Langsung ke konten utama

Sinetron


Di dunia ini, tak ada kebetulan bukan? Mereka sedang menjalani skenario yang mereka pilih sendiri.

"Kupikir, dia gadis tercantik yang pernah kutemui. Belakangan, aku rasa ia tak lagi begitu."
"Hmmm?"
"Ternyata ada yang lebih cantik darinya."

Lelaki berambut ikal itu membuat kesimpulan akhir dari sebuah soal cerita yang sedang dihadapinya. Setelah kalimat itu, esok harinya giliran si gadis semampai yang berujar padaku maksud serupa. Bedanya, ia pasrah saat rasanya tak lagi terbalaskan. Sayup-sayup, kudengar masih ada cinta yang tersisa di antara barisan kata yang diucapnya.

"Mau bagaimana lagi, dia sudah tak bisa mempertahankan hubungan ini."

Ternyata memang tak ada jaminan tentang sebuah hubungan yang mengaku bernama "pacaran". Meskipun sudah kesana kemari bergandeng tangan. Makan berdua di warung prasmanan kini tinggal menjadi kenangan. Mau mengajukan gugatan pun tak ada kekuatan hukum yang bisa diandalkan.



Dan kini adegan sinetron harus kembali kusaksikan. Di dunia ini, tak ada kebetulan bukan? Mereka sedang menjalani skenario yang mereka pilih sendiri. Dua kursi panjang bersama empat manusia berusia belasan. Dua di sisi kiri, dua di sisi kanan. Apa aku harus menjadi hakim garis untuk memastikan siapa yang pantas menjadi pemenang?

Bukan dengan skor, cukup lewat kombinasi mata dan garis lengkung di sudut bibir mereka. Si gadis semampai kalah telak kali ini. Posisinya telah terganti si pemilik senyum yang terkembang sejak tadi. Gadis cantik yang tangannya melekat erat di lengan lelaki ikal. Mungkin ini gadis cantik yang baru ditemukannya.

Seperti tayangan katakan cinta vs katakan putus di televisi, tak ada yang bisa protes meskipun tayang pagi-sore berurutan. Ingin rasanya kubagikan momen dagelan di depan mata, tapi aku cukup tahu diri terhadap karma. Lawakan takdir atas kisah cintaku pun tak enak untuk diumbar. Meskipun paling banter netizen +62 yang budiman beradu jempol di postingan akun gosip bibir bergincu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alir Rasa Kelas Bunda Cekatan

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Ta'ala yang telah memberikan kelapangan hingga mampu menyelesaikan kelas Bunda Cekatan batch #1 Institut Ibu Profesional.  Challenge Buncek: Done! Terimakasih untuk Ibu Septi Peni Wulandani yang telah menjadi guru bagi kami, setia membawa dongeng istimewa di setiap pekannya. Terimakasih untuk team belakang layar Buncek #1 (Mak Ika dkk), teman-teman satu angkatan, dan tentu all team Griya Wistara yang mendukung saya belajar sampai di tahap ini. Apa yang membuat bahagia selama berada di kelas Bunda Cekatan? Kelas Bunda Cekatan menyimpan banyak sekali stok bahagia yang bisa diambil oleh siapa saja dengan cara yang tak pernah sama. Rasanya tak ada habisnya jika harus disebutkan satu per satu. Potongan gambar berikut cukup mewakili proses yang telah saya lalui. Tahap Telur-Telur Saya jadi tahu apa yang membuat saya bahagia. Apa yang penting dan urgent untuk segera dipelajari. Dan saya diijinkan untuk membuat pe...

Oncek Tela; Tradisi Mengupas Singkong Bersama

 Sekitar tahun 2000-an, ada kegiatan membuka lahan baru di bukit seberang. Deru mesin pemotong kayu bersahutan. Pohon-pohon besar dicabut hingga ke akarnya. Entah kemana perginya hewan-hewan penghuni hutan. Berpindah tempat tinggal atau justru tersaji ke meja makan.  Aroma dedaunan serta kayu basah menyebar. Tak hanya lewat buku pelajaran IPA, aku bisa melihat langsung lingkaran tahun belasan hingga puluhan lapis. Pohon-pohon itu akhirnya menyerah dengan tangan manusia. Tunggu dulu... Mengapa orang-orang justru bersuka cita? Bukankah menggunduli hutan bisa berisiko untuk tanah di perbukitan seperti ini? Waktu berselang, pertama kalinya aku menapak ke bukit seberang. Setelah menyeberang dua tiga sungai, dilanjutkan jalan menanjak hingga ke atas. Terhampar tanah cokelat yang siap menumbuhkan tanaman baru. Aku melihat terasering di bukit seberang, rumahku tersembunyi di balik rimbun pohon kelapa. Di kiri kanan terhimpun potongan pohon singkong yang siap ditancapkan. Jenis singkon...

Jejak Ki Hadjar Dewantara di Hardiknas 2024

 Siapa nama pahlawan nasional yang hari lahirnya dijadikan Hari Pendidikan Nasional? Pasti kalian sudah hafal di luar kepala. Beliau yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Suryaningrat hingga akhirnya berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara di usia 40 tahun. Anak ke-5 dari 9 bersaudara yang memiliki keteguhan dalam memperjuangkan idealisme sepanjang hidupnya.  Kisah beliau seolah tak asing, seperti menonton perjalanan seorang changemaker yang bermula dari tumbuh suburnya empati. Meskipun lahir dari keluarga ningrat, Soewardi menangkap diskriminasi tentang hak pendidikan yang hanya dinikmati oleh keluarga priyayi dan Belanda. Sementara rakyat pribumi yang merupakan teman-teman bermainnya di masa kecil tak bisa mengakses fasilitas sekolah yang dibuat Belanda di zaman itu. Soewardi muda belajar di Yogyakarta, hingga berlanjut di STOVIA meskipun tidak sampai lulus. Tentu saja ini berkaitan dengan perjuangannya sebagai "seksi media" di Budi Utomo, menyebarkan tulisan yang ber...