Kalau ada yang pernah baca LoA, the Secret, dsb.. pasti ga asing dengan "fokus apa yang kita inginkan, bukan sebaliknya". (Padahal saya juga lupa itu buku pernah baca di mana).
.
Di Bunda Sayang, ada materi komunikasi produktif.. fokus pada apa yang diharapkan, bukan sebaliknya. Bukan meniadakan kata jangan, tapi menggunakan kata "jangan" di tempat dan waktu yang tepat. Bayangkan setiap hari ketemu "jangan", lalu pas mau ngajarkan tauhid.. "jangan sekutukan Allah nak", ini ortu gue pake "jangan" level mana nih? level jangan naik tangga, jangan banyak bicara, atau jangan mainan piring?
.
Alhamdulillah, nemu contekan keren jadi ortu. Ibarat main layangan, kapan menarik, kapan mengulur. Karena kita bukan pemadam kebiadaban, kita arsitek peradaban.
Sekitar tahun 2000-an, ada kegiatan membuka lahan baru di bukit seberang. Deru mesin pemotong kayu bersahutan. Pohon-pohon besar dicabut hingga ke akarnya. Entah kemana perginya hewan-hewan penghuni hutan. Berpindah tempat tinggal atau justru tersaji ke meja makan. Aroma dedaunan serta kayu basah menyebar. Tak hanya lewat buku pelajaran IPA, aku bisa melihat langsung lingkaran tahun belasan hingga puluhan lapis. Pohon-pohon itu akhirnya menyerah dengan tangan manusia. Tunggu dulu... Mengapa orang-orang justru bersuka cita? Bukankah menggunduli hutan bisa berisiko untuk tanah di perbukitan seperti ini? Waktu berselang, pertama kalinya aku menapak ke bukit seberang. Setelah menyeberang dua tiga sungai, dilanjutkan jalan menanjak hingga ke atas. Terhampar tanah cokelat yang siap menumbuhkan tanaman baru. Aku melihat terasering di bukit seberang, rumahku tersembunyi di balik rimbun pohon kelapa. Di kiri kanan terhimpun potongan pohon singkong yang siap ditancapkan. Jenis singkon...
Komentar
Posting Komentar