Langsung ke konten utama

TANTANGAN 1.1 : TAARUFAN LAGI

HARI PERTAMA

Diawinasis M. S.
Malang, 25 Januari 2017

Bismillahirrahmanirrahiim…

Alhamdulillah kelas bunda sayang sudah dimulai. Materi pertama tentang komunikasi produktif. Pernah baca materi ini di buku bunsay, tapi entah belajar bareng selalu dapatnya lebih banyak. Setelah materi, ada hal menarik yang harus kami lakukan. Bukan Nice Home Work seperti di Matrikulasi IIP, tapi lebih menarik lagi: GAME 10 HARI.

Dilempar tantangan jam 8, sayangnya hari ini belum bisa langsung eksekusi karena pasangan sedang lembur. Jadilah family forum dengan anggota fullteam baru bisa dilakukan di hari Rabu (25-01-2017). Seperti di materi komprod, kaidah choose the right time ini penting. Tapi kami tak mau kehilangan moment 1 hari yang lewat, jadi kami buat “kesepakatan” tentang family forum yang akan kami lakukan. Seperti obrolan keluarga di hari-hari sebelumnya, hanya saja lebih “terarah”.


Jadi lebih “mantap” memulai setelah ada track. Apakah track kami sudah benar? Belum tentu, masih akan ada bongkar pasang sambil kami ngobrol nanti. Alhamdulillah, senangnya… dengan tantangan baru ini. ^_^

***
Akhirnya bisa ngumpul bareng “Griya Wistara” di pagi ini. 30 menit rupanya sudah banyaakkk yang kami lakukan bersama.

Family forum kami pilih setelah sarapan, moment paling pas bagi keluarga kami mengingat ayah Farza seringkali tidak di rumah di sore hari. Setelah sarapan, rupanya ada yang mendengarkan murottal, cuma dengar? tidak, minta request surat An-Naas, At-Takatsur, dst. sambil ditirukannya.

Lanjut obrolan agak serius tapi tetap santai. Duduk bertiga, “taarufan” lagi. Pertanyaan simple yang bisa dijawab ketiga personil Griya Wistara.

“Namaku: Farza.. Ayah.. Bunda..”
“Umurku: 2 tahun.. 26 tahun.. 27 tahun (sebentar lagi 28 ya, yah)
“Aku suka warna: ayah-putih, bunda-ungu, farza-pink”
“Aku suka: farza-mewarnai, bunda-doodling, ayah-tidur (lalu farza langsung lari ke kamar, “farza yang tidur”)
Lalu ngobrol tentang apa yang dilakukan Farza kemarin, tentang prestasi sudah disapih seminggu ini, dsb.



Karena anak cantik bunda sudah “sambil-sambil”, diambilkan buku minta dibacain, minta kertas hitam, minta lihat rubah, dsb. Maka family forum terus jalan sambil main. Bunda hari ini piket yg jadi “tukang ngomong”, jadi nyari tema yang baru dipelajari kemarin, sekalian nyari temen belajar. Bahas materi komprod sama ayah. Dan tentunya dengan iklan-iklan di atas tadi.



Ternyata saya masih butuh banyaaakkkk belajar soal komunikasi produktif. Tetiba macet di tengah lupa mau ngomong apa, dan akhirnya kami tertawa berdua.. disambung ada gadis cilik di belakang kami, padahal dia tak benar-benar tahu apa yang kami tertawakan.

“Ayah ga terlalu suka teori, langsung praktek aja” adalah kesimpulan dari belajar komprod bareng ayah.

Yeaa.. karena semakin rame, ada yang manjat-manjat bunda yang sedang duduk, jadi lebih baik kita tutup family forum dengan toss bertiga, main tepuk bakmi bakso bunda-ayah, dan… doa penutup majelis.

Aahhh.. serunya Game hari pertama, besok mau lagiii..

