Langsung ke konten utama

Hari Pertama


Kemarin lusa, tepat lima tahun usiamu menurut kalender matahari. Seiring tahapan berikutnya yang akan kau lalui, semoga Allah tak pernah putus memeluk doa-doa bunda, mengiringi langkahmu ke depannya.


Ada rasa sesal dan rasa bersalah mengingat masih banyak kekurangan kami dalam mendampingimu sebagai orangtua. Semoga engkau ridho, Nak. Dan kami masih berwujud manusia, tempat lupa dan khilaf seolah beriringan menghampiri tiap ucap dan laku kami. Bersama dengan permohonan ampun, kami pun tak lepas menitipkanmu pada Rabb semesta. Sesungguhnya Dia-lah sebaik-baik penjagamu, Nak.

Jangan kira bangga dan bahagia tak ada, tak mau ketinggalan haru biru turut serta. Saat melihatmu melangkahkan kaki belajar di luar rumah. Sekolah pilihanmu, dimana masih banyak rindang di sekeliling dan tanah terbuka untuk berpijak. Kulihat binar bahagia di matamu menyiapkan segala pernak pernik sekolah baru. Dari seragam hingga buku yang sebenarnya entah kapan akan mulai ditulisi.
Hari yang dinanti pun tiba. Subuh kau buka mata. Jamaah bersama bunda, mengulang selaman dari buku iqro', dilanjut sarapan sepiring nasi goreng. Dingin kota bunga sempat membelaimu untuk kembali terlelap, tetapi akhirnya kau pun semangat untuk menakhlukkannya.

Rok coklat masih kebesaran, dibantu sabuk hitam agar pas di pinggang kecilmu. Baju krem, jilbab coklat, ditambah hasduk merah putih sebagai pelengkap. Jangan lupakan topi dan sepatu yang kemarin kau pilih. Rasanya bunda ingin memeluk kembali bayi mungil yang lima tahun lalu kulahirkan di tengah hari itu.

Hari pertama tak selalu sempurna, tetapi tak mengapa. Mungkin ada rasa khawatir, takut, tak nyaman, dan sebagainya. Perjalanan ribuan mil selalu diawali langkah pertama, bukan? Tiap orang pernah mengalami, termasuk ayah dan bunda. Bahkan melambaikan tangan padamu pun butuh usaha. Tak apa, begitulah roda kehidupan bergulir. Kita tak akan berhenti di tempat sebelum sampai tujuan, surga Allah Ta'ala yang menjadi tempat berpulang.

Barokallah, Nak.. Semoga Allah ridho menerima tiap kebaikan yang kita lakukan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alir Rasa Kelas Bunda Cekatan

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Ta'ala yang telah memberikan kelapangan hingga mampu menyelesaikan kelas Bunda Cekatan batch #1 Institut Ibu Profesional.  Challenge Buncek: Done! Terimakasih untuk Ibu Septi Peni Wulandani yang telah menjadi guru bagi kami, setia membawa dongeng istimewa di setiap pekannya. Terimakasih untuk team belakang layar Buncek #1 (Mak Ika dkk), teman-teman satu angkatan, dan tentu all team Griya Wistara yang mendukung saya belajar sampai di tahap ini. Apa yang membuat bahagia selama berada di kelas Bunda Cekatan? Kelas Bunda Cekatan menyimpan banyak sekali stok bahagia yang bisa diambil oleh siapa saja dengan cara yang tak pernah sama. Rasanya tak ada habisnya jika harus disebutkan satu per satu. Potongan gambar berikut cukup mewakili proses yang telah saya lalui. Tahap Telur-Telur Saya jadi tahu apa yang membuat saya bahagia. Apa yang penting dan urgent untuk segera dipelajari. Dan saya diijinkan untuk membuat pe...

Oncek Tela; Tradisi Mengupas Singkong Bersama

 Sekitar tahun 2000-an, ada kegiatan membuka lahan baru di bukit seberang. Deru mesin pemotong kayu bersahutan. Pohon-pohon besar dicabut hingga ke akarnya. Entah kemana perginya hewan-hewan penghuni hutan. Berpindah tempat tinggal atau justru tersaji ke meja makan.  Aroma dedaunan serta kayu basah menyebar. Tak hanya lewat buku pelajaran IPA, aku bisa melihat langsung lingkaran tahun belasan hingga puluhan lapis. Pohon-pohon itu akhirnya menyerah dengan tangan manusia. Tunggu dulu... Mengapa orang-orang justru bersuka cita? Bukankah menggunduli hutan bisa berisiko untuk tanah di perbukitan seperti ini? Waktu berselang, pertama kalinya aku menapak ke bukit seberang. Setelah menyeberang dua tiga sungai, dilanjutkan jalan menanjak hingga ke atas. Terhampar tanah cokelat yang siap menumbuhkan tanaman baru. Aku melihat terasering di bukit seberang, rumahku tersembunyi di balik rimbun pohon kelapa. Di kiri kanan terhimpun potongan pohon singkong yang siap ditancapkan. Jenis singkon...

Jejak Ki Hadjar Dewantara di Hardiknas 2024

 Siapa nama pahlawan nasional yang hari lahirnya dijadikan Hari Pendidikan Nasional? Pasti kalian sudah hafal di luar kepala. Beliau yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Suryaningrat hingga akhirnya berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara di usia 40 tahun. Anak ke-5 dari 9 bersaudara yang memiliki keteguhan dalam memperjuangkan idealisme sepanjang hidupnya.  Kisah beliau seolah tak asing, seperti menonton perjalanan seorang changemaker yang bermula dari tumbuh suburnya empati. Meskipun lahir dari keluarga ningrat, Soewardi menangkap diskriminasi tentang hak pendidikan yang hanya dinikmati oleh keluarga priyayi dan Belanda. Sementara rakyat pribumi yang merupakan teman-teman bermainnya di masa kecil tak bisa mengakses fasilitas sekolah yang dibuat Belanda di zaman itu. Soewardi muda belajar di Yogyakarta, hingga berlanjut di STOVIA meskipun tidak sampai lulus. Tentu saja ini berkaitan dengan perjuangannya sebagai "seksi media" di Budi Utomo, menyebarkan tulisan yang ber...