Langsung ke konten utama

Flash

Saat berada di jaringan internet gratis seperti ini, mudah sekali mengunduh file berkapasitas besar. Tak seperti biasanya, terkena sapu bersih clear chat sebelum sempat dibuka. Kapan hari, sebuah video saya terima di salah satu grup perpesanan. Tentang jamaah yang sedang sholat tarawih dengan imam berkecepatan penuh. Shinkansen pun kalah sepertinya. Hanya terdengar suara takbir menandakan saatnya berganti gerakan, sementara bacaan lainnya tak bisa tertangkap oleh telinga.



Urusan ibadah memang menjadi urusan masing-masing dengan Tuhannya. Apakah itu bisa diterima atau tidak, soal niat, tuma'ninah, dan sebagainya biarlah ditanggung pelakunya. Tetapi mengingatkan yang benar kepada diri sendiri dan keluarga itu wajib.

Saya juga tahu diri, masih banyak cacat di setiap ibadah yang saya lakukan sehari-hari. Sholat sambil memastikan bayi masih aman di radar, atau tiba-tiba mode flash pun digunakan saat bayi mewek tanpa alasan. Yang pasti lelah yang bersedia menguliti aib saya pribadi. Tetapi tak usah baper saat ada yang mengingatkan. Berarti masih banyak yang sayang. #eeeaa

Bukan hal baru sebenarnya, soal lalai dalam sholat. Dalam kitab suci pun sudah disebutkan. Bahkan sedari kecil mungkin sering diulang-ulang karena salah satu surat pendek andalan. Tapi entah bagaimana, masih saja lalai dan lupa jadi alasan. Manusia tempat salah dan lupa, katanya.

Ada satu kartun sindiran yang menarik dari om Squ @pengenjadibaik. Meski lawas, masih sesuai dengan fenomena imam kilat ini. Tampak bapak tua yang memberi kritik saran bagi imam yang berpakaian super hero berbaju merah dengan lambang petir di dadanya. Wah, pasti si kakek encok memgikuti gerakan imam yang diketahui bernama Flash.

Ah, tunggu dulu.. Bisa muncul perkara lain jika nama yang sama-sama berarti cepat, diganti dengan tokoh dari judul yang berbeda: Zootopia. Meskipun juga bernama Flash tetapi karakternya berkebalikan alias too slow. Jika dia yang menjadi imam, bisa jadi tarawih baru selesai setelah lewat tengah malam.

Cepat atau lambat memang relatif bagi setiap orang. Namun mengikuti adab dan aturan yang berlaku rasanya lebih menenteramkan.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe5

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alir Rasa Kelas Bunda Cekatan

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Ta'ala yang telah memberikan kelapangan hingga mampu menyelesaikan kelas Bunda Cekatan batch #1 Institut Ibu Profesional.  Challenge Buncek: Done! Terimakasih untuk Ibu Septi Peni Wulandani yang telah menjadi guru bagi kami, setia membawa dongeng istimewa di setiap pekannya. Terimakasih untuk team belakang layar Buncek #1 (Mak Ika dkk), teman-teman satu angkatan, dan tentu all team Griya Wistara yang mendukung saya belajar sampai di tahap ini. Apa yang membuat bahagia selama berada di kelas Bunda Cekatan? Kelas Bunda Cekatan menyimpan banyak sekali stok bahagia yang bisa diambil oleh siapa saja dengan cara yang tak pernah sama. Rasanya tak ada habisnya jika harus disebutkan satu per satu. Potongan gambar berikut cukup mewakili proses yang telah saya lalui. Tahap Telur-Telur Saya jadi tahu apa yang membuat saya bahagia. Apa yang penting dan urgent untuk segera dipelajari. Dan saya diijinkan untuk membuat pe...

Oncek Tela; Tradisi Mengupas Singkong Bersama

 Sekitar tahun 2000-an, ada kegiatan membuka lahan baru di bukit seberang. Deru mesin pemotong kayu bersahutan. Pohon-pohon besar dicabut hingga ke akarnya. Entah kemana perginya hewan-hewan penghuni hutan. Berpindah tempat tinggal atau justru tersaji ke meja makan.  Aroma dedaunan serta kayu basah menyebar. Tak hanya lewat buku pelajaran IPA, aku bisa melihat langsung lingkaran tahun belasan hingga puluhan lapis. Pohon-pohon itu akhirnya menyerah dengan tangan manusia. Tunggu dulu... Mengapa orang-orang justru bersuka cita? Bukankah menggunduli hutan bisa berisiko untuk tanah di perbukitan seperti ini? Waktu berselang, pertama kalinya aku menapak ke bukit seberang. Setelah menyeberang dua tiga sungai, dilanjutkan jalan menanjak hingga ke atas. Terhampar tanah cokelat yang siap menumbuhkan tanaman baru. Aku melihat terasering di bukit seberang, rumahku tersembunyi di balik rimbun pohon kelapa. Di kiri kanan terhimpun potongan pohon singkong yang siap ditancapkan. Jenis singkon...

Jejak Ki Hadjar Dewantara di Hardiknas 2024

 Siapa nama pahlawan nasional yang hari lahirnya dijadikan Hari Pendidikan Nasional? Pasti kalian sudah hafal di luar kepala. Beliau yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Suryaningrat hingga akhirnya berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara di usia 40 tahun. Anak ke-5 dari 9 bersaudara yang memiliki keteguhan dalam memperjuangkan idealisme sepanjang hidupnya.  Kisah beliau seolah tak asing, seperti menonton perjalanan seorang changemaker yang bermula dari tumbuh suburnya empati. Meskipun lahir dari keluarga ningrat, Soewardi menangkap diskriminasi tentang hak pendidikan yang hanya dinikmati oleh keluarga priyayi dan Belanda. Sementara rakyat pribumi yang merupakan teman-teman bermainnya di masa kecil tak bisa mengakses fasilitas sekolah yang dibuat Belanda di zaman itu. Soewardi muda belajar di Yogyakarta, hingga berlanjut di STOVIA meskipun tidak sampai lulus. Tentu saja ini berkaitan dengan perjuangannya sebagai "seksi media" di Budi Utomo, menyebarkan tulisan yang ber...