Langsung ke konten utama

Konferensi Ibu Pembaharu 2021 (Event 3 Bunsal)

 Bismillahirrahmanirrahim, 

Mahasiswa Bunda Salihah #1

Event ketiga sekaligus perayaan satu dekade Ibu Profesional adalah Konferensi Ibu Pembaharu yang dilaksnakan pada 17-22 Desember 2021. Alhamdulillah masih diberi kesempatan untuk mengikuti event ini, meskipun pada hari Senin-Selasa ada kendala sinyal dan mati lampu karena cuaca di kampuang halaman. 

Acara KIP 17/12

Pada tanggal 17/12 sudah diawali narasumber pertama Ibu Ines Setiawan dengan gerakan sustainability dan ekonomi. Masya Allah, dimulai dari masalah yang dihadapi untuk menghadirkan produk yang dibutuhkan di rumah bisa meluaskan dampak sampai seperti sekarang. Saat mengembangkan sisi ekonomi, para ibu juga tetap bisa memerhatikan sisi keberlanjutan untuk lingkungan. 

Masih di hari yang sama, selebrasi Kampus Ibu Pembaharu dilaksanakan. Rasanya haru sekali bisa menjadi bagian dari para mahasiswa yang berhasil sampai di tahap ini. Ada keberhasilan, ada kegagalan, dan ada langkah berikutnya yang siap diambil. 

Sertifikat Peserta KIP



Rangkaian acara KIP cukup panjang, dengan 14 narasumber, 34 booth, dan sajian-sajian istimewa lainnya. Event ini menjadi sebuah langkah awal bahwa para perempuan juga memiliki peran dalam menjadi solusi dalam setiap masalah yang dihadapi. Yang paling mengena adalah acara penutupan KIP dimana ibu Septi Peni menyampaikan deklarasi yang memiliki makna sangat dalam. 

Deklarasi KIP 2021

Sesuai deklarasi tersebut, maka mulai tahun 2022 IPers siap untuk menjalankan tema #IP4ID2022 #WomenInCooLABoration

❤ Sukses terus untuk ibu Profesional, kami sebagai bagian dari Kampus Ibu Pembaharu siap untuk masuk ke ekosistem Ibu Pembaharu bersama tim Rinjing Destock. 

Malang, 02 Januari 2021
Diawinasis Mawi Sesanti


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alir Rasa Kelas Bunda Cekatan

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Ta'ala yang telah memberikan kelapangan hingga mampu menyelesaikan kelas Bunda Cekatan batch #1 Institut Ibu Profesional.  Challenge Buncek: Done! Terimakasih untuk Ibu Septi Peni Wulandani yang telah menjadi guru bagi kami, setia membawa dongeng istimewa di setiap pekannya. Terimakasih untuk team belakang layar Buncek #1 (Mak Ika dkk), teman-teman satu angkatan, dan tentu all team Griya Wistara yang mendukung saya belajar sampai di tahap ini. Apa yang membuat bahagia selama berada di kelas Bunda Cekatan? Kelas Bunda Cekatan menyimpan banyak sekali stok bahagia yang bisa diambil oleh siapa saja dengan cara yang tak pernah sama. Rasanya tak ada habisnya jika harus disebutkan satu per satu. Potongan gambar berikut cukup mewakili proses yang telah saya lalui. Tahap Telur-Telur Saya jadi tahu apa yang membuat saya bahagia. Apa yang penting dan urgent untuk segera dipelajari. Dan saya diijinkan untuk membuat pe...

Oncek Tela; Tradisi Mengupas Singkong Bersama

 Sekitar tahun 2000-an, ada kegiatan membuka lahan baru di bukit seberang. Deru mesin pemotong kayu bersahutan. Pohon-pohon besar dicabut hingga ke akarnya. Entah kemana perginya hewan-hewan penghuni hutan. Berpindah tempat tinggal atau justru tersaji ke meja makan.  Aroma dedaunan serta kayu basah menyebar. Tak hanya lewat buku pelajaran IPA, aku bisa melihat langsung lingkaran tahun belasan hingga puluhan lapis. Pohon-pohon itu akhirnya menyerah dengan tangan manusia. Tunggu dulu... Mengapa orang-orang justru bersuka cita? Bukankah menggunduli hutan bisa berisiko untuk tanah di perbukitan seperti ini? Waktu berselang, pertama kalinya aku menapak ke bukit seberang. Setelah menyeberang dua tiga sungai, dilanjutkan jalan menanjak hingga ke atas. Terhampar tanah cokelat yang siap menumbuhkan tanaman baru. Aku melihat terasering di bukit seberang, rumahku tersembunyi di balik rimbun pohon kelapa. Di kiri kanan terhimpun potongan pohon singkong yang siap ditancapkan. Jenis singkon...

Jejak Ki Hadjar Dewantara di Hardiknas 2024

 Siapa nama pahlawan nasional yang hari lahirnya dijadikan Hari Pendidikan Nasional? Pasti kalian sudah hafal di luar kepala. Beliau yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Suryaningrat hingga akhirnya berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara di usia 40 tahun. Anak ke-5 dari 9 bersaudara yang memiliki keteguhan dalam memperjuangkan idealisme sepanjang hidupnya.  Kisah beliau seolah tak asing, seperti menonton perjalanan seorang changemaker yang bermula dari tumbuh suburnya empati. Meskipun lahir dari keluarga ningrat, Soewardi menangkap diskriminasi tentang hak pendidikan yang hanya dinikmati oleh keluarga priyayi dan Belanda. Sementara rakyat pribumi yang merupakan teman-teman bermainnya di masa kecil tak bisa mengakses fasilitas sekolah yang dibuat Belanda di zaman itu. Soewardi muda belajar di Yogyakarta, hingga berlanjut di STOVIA meskipun tidak sampai lulus. Tentu saja ini berkaitan dengan perjuangannya sebagai "seksi media" di Budi Utomo, menyebarkan tulisan yang ber...