

Jejak Ki Hadjar Dewantara di Hardiknas 2024

 Siapa nama pahlawan nasional yang hari lahirnya dijadikan Hari Pendidikan Nasional? Pasti kalian sudah hafal di luar kepala. Beliau yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Suryaningrat hingga akhirnya berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara di usia 40 tahun. Anak ke-5 dari 9 bersaudara yang memiliki keteguhan dalam memperjuangkan idealisme sepanjang hidupnya.  Kisah beliau seolah tak asing, seperti menonton perjalanan seorang changemaker yang bermula dari tumbuh suburnya empati. Meskipun lahir dari keluarga ningrat, Soewardi menangkap diskriminasi tentang hak pendidikan yang hanya dinikmati oleh keluarga priyayi dan Belanda. Sementara rakyat pribumi yang merupakan teman-teman bermainnya di masa kecil tak bisa mengakses fasilitas sekolah yang dibuat Belanda di zaman itu. Soewardi muda belajar di Yogyakarta, hingga berlanjut di STOVIA meskipun tidak sampai lulus. Tentu saja ini berkaitan dengan perjuangannya sebagai "seksi media" di Budi Utomo, menyebarkan tulisan yang ber...