PERUBAHAN KOMUNIKASI DI HARI PERTAMA
√ Belajar kaidah choose the right time, tidak semua hal harus diutarakan dalam satu waktu
√ Belajar lagi intensity of eye contact saat bicara dengan pasangan, entah kenapa kadang tiba-tiba “jatuh cinta” lagi kalau lama memandang matanya #eeaaa
√ Lebih mudah mengarahkan anak-anak dengan memberi pilihan daripada perintah, misalnya target “memakai baju” akan lebih solutif memakai kalimat “mau pakai baju yang mana, ayo dipilih” sambil buka laci baju anak.




#hari1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alir Rasa Kelas Bunda Cekatan

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Ta'ala yang telah memberikan kelapangan hingga mampu menyelesaikan kelas Bunda Cekatan batch #1 Institut Ibu Profesional.  Challenge Buncek: Done! Terimakasih untuk Ibu Septi Peni Wulandani yang telah menjadi guru bagi kami, setia membawa dongeng istimewa di setiap pekannya. Terimakasih untuk team belakang layar Buncek #1 (Mak Ika dkk), teman-teman satu angkatan, dan tentu all team Griya Wistara yang mendukung saya belajar sampai di tahap ini. Apa yang membuat bahagia selama berada di kelas Bunda Cekatan? Kelas Bunda Cekatan menyimpan banyak sekali stok bahagia yang bisa diambil oleh siapa saja dengan cara yang tak pernah sama. Rasanya tak ada habisnya jika harus disebutkan satu per satu. Potongan gambar berikut cukup mewakili proses yang telah saya lalui. Tahap Telur-Telur Saya jadi tahu apa yang membuat saya bahagia. Apa yang penting dan urgent untuk segera dipelajari. Dan saya diijinkan untuk membuat pe...

Oncek Tela; Tradisi Mengupas Singkong Bersama

 Sekitar tahun 2000-an, ada kegiatan membuka lahan baru di bukit seberang. Deru mesin pemotong kayu bersahutan. Pohon-pohon besar dicabut hingga ke akarnya. Entah kemana perginya hewan-hewan penghuni hutan. Berpindah tempat tinggal atau justru tersaji ke meja makan.  Aroma dedaunan serta kayu basah menyebar. Tak hanya lewat buku pelajaran IPA, aku bisa melihat langsung lingkaran tahun belasan hingga puluhan lapis. Pohon-pohon itu akhirnya menyerah dengan tangan manusia. Tunggu dulu... Mengapa orang-orang justru bersuka cita? Bukankah menggunduli hutan bisa berisiko untuk tanah di perbukitan seperti ini? Waktu berselang, pertama kalinya aku menapak ke bukit seberang. Setelah menyeberang dua tiga sungai, dilanjutkan jalan menanjak hingga ke atas. Terhampar tanah cokelat yang siap menumbuhkan tanaman baru. Aku melihat terasering di bukit seberang, rumahku tersembunyi di balik rimbun pohon kelapa. Di kiri kanan terhimpun potongan pohon singkong yang siap ditancapkan. Jenis singkon...

Jejak Ki Hadjar Dewantara di Hardiknas 2024

 Siapa nama pahlawan nasional yang hari lahirnya dijadikan Hari Pendidikan Nasional? Pasti kalian sudah hafal di luar kepala. Beliau yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Suryaningrat hingga akhirnya berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara di usia 40 tahun. Anak ke-5 dari 9 bersaudara yang memiliki keteguhan dalam memperjuangkan idealisme sepanjang hidupnya.  Kisah beliau seolah tak asing, seperti menonton perjalanan seorang changemaker yang bermula dari tumbuh suburnya empati. Meskipun lahir dari keluarga ningrat, Soewardi menangkap diskriminasi tentang hak pendidikan yang hanya dinikmati oleh keluarga priyayi dan Belanda. Sementara rakyat pribumi yang merupakan teman-teman bermainnya di masa kecil tak bisa mengakses fasilitas sekolah yang dibuat Belanda di zaman itu. Soewardi muda belajar di Yogyakarta, hingga berlanjut di STOVIA meskipun tidak sampai lulus. Tentu saja ini berkaitan dengan perjuangannya sebagai "seksi media" di Budi Utomo, menyebarkan tulisan yang ber...