Langsung ke konten utama

Pulang


Selepas buka puasa, ada telepon dari ibukota. Kakek nenek sedang rindu cucu-cucunya, tadi siang sang ayah sempat menyinggungnya. Si bayi ikut menyimak suara, mendekat ke layar. Biasanya ia ikut berekspresi, tapi kali ini ia tampak heran mungkin tak ada wajah si penelepon di seberang sana. Berganti panggilan video, ia pun ikut berbincang dengan bahasa planet yang ia bisa. Si sulung berlarian sambil sesekali melihat ke layar. Pembicaraan pun selesai, sebentar lagi adzan isya' tiba.

Usai tarawih, kembali datang telepon dari nomor yang sama. Kuperiksa telingaku sekali lagi, kupikir ini tangisan si bungsu yang baru saja jatuh. Tapi rupanya tawa yang tadi hinggap berganti air mata. Ibu mertuaku yang kali ini bicara, mencari putranya yang sulit dihubungi. Segera kusambar telepon pintar di meja bawah, tak butuh waktu lama tersambung juga. Kusampaikan kabar bapak mertua yang tiba-tiba kolaps selepas ceramah di mushola.

Kumatikan semua sambungan teleponku. Memberi kesempatan bicara pada sang anak dengan ibu mertua di sana. Kuputuskan menyelesaikan tarawihku yang terputus sebelumnya.

"Habis ceramah, terus duduk siap2 mau sholat tarawih. Habis baca 'laa ilaaha illallaah' langsung jatuh ke belakang". 



Kabar dari pak suami akhirnya memberi kejelasan. Innalillahi wa inna ilaihi raji'un... Sesungguhnya dariNya lah kita semua bermula, dan kepadaNya kita kembali.
Doa terbaik untuk bapak mertua. Beliau orang yang baik, meninggal dengan cara yang baik, di hari baik, di bulan baik. Semoga Allah menerima arwah beliau, memberikan tempat terbaik. Diterima semua amal baiknya, dihapuskan semua dosanya. Insya Allah kami pun akan menyusul, entah kapan menunggu giliran. Semoga kelak Allah ridho mengumpulkan kami dalam jannahNya.

Saat tiba waktunya pulang nanti, semoga Allah berikan akhir yang terbaik bagi hidup kami.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe10

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alir Rasa Kelas Bunda Cekatan

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Ta'ala yang telah memberikan kelapangan hingga mampu menyelesaikan kelas Bunda Cekatan batch #1 Institut Ibu Profesional.  Challenge Buncek: Done! Terimakasih untuk Ibu Septi Peni Wulandani yang telah menjadi guru bagi kami, setia membawa dongeng istimewa di setiap pekannya. Terimakasih untuk team belakang layar Buncek #1 (Mak Ika dkk), teman-teman satu angkatan, dan tentu all team Griya Wistara yang mendukung saya belajar sampai di tahap ini. Apa yang membuat bahagia selama berada di kelas Bunda Cekatan? Kelas Bunda Cekatan menyimpan banyak sekali stok bahagia yang bisa diambil oleh siapa saja dengan cara yang tak pernah sama. Rasanya tak ada habisnya jika harus disebutkan satu per satu. Potongan gambar berikut cukup mewakili proses yang telah saya lalui. Tahap Telur-Telur Saya jadi tahu apa yang membuat saya bahagia. Apa yang penting dan urgent untuk segera dipelajari. Dan saya diijinkan untuk membuat pe...

Oncek Tela; Tradisi Mengupas Singkong Bersama

 Sekitar tahun 2000-an, ada kegiatan membuka lahan baru di bukit seberang. Deru mesin pemotong kayu bersahutan. Pohon-pohon besar dicabut hingga ke akarnya. Entah kemana perginya hewan-hewan penghuni hutan. Berpindah tempat tinggal atau justru tersaji ke meja makan.  Aroma dedaunan serta kayu basah menyebar. Tak hanya lewat buku pelajaran IPA, aku bisa melihat langsung lingkaran tahun belasan hingga puluhan lapis. Pohon-pohon itu akhirnya menyerah dengan tangan manusia. Tunggu dulu... Mengapa orang-orang justru bersuka cita? Bukankah menggunduli hutan bisa berisiko untuk tanah di perbukitan seperti ini? Waktu berselang, pertama kalinya aku menapak ke bukit seberang. Setelah menyeberang dua tiga sungai, dilanjutkan jalan menanjak hingga ke atas. Terhampar tanah cokelat yang siap menumbuhkan tanaman baru. Aku melihat terasering di bukit seberang, rumahku tersembunyi di balik rimbun pohon kelapa. Di kiri kanan terhimpun potongan pohon singkong yang siap ditancapkan. Jenis singkon...

Jejak Ki Hadjar Dewantara di Hardiknas 2024

 Siapa nama pahlawan nasional yang hari lahirnya dijadikan Hari Pendidikan Nasional? Pasti kalian sudah hafal di luar kepala. Beliau yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Suryaningrat hingga akhirnya berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara di usia 40 tahun. Anak ke-5 dari 9 bersaudara yang memiliki keteguhan dalam memperjuangkan idealisme sepanjang hidupnya.  Kisah beliau seolah tak asing, seperti menonton perjalanan seorang changemaker yang bermula dari tumbuh suburnya empati. Meskipun lahir dari keluarga ningrat, Soewardi menangkap diskriminasi tentang hak pendidikan yang hanya dinikmati oleh keluarga priyayi dan Belanda. Sementara rakyat pribumi yang merupakan teman-teman bermainnya di masa kecil tak bisa mengakses fasilitas sekolah yang dibuat Belanda di zaman itu. Soewardi muda belajar di Yogyakarta, hingga berlanjut di STOVIA meskipun tidak sampai lulus. Tentu saja ini berkaitan dengan perjuangannya sebagai "seksi media" di Budi Utomo, menyebarkan tulisan yang ber...