Langsung ke konten utama

Adu Pendapat


"Anaknya kenapa mbak?"
"Dokter bilang kena campak, Bu.", entah pertanyaan ke-berapa yang kujawab dengan jawaban serupa.
"Jadi ingat cucuku, seumuran ini juga. Coba pake pati singkong. Parut sendiri. Waktu itu cucuku juga kaya gini, pake pati bisa bersih nggak ada bekas di kulit."
"Iya Bu.", aku terima semua saran, aku yakin semua bermaksud baik agar bayi di gendongan segera sehat. Apa sebaiknya mulai kucatat apa saja tips yang sudah kudapatkan gratis dari setiap orang yang kutemui sejak si bayi sakit?

"Jangan makan pisang, jangan makan jeruk." Kemudian di hari yang berbeda, ada yang menyarankan banyak makan buah.

"Jangan dimandikan", padahal dokter berulang kali berpesan agar tetap dimandikan dengan bersih.

"Jangan pakai baju panjang, nanti kegerahan tambah gatal". Sorenya ada lagi komentar, "Pakai baju pendek nanti digaruk terus, ganti yang panjang aja".

Terus aku kudu piye? 
Kenapa banyak saran yang saling bertolak belakang. Pantas, di luar sana ada banyak kasus depresi yang dialami para ibu akibat niat baik para netizen yang memiliki jutaan sudut pandang. Saat beradu pendapat dengan orang lain, tak selalu aku benar kamu salah atau kamu benar aku salah. Bisa jadi kita berdua benar, atau justru kita berdua salah. Saatnya menjernihkan pikiran, mencari rumusan masalah agar segera bertemu solusi.

Apa diagnosis sakit si bayi?
Apa penyebabnya?
Langkah apa yang harus ditempuh agar kembali pulih seperti sedia kala?

Ruam merah di sekujur tubuh tanpa disertai demam. Awalnya curiga ini roseola infantum seperti yang dialami si sulung saat usia 9 bulan. Tapi ini tanpa demam. Terakhir saat periksa, dokter bilang ini campak. Dengan ujung jari, mbah google memberi tahu beragam gejala campak. Tapi tak ada demam, tak ada batuk, mata jernih, dsb. Apa karena sudah imunisasi jadi tidak parah? Apa alergi makanan? Cuaca yang berubah? Colekan mbak-mbak di kereta yang berulang? Apa salah diagnosis??? Mungkin tak ada salahnya mencari second opinion.

Namanya manusia, tempatnya salah dan lupa. Dokter terakhir menjadikan "jamur" sebagai tersangka, bukan virus campak. Dan emak pun taubat, menutup kuping lalu mengikuti petunjuk dokter terakhir. Semoga ini jalan Allah dalam memberi kesembuhan.

Mandi bersih seperti biasa.
Pakai baju panjang, karena di gunung tak mudah kegerahan.
Makan teratur dengan beragam menu, dan tertib minum obat.

Kembalikan urusan pada ahlinya jika memang kita tak punya pengetahuan atasnya. Perlahan ruam merah perlahan berkurang, si bayi pun mulai berganti kulit. Alhamdulillah, dua pekan liburan menjawab tantangan ujian. Semoga naik kelas!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oncek Tela; Tradisi Mengupas Singkong Bersama

 Sekitar tahun 2000-an, ada kegiatan membuka lahan baru di bukit seberang. Deru mesin pemotong kayu bersahutan. Pohon-pohon besar dicabut hingga ke akarnya. Entah kemana perginya hewan-hewan penghuni hutan. Berpindah tempat tinggal atau justru tersaji ke meja makan.  Aroma dedaunan serta kayu basah menyebar. Tak hanya lewat buku pelajaran IPA, aku bisa melihat langsung lingkaran tahun belasan hingga puluhan lapis. Pohon-pohon itu akhirnya menyerah dengan tangan manusia. Tunggu dulu... Mengapa orang-orang justru bersuka cita? Bukankah menggunduli hutan bisa berisiko untuk tanah di perbukitan seperti ini? Waktu berselang, pertama kalinya aku menapak ke bukit seberang. Setelah menyeberang dua tiga sungai, dilanjutkan jalan menanjak hingga ke atas. Terhampar tanah cokelat yang siap menumbuhkan tanaman baru. Aku melihat terasering di bukit seberang, rumahku tersembunyi di balik rimbun pohon kelapa. Di kiri kanan terhimpun potongan pohon singkong yang siap ditancapkan. Jenis singkon...

Jurnal Belajar Level #1 Mantra Bahagia Keluarga: "Ngobrol Bareng"

Jurnal Belajar LevelL#1 Mengikat Rasa, Mengikat Makna Diawinasis M Sesanti Mlg, 28 November 2017 Sebelum belajar tentang komprod, sering sekali dulu membombardir pasangan dengan semua isi kepala tanpa ada filter. Tak jarang, semua itu disampaikan dari balik tembok artinya kaidah-kaidah komprod dengan orang dewasa belum diterapkan karena belum dipelajari. Maka membawa sepotong demi sepotong teori komprod ke dalam kehidupan sehari-hari memberi banyak hikmah bagi kami. Meskipun level 1 telah lama dilewati, namun tantangan selalu hadir untuk dapat menyampaikan pesan dengan lebih produktif kepada siapa saja lawan bicara kita. Belajar komunikasi produktif adalah latihan yang tak ada habisnya. * Family forum Griya Wistara * Pada level 1, tantangannya adalah "ngobrol bareng" tapi bukan sembarang bicara. Membuat kesepakatan adanya family forum dalam sebuah keluarga. Awalnya canggung memang, namun dari hal remeh temeh maupun hal penting yang dibicarakan ternyata mem...

Alir Rasa Kelas Bunda Cekatan

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Ta'ala yang telah memberikan kelapangan hingga mampu menyelesaikan kelas Bunda Cekatan batch #1 Institut Ibu Profesional.  Challenge Buncek: Done! Terimakasih untuk Ibu Septi Peni Wulandani yang telah menjadi guru bagi kami, setia membawa dongeng istimewa di setiap pekannya. Terimakasih untuk team belakang layar Buncek #1 (Mak Ika dkk), teman-teman satu angkatan, dan tentu all team Griya Wistara yang mendukung saya belajar sampai di tahap ini. Apa yang membuat bahagia selama berada di kelas Bunda Cekatan? Kelas Bunda Cekatan menyimpan banyak sekali stok bahagia yang bisa diambil oleh siapa saja dengan cara yang tak pernah sama. Rasanya tak ada habisnya jika harus disebutkan satu per satu. Potongan gambar berikut cukup mewakili proses yang telah saya lalui. Tahap Telur-Telur Saya jadi tahu apa yang membuat saya bahagia. Apa yang penting dan urgent untuk segera dipelajari. Dan saya diijinkan untuk membuat pe...