Langsung ke konten utama

S. Cov

Tengah hari, di atas sebuah ojek online.

"Anak-anak sudah masuk tiap hari, Bu?" tanya bapak supir memecah keheningan.
"Masih dua kali sepekan, Pak."
"Wah, enak banget ya saya dulu sekolah masuk Senin sampai Sabtu tiap hari.

Tarik napas panjang dulu, kayaknya bapak ini belum pernah lihat emak-emak berubah jadi singa pas nemenin belajar daring. Apakah disangka belajar dari rumah itu seperti liburan "pada hari Minggu... Kuturut ayah ke kota...?"

"Liburnya masih lama?"
"Kabarnya Desember nggak libur, pindah Januari. Tapi nggak tahu juga ya."
"Lho kenapa?"
"Mungkin biar orang nggak pergi-pergi, biar nggak naik lagi angkanya."
"Angka apa, Bu?" tanya pak supir sambil tertawa.

Dari tawanya, pak supir bukan orang yang percaya dengan eksistensi virus mahkota yang dua tahun ini mengubah banyak kebiasaan manusia. Angka-angka yang sering muncul di televisi dan media sosial lebih berimbas pada pendapatan daripada kesehatan. Antara percaya tak percaya kalau orang dekat atau diri sendiri belum mengalami.

"Ah... Itu HOAX alias konspirasi."
"Covid itu ya batuk pilek yang biasa kita alami!"
Sering mendengar komentar seperti ini? Atau ini mewakili suara hati?

S. Cov

Tetapi izinkan saya memberi sedikit testimoni dari dua pekan isolasi mandiri. Gejala awalnya memang seperti batuk pilek, tetapi jangan kaget saat gejala lain turut menyertai. Diare, nyeri sendi, hilang penciuman dan pengecapan. Anosmia pada penderita covid bukan seperti saat kita pilek yang tertutup lendir, tetapi benar-benar mati rasa meskipun bau/rasa tajam tersebut menyentuh ujung hidung atau lidah. Hilang nafsu makan yang membuat 6 kilogram berat badan menghilang selama dua pekan.  Mata berkunang-kunang saat melihat layar gawai, saya pun cuti dadakan dari peran pengendali angin. Batuk membuat napas senin-kamis, bahkan berdiri untuk shalat saja butuh usaha. Ini gejala ringan yang saya alami sehingga tak perlu masuk rawat inap. Bayangkan mereka yang sudah berusia senja, mereka yang memiliki penyakit bawaan, mereka yang tak memiliki akses ke fasilitas kesehatan...

Agak gemes memang saat ada yang meremehkan penyakit ini. Kalau ini hanya rekayasa, kenapa sampai ada angka kematian setinggi itu? Dari nama tak dikenal, tetangga, hingga saudara. Tak bisa dipungkiri, ada juga yang mencari "kesempatan" di tengah segala kesempitan masa pandemi ini. Membuat orang-orang semakin mudah suudzon pada orang, lembaga, maupun peristiwa di sekitarnya.

Btw, ada alumni covid alias S.Cov juga kah yang membaca tulisan ini? Coba sini absen di kolom komentar...

@30HariBercerita
#30HariBercerita
#30hbc2202
#SCov
#Pandemi
#DimaseNotes

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oncek Tela; Tradisi Mengupas Singkong Bersama

 Sekitar tahun 2000-an, ada kegiatan membuka lahan baru di bukit seberang. Deru mesin pemotong kayu bersahutan. Pohon-pohon besar dicabut hingga ke akarnya. Entah kemana perginya hewan-hewan penghuni hutan. Berpindah tempat tinggal atau justru tersaji ke meja makan.  Aroma dedaunan serta kayu basah menyebar. Tak hanya lewat buku pelajaran IPA, aku bisa melihat langsung lingkaran tahun belasan hingga puluhan lapis. Pohon-pohon itu akhirnya menyerah dengan tangan manusia. Tunggu dulu... Mengapa orang-orang justru bersuka cita? Bukankah menggunduli hutan bisa berisiko untuk tanah di perbukitan seperti ini? Waktu berselang, pertama kalinya aku menapak ke bukit seberang. Setelah menyeberang dua tiga sungai, dilanjutkan jalan menanjak hingga ke atas. Terhampar tanah cokelat yang siap menumbuhkan tanaman baru. Aku melihat terasering di bukit seberang, rumahku tersembunyi di balik rimbun pohon kelapa. Di kiri kanan terhimpun potongan pohon singkong yang siap ditancapkan. Jenis singkon...

Jurnal Belajar Level #1 Mantra Bahagia Keluarga: "Ngobrol Bareng"

Jurnal Belajar LevelL#1 Mengikat Rasa, Mengikat Makna Diawinasis M Sesanti Mlg, 28 November 2017 Sebelum belajar tentang komprod, sering sekali dulu membombardir pasangan dengan semua isi kepala tanpa ada filter. Tak jarang, semua itu disampaikan dari balik tembok artinya kaidah-kaidah komprod dengan orang dewasa belum diterapkan karena belum dipelajari. Maka membawa sepotong demi sepotong teori komprod ke dalam kehidupan sehari-hari memberi banyak hikmah bagi kami. Meskipun level 1 telah lama dilewati, namun tantangan selalu hadir untuk dapat menyampaikan pesan dengan lebih produktif kepada siapa saja lawan bicara kita. Belajar komunikasi produktif adalah latihan yang tak ada habisnya. * Family forum Griya Wistara * Pada level 1, tantangannya adalah "ngobrol bareng" tapi bukan sembarang bicara. Membuat kesepakatan adanya family forum dalam sebuah keluarga. Awalnya canggung memang, namun dari hal remeh temeh maupun hal penting yang dibicarakan ternyata mem...

Alir Rasa Kelas Bunda Cekatan

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Ta'ala yang telah memberikan kelapangan hingga mampu menyelesaikan kelas Bunda Cekatan batch #1 Institut Ibu Profesional.  Challenge Buncek: Done! Terimakasih untuk Ibu Septi Peni Wulandani yang telah menjadi guru bagi kami, setia membawa dongeng istimewa di setiap pekannya. Terimakasih untuk team belakang layar Buncek #1 (Mak Ika dkk), teman-teman satu angkatan, dan tentu all team Griya Wistara yang mendukung saya belajar sampai di tahap ini. Apa yang membuat bahagia selama berada di kelas Bunda Cekatan? Kelas Bunda Cekatan menyimpan banyak sekali stok bahagia yang bisa diambil oleh siapa saja dengan cara yang tak pernah sama. Rasanya tak ada habisnya jika harus disebutkan satu per satu. Potongan gambar berikut cukup mewakili proses yang telah saya lalui. Tahap Telur-Telur Saya jadi tahu apa yang membuat saya bahagia. Apa yang penting dan urgent untuk segera dipelajari. Dan saya diijinkan untuk membuat pe...